Ambang Batas Partai Politik Dalam Undang-Unbang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Adryzeb Z, Glanovix (2013) Ambang Batas Partai Politik Dalam Undang-Unbang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. S1 thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (Skripsi Full Teks)
HUKUM HUKUM TATA NEGARA 2013 GLANOVIX ADRYZEB Z 0810112148.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)

Abstract

Ambang batas adalah tingkat minimal dukungan yang harus diperoleh sebuah partai untuk raendapatkan perwakilan. Secara teoritis, ambang batas parlemen atau parliamentary threshold adalah instrumen legal untuk menyaring partai politik peserta Pemilu yang berhak mendudukkan wakilnya di parlemen, Secara sederhana ambang batas dikaitkan sebagai konsep netral mengenai batasan perolehan suara partai yang pada dasamya lembaga ambang batas ini dipergunakan untuk memberikan batas minimal perolehan suara peserta pemilu sehingga perolehan suara dapat dikonversi menjadi kursi. Karena objek ambang batas adalah parlemen atau lembaga perwakilan maka sering dikenaJ dengan istllah parliamentary threshold. Pengaturan mengenai Pemilu yang tidak konsisten membuat penulis tertarik untuk meneliti tentang ambang batas mulai dari ketentuan ambang batas Partai Politik dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, pertimbangan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian Undang-Undang ini, serta bagaimana implikasi pengaturan ambang batas pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-X/2012. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif. Ambang batas pertama kali digunakan di Indonesia pada tahun 1999, yang mengatur ambang batas partai politik untuk dapat mengikuti pemilu berikutnya yang dikenal dengan electoral threshold. Hal ini kembali diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu, namun tidak pemah dilaksanakan karena ketentuan tersebut tidak memiliki daya guna pada saat iahimya UU Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Pemilu. Sehingga electoral threshold tidak memiliki arti sama sekali yang kemudian digantikan dengan adanya parliamentary threshold sebagaimana diatur dalam pasal 202 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum. Ambang batas kembali diatur dalam Pasal 208 UU Nomor 8 Tahun 2012 dengan angka yang lebih tinggi yaitu 3.5% dari suara sah secara nasional untuk penentuan kursi DPR dan DPRD. Namun Pasal tersebut tidak mengikat sepanjang frasa DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Diharapkan pembuat Undar.g-Undang untuk membuat aturan yang jelas dan tidak berubah-ubah setiap akan diadakannya pemilu. Sehingga tidak ada lagi kerancuan dalam pemahaman ambang batas.

Item Type: Thesis (S1)
Supervisors: Drs. Intizhan Jamil, SH.MS ; Charles Simabura, SH.MH
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum > S1 Hukum
Depositing User: Pustakawan Marne Dardanellen
Date Deposited: 10 Feb 2025 04:30
Last Modified: 10 Feb 2025 04:30
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/488371

Actions (login required)

View Item View Item