Upik Chaniago, Anjani (2024) Kepastian Hukum Penggunaan Saksi Mahkota Dalam Pembuktian Pidana Ditinjau Dari Asas Hak Terdakwa Tidak Boleh Mendakwa Dirinya Sendiri (Non Self Incrimination). S2 thesis, Universitas Andalas.
Text (ABSTRAK)
COVER DAN ABSTRAK.pdf - Published Version Download (366kB) |
|
Text (BAB I)
BAB I.pdf - Published Version Download (767kB) |
|
Text (BAB V)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.pdf - Published Version Download (311kB) |
|
Text (DAFTAR PUSTAKA)
DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version Download (532kB) |
|
Text (FULL THESIS)
THESIS ANJANI UPIK CHANIAGO.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) | Request a copy |
Abstract
Saksi mahkota merupakan salah satu alat bukti yang tidak diatur dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sementara itu, saksi mahkota hanya diatur dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor. 1986 K/Pid/1989 tanggal 21 Maret 1990, dalam yuriprudensi tidak menjelaskan definisi dari saksi mahkota, tetapi hanya menjelaskan konsep penggunaan dari saksi mahkota. Dilatarbelakangi hal tersebut, permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana perbandingan pengaturan penggunaan saksi mahkota di Belanda dan Indonesia? (2) Bagaimana kepastian hukum penggunaan saksi mahkota dalam pembuktian pidana ditinjau dari asas hak terdakwa tidak boleh mendakwa dirinya sendiri (non self incrimination)?. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif. Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Adapun teknik pengumpulan data melalui studi dokumen. Data dianalisis dengan analisis kualitatif. Kesimpulan hasil penelitian adalah: (1). Kepastian hukum penggunaan saksi mahkota yang termasuk dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor. 1986 K/Pid/1989 tanggal 21 Maret 1990 tentang penggunaan saksi mahkota tidak menjamin kepastian hukum dari segi perlakuan hak terhadap terdakwa yang akan dijadikan saksi mahkota dan perlindungan hukumnya. Penggunaan saksi mahkota ini dianggap bertentangan dengan hak asasi manusia terkhususnya hak terdakwa dalam memberikan keterangan yang mana disamping itu berperan sebagai saksi diperkara lainnya. Sehingga menimbulkan kerancuan dalam penggunaan haknya sebagai saksi dan terdakwa. (2) Perbandingan saksi mahkota dalam peradilan pidana Belanda dan Indonesia pada dasarnya memiliki konsep yang sama yaitu kedudukan seorang terdakwa dalam perkara yang berbeda ditunjuk untuk menjadi saksi di perkara temannya. Konsep tersebut terdapat dalam Pasal 226g KUHAP Belanda dan Yurisprudensi MA No. 1986 K/Pid/1989 tanggal 21 Maret 1990. Saksi mahkota di Belanda penggunaannya dilakukan melalui kesepakatan antara JPU dengan terdakwa, sedangkan saksi mahkota di Indonesia penggunaannya diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum karena kurangnya alat bukti. Saksi mahkota di Belanda digunakan hanya untuk kejahatan terorganisir berdasarkan Pasal 67 ayat (1) KUHAP Belanda sedangkan di Indonesia saksi mahkota digunakan untuk semua jenis tindak pidana. Kata Kunci : Kepastian Hukum, Saksi Mahkota, Pembuktian Pidana, Asas Non Self Icrimination.
Item Type: | Thesis (S2) |
---|---|
Supervisors: | Prof. Dr. Ismansyah,S.H.,M.H |
Uncontrolled Keywords: | Kepastian Hukum, Saksi Mahkota, Pembuktian Pidana, Asas Non Self Icrimination |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum > S2 Hukum |
Depositing User: | s2 ilmu hukum |
Date Deposited: | 05 Nov 2024 08:15 |
Last Modified: | 05 Nov 2024 08:15 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/480196 |
Actions (login required)
View Item |