DANNY, WANDIRA (2019) PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) SETELAH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 36/PUU-XV/2017. Masters thesis, Universitas Andalas.
|
Text (Cover dan Abstrak)
COVER dan ABSTRAK.pdf - Published Version Download (111kB) | Preview |
|
|
Text (BAB 1 (Pendahuluan))
BAB I (Pendahuluan).pdf - Published Version Download (337kB) | Preview |
|
|
Text (BAB IV (Penutup))
BAB IV (Penutup).pdf - Published Version Download (71kB) | Preview |
|
|
Text (Daftar Pustaka)
DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version Download (192kB) | Preview |
|
Text (Tugas Akhir Ilmiah Utuh)
TUGAS AKHIR ILMIAH UTUH.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (2MB) |
Abstract
Menurut pandangan klasik pemisahan kekuasaan, sistem presidensil di Indonesia meletakkan Presiden sebagai pemegang kekuasaan tunggal dalam ranah eksekutif. Akan tetapi paradigma tersebut sedikit bergeser dengan lahirnya lembaga negara penunjang yang kemudian diberikan fungsi eksekutif untuk membantu kinerja Presiden dalam kebutuhan tertentu. Sebagai contoh, lahirnya KPK untuk membantu kinerja pemerintah Indonesia dalam hal pemberantasan korupsi. Apabila dicermati, lembaga negara penunjang yang memiliki sebagian fungsi eksekutif telah menimbulkan paradigma baru bahwa secara fungsional kekuasaan ekekutif tidak lagi tunggal hanya sebatas Presiden saja, tetapi juga termasuk lembaga negara penunjang seperti KPK. Dalam konteks penerapan prinsip checks and balances di Indonesia, apabila secara fungsional lembaga negara penunjang tersebut masuk kedalam ranah kekuasaan eksekutif, maka DPR sebagai lembaga yang termasuk dalam ranah legislatif dapat mengawasi lembaga negara penunjang tersebut. Sesuai dengan Pasal 20A ayat (2) UUD NRI 1945 jo Pasal 79 UUMD3, DPR memilki fungsi pengawasan yang berupa hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Inkrahnya Putusan Mahkamah Konstitusi No.36/PUU-XV/2017 semakin memperkuat fungsi pengawasan DPR yaitu hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga yang berada dalam ruang lingkup eksekutif karena fungsi eksekutif (penyelidikan, penyidikan, penuntutan) yang dimilikinya. Putusan ini sekaligus mendukung paradigma bahwa saat ini secara fungsi, eksekutif tidak hanya sebatas Presiden, tetapi juga termasuk KPK sehingga pengawasan oleh DPR dapat dilakukan. Hal ini menarik untuk dilakukan penelitian yaitu tentang bagaimana analisis mengenai kedudukan KPK dilihat dari Putusan MK No.36/PUU-XV/2017 serta bagaimana penerapan pengawasan DPR terhadap KPK setelah berlakunya Putusan MK No.36/PUU-XV/2017. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, kasus serta konseptual. Dari penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa dilihat dari Teori The New Separation Of Power, Walapun KPK bersifat independen, perlu dilakukan pendekatan formal dan fungsional dari 3 (tiga) cabang kekuasaan. Secara fungsi, KPK dianggap sebagai bagian dari ranah eksekutif karena fungsi eksekutif (penyelidikan, penyidikan, penuntutan) yang dimilikinya. Sedangkan secara formal ada beberapa fungsi dan kewenangan KPK yang tidak dapat diawasi oleh DPR. Selanjutnya setalah Putusan MK tersbeut, DPR dapat menggunakan fungsi pengawasan terhadap KPK dari segi internal dan eksternal, segi a-posteriori, dan dari segi hukum dan kemamfaatan. Selain DPR tidak hanya dapat menggunakan hak angket sebagai instrumen fungsi pengawasan, tetapi dapat menggunakan seluruh instrumen fungsi pengawasan yang diberikan oleh UUD NRI 1945 secara sistematis berupa hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Primary Supervisor: | Prof.Dr.Yuliandri,S.H., M.H. |
Uncontrolled Keywords: | Fungsi Pengawasan, DPR, KPK |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana (Tesis) |
Depositing User: | s2 ilmu hukum |
Date Deposited: | 19 Sep 2019 12:40 |
Last Modified: | 19 Sep 2019 12:40 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/49461 |
Actions (login required)
View Item |