FUNGSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSl DAN KORBAN (LPSK) DALAM KASUS PELANGGARAN HAM DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

ZUMARA, MALTHES (2010) FUNGSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSl DAN KORBAN (LPSK) DALAM KASUS PELANGGARAN HAM DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. S1 thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (Thesis Full Text)
OK S1 Hukum 2010 Malthes Zumara 03940222.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (3MB)

Abstract

Walaupun Indonesia telah memiliki Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban) yang diundangkan pada 11 Agustus 2006. Namun, secara formal undang-undang ini masih dinilai tidak maksimal dalam mengatur perlindungan terhadap saksi dan korban karena masih terdapat kekurangan di sana-sini. Hal tersebut tidak mengherankan melihat perjalanan lahirnya undang-undang ini proses pembahasannya sempat mandeg di DPR sekitar lima tahun dan terkesan hanya untuk memenuhi tuntutan masyarakat. Oleh sebab itu, penulis menulis skripsi ini tentang fungsi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam kasus pelanggaran HAM dikaitkan dengan Undang-undang no. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (PSK). Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana fungsi LPSK dalam kasus HAM berdasarkan Undang-Undang No. 13 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, apa bentuk perlindungan hukum bagi saksi dan korban berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, apa kelemahan fungsi LPSK dalam memberikan perlindungan terhadap korban pelanggaran HAM. Untuk mencari jawaban permasalahan tersebut, penelitian ini dilakuakan dengan menggunakan metode penelitian secara yuridis normatif. Data diperoleh dari sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, tersier. Berdasarkan hasilpenelitian, dapat disimpulkan bahwa fungsi LPSK yang tersebar dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2006, yaitu menerima permohonan saksi dan korban untuk perlindungan (pasal 29), memberikan keputusan pemberian perlindungan saksi dan korban (pasal 29), memberikan perlindungan saksi dan korban (pasal I), mengajukan ke pengadilan (berdasarkan keinginan korban) berupak hak ats kompensasi dalam kasus p[elanggaran hak asasi manusia yang berat dan hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana (pasal 7), menerima permintaaan tertulis dari korban ataupun orang yang mewakili korban untuk bantuan (pasal 33 dan 34). Bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh LPSK yang tertuang pad Undang-Undang No. 13 tahun 2006 tentang PSK adalah menerima permohonan saksi dan korban untuk perlindungan (pasal 29), memberikan keputusan pemberian perlindungan saksi dan korban sesuai dengan (pasal 29). Kelemahan LPSK dalam memberikan perlindungan saksi dan korban yaitu, saksi dan korban harus bersedia memutuskan hubungan dengan setiap orang yang dikenalnya jika keadaan menghendaki. Hal ini sejalan dengan maksud di dalam pasal 30 ayar (2) huruf c UU No. 13 tahun 2006, di mana saksi atau korban yang berada dalam program perlindungan akan dipindahkan dalam tempat persembunyian yang benar-benar aman dan akan memutuskan hubungan dengan siapapun.

Item Type: Thesis (S1)
Supervisors: Yunita Syofyan, SH. M.Hum., Delfina Gusman, SH. MH.
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum > S1 Hukum
Depositing User: Mrs Vivi Irawati
Date Deposited: 05 Nov 2025 04:49
Last Modified: 05 Nov 2025 04:51
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/514613

Actions (login required)

View Item View Item