Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Deepfake Porn Berbasis Artificial Intelligence (Studi Perbandingan Pengaturan di Indonesia dengan Australia, dan Korea Selatan

Irawati, Nurulhuda (2025) Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Deepfake Porn Berbasis Artificial Intelligence (Studi Perbandingan Pengaturan di Indonesia dengan Australia, dan Korea Selatan. S2 thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (cover dan abstrak)
cover dan abstrak.pdf - Published Version

Download (373kB)
[img] Text (bab 1 pendahuluan)
bab 1.pdf - Published Version

Download (480kB)
[img] Text (bab 6 penutup)
bab 6 penutup.pdf - Published Version

Download (139kB)
[img] Text (daftar pustaka)
daftar pustaka.pdf - Published Version

Download (313kB)
[img] Text (tesis full text)
tesis full.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (1MB) | Request a copy

Abstract

Teknologi deepfake berbasis AI memungkinkan manipulasi suara, foto, dan video yang tidak pernah terjadi, termasuk untuk membuat konten pornografi tanpa izin (deepfake porn). Meskipun kejahatan ini semakin marak, belum ada regulasi yang secara komprehensif mengatur penggunaan AI. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai pertanggungjawaban pidana pelakunya. Sementara Indonesia masih menggunakan aturan lama, Australia dan Korea Selatan telah memiliki regulasi yang lebih progresif. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu (1) bagaimanakah pengaturan terhadap kejahatan deepfake porn berbasis AI dalam perspektif hukum pidana di Indonesia; (2) bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku deepfake porn berbasis AI; dan (3) bagaimanakah perbandingan hukum pidana terhadap pertanggungjawaban pidana pelaku deepfake porn berbasis AI di Indonesia dengan Australia dan Korea Selatan. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan. Hasil penelitian adalah pengaturan hukum terhadap kejahatan deepfake porn di Indonesia didasarkan pada KUHP, UU Pornografi, UU TPKS, UU PDP serta UU ITE. Dalam hal ini, aturan yang ada saat ini masih berfokus pada pornografi secara umum, dan belum mengatur kejahatan pornografi yang memanfaatkan teknologi AI. Namun aturan yang ada masih dapat mencakup terhadap penyebaran muatan deepfake porn. Terhadap hal tersebut, maka pertanggungjawaban pidana dapat dikenakan pada pelaku yang melakukan penyebaran deepfake porn. Sebaliknya, Australia berdasarkan The Criminal Code Amendment (Deepfake Sexual Material) Act 2024, pertanggungjawaban pidana dapat dikenakan pada pelaku yang terbukti mentransmisikan materi deepfake porn ataupun membuat sekaligus mentransmisikan materi deepfake porn, meskipun pelaku reckless terhadap consent. Di Korea Selatan, berdasarkan The Act on Special Cases Concerning the Punishment of Sexual Crimes, menerapkan ketentuan yang lebih luas, yaitu dapat dikenakan pada pelaku yang terbukti membuat atau mengubah, menyebarkan, memiliki, melihat atau membeli muatan deepfake porn, meskipun pelaku menyebarkan muatan tersebut tidak dengan persetujuan subjek setelah orang tersebut meninggal dunia. Berdasarkan perbandingan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Korea Selatan memiliki regulasi paling komprehensif dalam mengatur pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku deepfake porn, diikuti oleh Australia. Sementara itu, Indonesia masih memerlukan pembaruan hukum yang lebih spesifik untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi digital dan ancaman kejahatan seksual.

Item Type: Thesis (S2)
Supervisors: Prof. Dr. Ismansyah, S.H., M.H; Dr. Nani Mulyati, S.H., M.CL
Uncontrolled Keywords: Deepfake Porn; Artificial Intelligence; Pertanggungjawaban Pidana; Perbandingan Pengaturan.
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum > S2 Hukum
Depositing User: S2 Hukum Hukum
Date Deposited: 01 Nov 2025 08:10
Last Modified: 01 Nov 2025 08:10
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/513806

Actions (login required)

View Item View Item