Gema, Putri (2018) PEMANFAATAN TANAH ULAYAT UNTUK PEMBANGUNAN PASAR DI KOTA PAYAKUMBUH. Masters thesis, Universitas Andalas.
|
Text (cover)
cover.pdf - Published Version Download (586kB) | Preview |
|
|
Text (bab I)
bab I.pdf - Published Version Download (954kB) | Preview |
|
|
Text (bab vi)
bab iv.pdf - Published Version Download (674kB) | Preview |
|
|
Text (dapus)
daftar pustaka.pdf - Published Version Download (731kB) | Preview |
|
Text (tesis)
tesis gema.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
Dalam setiap pembangunan bangunan termasuk kegiatan pembangunan bagi kepentingan umum, seperti pasar, diperlukan tanah untuk itu. Diantara tanah yang digunakan adalah berstatus tanah ulayat.Di era kolonial melalui Domein Verklaring, banyak tanah ulayat itu dirampas menjadi tanah milik negara ataupun melalui sewa tanah. Pada era otonomi daerah yang berbasis pedesaan, tanah ulayat digolongkan sebagai aset desa dan ini memicu masyarakat adat termasuk masyarakat adat Nagari Koto Nan IV dengan Nagari Koto Nan Gadang untuk menuntut pengembalian hak ulayat mereka. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana cara pengadaan dan pemanfaatan tanah ulayat untuk pembangunan pasar di Kota Payakumbuh? Bagaimana pola hubungan hukum dalam pemanfaatan tanah ulayat untuk pembangunan pasar di Kota Payakumbuh? Dan Bagaimana peranan notaris dan PPAT dalam pemanfaatan tanah ulayat untuk pembangunan pasar sebagai kepentingan umum tersebut? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris. Data sekunder dan primer yang diperoleh, kemudian diolah secara editing dan koding, untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Terkait Pengadaan tanah untuk kepentingan umum berupa pasar rakyat Kota Payakumbuh tidak dilakukan melalui pencabutan/pelepasan hak dan tanpa melakukan musyawarah secara kelembagaan dengan penguasa tanah ulayat, karena status tanah dianggap bagian dari warisan kolonial. Status tanah ulayat nagari pada area pasar baru diakui secara formal setelah keluar SK gubernur Sumatera Barat tahun 1984. Kemudian menyusul beberapa aturan yang dikeluarkan badan legislasi daerah terkait pemanfaatan tanah ulayat.. Hubungan hukum antara pedagang dan pemerintah daerah pada awalnya terjadi perjanjian jual beli ruko tanpa dijelaskan status tanahnya, namun setelah tuntutan pengembalian hak ulayat semakin kuat, hubungan itu beralih menjadi perjanjian sewa yang distandarisasi secara sepihak oleh pemerintah kota. Hubungan hukum antara pemerintah dengan penguasa tanah ulayat, diakui sebagai hubungan kemitraan, namun tidak ada perjanjian yang jelas antara kedua belah pihak mengenai pola kemitraan itu melainkan pemerintah daerah seakan berbagi lahan dengan hanya memberikan 4 petak ruko kepada 2 nagari. Demikian itu masih belum memenuhi kehendak masyarakat adat ataupun kehendak Keputusan Gubernur Sumatera Barat No. 82/GSB/1984 yang mengharuskan pembagian hasil kemitraan itu sejumlah 30% untuk penguasa tanah ulayat. Hubungan hukum yang masih ambigu antara ketiga pihak (pedagang pasar, pemerintah daerah kota dan penguasa tanah ulayat) masih menyisakan konflik yang tidak kunjung selesai. Tidak terdapat peran notaris terkait langsung dalam pemanfaatan tanah ulayat ini, kecuali dalam pembuatan akta jual beli tanah antara sebagian kecil pedagang pasar dengan penguasa tanah ulayat, pembuatan akta cessie dan akta kuasa bagi Tim 9 dalam memperjuangkan hak ulayat. Kata Kunci: tanah ulayat, pemanfaatan
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Primary Supervisor: | Dr. Kurnia Warman, S.H, M.Hum |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana (Tesis) |
Depositing User: | s2 kenotariatan kenotariatan |
Date Deposited: | 24 Jan 2019 16:47 |
Last Modified: | 24 Jan 2019 16:47 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/42692 |
Actions (login required)
View Item |