Sari, Mike Guspita (2013) Analisis Hukum Ratifikasi perjanjian Internasional di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan Judicial Review Undang-Undang Ratifikasi Oleh Mahkamah Konstitusi. S1 thesis, Universitas Andalas.
![]() |
Text (Skripsi Full Teks)
HUKUM INTERNASIONAL 2013 MIKE GUSPITA SARI 0910112158.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (13MB) |
Abstract
Negara yang melakukan pengikatan pada suatu perjanjian internasional dengan cara ratifikasi, maka ada dua prosedur ratifikasi yang dilewati yaitu prosedur internal (sesuai dengan hukum nasional) dan prosedur eksternal (sesuai dengan hukum internasional). Setelah melewati prosedur internal maka akan dikeluarkan produk hukum yang nantinya menjadi dasar untuk melakukan prosedur eksternal. Di Indonesia bentuk produk hukum yang dikeluarkan setelah melewati prosedur internal adalah Undang-undang/kepres. Setelah kedua prosedur ini dilewati, maka suatu negara berkewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut dengan itikad baik (good faith). Sesuai dengan pasal 46 Konvensi Wina 1969, suatu negara yang telah meratifikasi suatu perjanjian internasional, maka tidak boleh membatalkan perjanjian tersebut atas dasar hukum hukum nasionalnya. Namun dengan adanya Mahkamah Konstitusi (MK) membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadikan hukum nasional sebagai dasar pembatalan perjanjian internasional yang telah diratifikası. Karena salah satu tugas dan wewenang MK adalah menguji UU terhadap UUD 1945 sebagai konstitusi R1. Dari latar belakang tersebut timbul permasalah antara lain a). Bagaimana pelaksanaan perjanjian internasional yang sudah diratifikasi jika bertentangan dengan Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 b) apakah Undang-Undang ratifikasi perjanjian internasional dapat atau tidak dijadikan sebagai objek Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. Adapun metode pendekatan yang penulis gunakan adalah Yaridis Sosiologis Pelaksanaan perjanjian internasional yang sudah diratifikasi namun bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia harus dilakukan dengan itikad baik karena setiap perjanjian yang telah diratifikasi oleh negara pihak, maka negara pihak tersebut berkewajiban untuk melaksankan semua aturan yang ternuat didalam perjanjian tersebut. Pembatalan hanya dapat dilakukan jika memenuhi kriteria pasal 46 ayat 2 Konvensi Wina dan pembatalan perjanjian internsional tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Status hukum undang-undang ratifikasi perjanjian internasional yang digugat ke MK adalah bahwa undang-undang tentang ratifikasi memiliki perbedaan yang mendasar dengan undang-undang pada umumnya Sehingga MK tidak berwenang untuk menguji Undang-undang tentang ratifikasi perjanjian internasional
Item Type: | Thesis (S1) |
---|---|
Supervisors: | Naimi,SH,MH ; ZImtya Zora Z. SH, M.Hum |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum > S1 Hukum |
Depositing User: | Ms Dian Budiarti |
Date Deposited: | 11 Feb 2025 08:53 |
Last Modified: | 11 Feb 2025 08:53 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/488455 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |