ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP) DAN KETERSEDIAAN TENAGA KERJA TERHADAP INVESTASI PROVINSI DI INDONESIA

MUTIA, DIAH GARHITHA (2016) ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP) DAN KETERSEDIAAN TENAGA KERJA TERHADAP INVESTASI PROVINSI DI INDONESIA. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (Skripsi Fulltext)
1404.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (831kB)

Abstract

1.1 Latar Belakang Investasi merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan ekonomi karena investasi dibutuhkan sebagai faktor penunjang didalam meningkatkan proses produksi. Investasi merupakan langkah awal mengorbankan konsumsi untuk memperbesar konsumsi di masa yang akan datang. Selain itu, juga mampu mendorong terjadinya akumulasi modal (Samuelson dan Nordhaus,1996). Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak atau lesunya perekonomian. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian setiap negara senantiasa menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tetapi juga investor asing (Dumairy, 1997). Menurut Sukirno (2001), investasi atau penanaman modal merupakan pengeluaran atau pembelanjaan yang dapat berupa beberapa jenis barang modal, bangunan, peralatan modal, dan barang-barang inventaris yang digunakan untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa atau untuk meningkatkan produktivitas kerja sehingga terjadi peningkatan output yang dihasilkan dan tersedia untuk masyarakat. Berdasarkan asalnya, investasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu domestic investment (investasi dalam negeri) dan foreign investment (investasi asing). Domestic investment merupakan penanaman modal di dalam negeri, artinya penanaman modal dari negeri sendiri yang berinvestasi di dalam negeri. Foreign investment yaitu penanaman modal asing yang artimya investasi yang diperoleh dari luar negeri untuk digunakan didalam negeri guna mengoptimalkan sumber-sumber daya yang masih belum termanfaatkan. Dalam suatu perekonomian pengeluaran investasi akan dapat mendorong naik turunnya perekonomian suatu daerah sebab adanya investasi mampu membuat peningkatan produksi serta kesempatan kerja. Kondisi demikian juga sejalan dengan hasil penelitian Sodik dan Nuryadin (2005) yang menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi regional dipengaruhi oleh variabel Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Hasil penelitian tersebut menunjukkan pentingnya investasi bagi suatu wilayah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Dalam mencapai pertumbuhan ekonomi diperlukan investasi yang memadai. Atas dasar itulah selaku pengambil keputusan, pemerintah memliki peran penting dalam investasi. Pemerintah seharusnya mengetahui seberapa besar investasi yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan yang diharapkan serta sejauh mana dampak investasi pada suatu sektor atau wilayah (Harrold Dommard, 1956). Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan modal yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan yang besar. Kebutuhan dana yang besar tersebut terjadi karena upaya untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju, baik dikawasan regional maupun kawasan global. Disamping menggali sumber pembiayaan dalam negeri, pemerintah juga mengundang juga sumber pembiayaan luar negeri, salah satunya adalah Penanaman Modal Asing Langsung (Forign Direct Investment) (Sarwedi, 2001). Jika dilihat pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut data World Bank pada tahun 2008 hanya sebesar 6,06% dan 6,28% pada tahun 2007. Pertumbuhan tersebut masih lebih kecil jika dibandingkan Negara China dan Vietnam yang masih dalam satu kawasan. Vietnam sudah mencapai 6,18% di tahun 2008 dan 8,46% pada tahun 2007 (Wijayanti,2011). Studi JETRO (Japan External Trade Organization) juga menunjukkan bahwa iklim investasi Indonesia jauh lebih buruk dibandingkan Cina, Thailand, Vietnam, dan negara-negara ASEAN lainnya. Faktor penyebabnya adalah masalah perburuhan (meningkatnya biaya buruh dan demonstrasi buruh), dan berbagai kebijakan yang tidak pro bisnis (Kuncoro,2004). Masih berkaitan dengan masalah iklim investasi di Indonesia survei United Nations Conference on Trade and Development yang dituangkan dalam World Investment Report 2004 menempatkan Indonesia pada peringkat kedua paling bawah dari 140 negara dilihat dari indeks kinerja investasi (Sodik dan Nuryadin,2005). Jika dilihat pada Tabel 1.1, pada tahun 2000 nilai investasi di Indonesia mencapai 22,038.00 milyar rupiah dengan jumlah proyek sebanyak 300 proyek, di tahun 2001 nilai investasi mengalami penurunan drastis menjadi 9,890.80 milyar rupiah dengan jumlah proyek hanya sebanyak 160 proyek, di tahun selanjutnya yaitu pada tahun 2003 nilai investasi kembali turun, akan tetapi tidak setajam tahun 2000 ke 2001 yaitu 12,247.00 milyar rupiah dengan jumlah proyek sebanyak 108 proyek. Nilai investasi dalam negeri tertinggi di Indonesia terjadi pada tahun 2013 yaitu sebanyak 2129 proyek dengan nilai investasi mencapai 128,150.60 milyar rupiah. Sedangkan nilai investasi dalam negeri terendah di Indonesia terjadi pada tahun 2001 yaitu 9,890.80 milyar rupiah dengan 160 proyek. Tabel 1.1 Perkembangan Realisasi Investasi dalam Negeri Indonesia tahun 2000-2013 (Milyar rupiah) Tahun Proyek (unit) Investasi 2000 300 22,038.00 2001 160 9,890.80 2002 108 12,500.00 2003 120 12,247.00 2004 130 15,409.40 2005 215 30,724.20 2006 164 20,788.40 2007 159 34,873.70 2008 239 20,363.40 2009 248 37,799.80 2010 2011 2012 2013 875 1313 1210 2129 60,626.30 76,000.70 92,182.00 128,150.60 Sumber : Badan Pusat Statistik, Kota Padang. Jika dilihat pada Tabel 1.2, nilai investasi asing tertinggi terjadi pada tahun 2013 dan nilai investasi asing terendah terjadi pada tahun 2006. Pada tahun 2007 jumlah proyek yang terealisasikan adalah sebanyak 982 proyek dengan nilai investasi 10,341.40 juta USD, dan mengalami kenaikan sebesar 156 proyek untuk tahun berikutnya yaitu 2008 dengan nilai investasi sebesar 14,871.40 juta USD. Pada tahun-tahun selanjutnya, nilai penanaman modal asing selalu mengalami kenaikan. Tabel 1.2 Perkembangan Realisasi Investasi Asing tahun 2006-2013 (juta USD) Tahun Proyek (unit) Investasi 2006 867 5,977.00 2007 982 10,341.40 2008 1138 14,871.40 2009 1221 10,815.20 2010 2011 2012 2013 3076 4342 4579 9604 16,214.80 19,474.50 24,564.70 28,617.90 Sumber : Badan Pusat Statistik, Kota Padang. Jika kita melihat Tabel 1.3 yang dilampirkan, daftar daerah penanaman modal asing dan dalam negeri yang telah disetujui pemerintah Indonesia dari tahun 2006-2013 menurut provinsi, dapat dilihat bahwa pulau Jawa rata-rata dalam periode waktu tersebut merupakan tujuan utama penanaman modal asing dan dalam negeri, tercermin dari nilai rata-rata mencapai ±65%. Adapun wilayah Indonesia lainnya yang menjadi tujuan utama penanaman modal asing dan dalam negeri adalah Sumatera ±25%, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara dan sisanya kurang dari 10%. Secara umum pulau jawa lebih menarik investor asing dibandingkan daerah lain karena adanya daya tarik seperti ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, tenaga kerja yang melimpah, transportasi dan jalur informasi yang relatif lebih baik (Kurniawan,2002). Apabila mencermati penanaman modal asing di pulau jawa hanya terkonsentrasi di wilayah Jabodetabek, Jawa barat, dan Jawa timur. Tampak bahwa pola spasial penanaman modal asing banyak terkonsentrasi di daerah utama pulau Jawa, yaitu Jabotabek dan Jawa barat dimana dari dua wilayah ini besarnya penanaman modal asing mencapai 71% (Sodik dan Nuryadin,2005). Peningkatan investasi dalam suatu wilayah diharapkan akan dapat meningkatkan kesempatan kerja, sehingga angkatan kerja akan semakin banyak yang terserap. Terkonsentrasinya investasi asing dan dalam negeri pada dua wilayah tersebut, menjadi menarik ketika kebijakan otonomi daerah sedang dicanangkan di Indonesia. Ketika pemerintah daerah diharapkan untuk dapat mandiri dalam membangun daerahnya, pada kenyataannya hanya kurang dari ¼ daerah yang ada yang secara ekonomis mampu mandiri karena kekayaan alam yang kebetulan ada di wilayah tersebut. Adapun sisanya masih mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan modal dan investasi guna melaksanakan pembangunan ekonomi di daerahnya (Kurniawan, 2002). FDI yang dilakukan oleh investor asing akan membutuhkan tenaga kerja untuk pelaksanaannya. Investor asing akan lebih berminat untuk melakukan investasi asing jika memiliki persepsi tersedianya tenaga kerja yang berlimpah untuk melakukan investasinya. Semakin berlimpah tenaga kerja yang tersedia juga menggambarkan tingginya supply tenaga kerja yang secara tidak langsung juga menggambarkan biaya tenaga kerja yang semakin murah. Diharapkan jika jumlah tenaga kerja semakin meningkat maka , FDI akan meningkat. Investasi adalah kata kunci penentu laju pertumbuhan ekonomi, karena disamping akan mendorong kenaikan output secara signifikan juga akan secara otomatis meningkatkan permintaan input, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat sebagai konsekuensi dari meningkatnya pendapatan yang diterima masyarakat (Makmun dan Yasm, 2003). Selain itu investasi juga memperluas kesempatan kerja, mendorong kemajuan teknologi dan spesialisasi dalam produksi. Sehingga dapat meminimalkan ongkos produksi serta penggalian sumberdaya alam, industrialisasi dan ekspansi pasar. Dimana hal tersebut diperlukan bagi kemajuan perekonomian daerah (Machmud,2002). Pada Tabel 1.3 yang dilampirkan dapat dilihat perkembangan Upah Minimum Provinsi 33 Provinsi di Indonesia dari tahun ke tahun. Upah Minimum Tertinggi rata-rata terdapat di pulau Jawa dan terendah terdapat di Sulawesi. Jika di perhatikan lagi, hal itu dapat terjadi karena tingginya penanaman modal asing dan dalam negeri di Pulau Jawa, dan rendahnya penanaman modal asing maupun dalam negeri di sulawesi yang berdampak pada kesejahteraan masyarakatnya. Besarnya tingkat upah alami ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan setempat. Tingkat upah alami naik proporsional dengan standar hidup masyarakat. Sama halnya dengan harga-harga lainnya, upah ditentukan oleh permintaan dan penawaran, maka dalam kondisi ekuilibrium secara teoritis para pekerja akan menerima upah yang sama besarnya dengan kontribusi mereka dalam produksi barang dan jasa (Mankiw ,2003). Krugman mengatakan (dalam Sodik dan Nuryadin,2005) bahwa lokasi yang baik biasanya dihubungkan dengan ketersediaan sumberdaya dan harga sumber daya nya. Beberapa studi yang dilakukan oleh Smith dan Florida (1994) menemukan bahwa perusahaan otomotif Jepang cenderung memilih lokasi dengan tingkat upah yang lebih tinggi. Adapu penelitian yang di lakukan oleh Kuncuro mendapatkan bahwa tingkat upah berhubungan positif dengan investasi. Jadi bisa saja variabel yang dijelaskan oleh upah tidak hanya mencakup biaya semata, akan tetapi juga variabel tenaga kerja yang ada (Bonlarron, 2001). Investasi berpengaruh besar terhadap kesempatan kerja dan pendapatan. Besarnya nilai investasi akan menentukan besarnya permintaan tenaga kerja. Semakin besar investasi maka semakin besar pula tambahan penggunaan tenaga kerja. Usaha akumulasi modal dapat melalui kegiatan investasi yang akan menggerakkan perekonomian melalui mekanisme permintaan agregat, dimana akan meningkatkan usaha produksi dan pada akhimya akan mampu meningkatkan permintaan tenaga kerja (Sukirno, 2010). Faktor-faktor yang menentukan tinggi rendahnya permintaan tenaga kerja adalah teknologi, produktivitas, kualitas tenaga kerja, fasilitas modal. Hal ini dapat disimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh dalam permintaan tenaga kerja adalah nilai investasi dan upah minimum (Simanjuntak, 2002). Upah juga mempunyai pengaruh terhadap kesempatan kerja. Jika semakin tinggi tingkat upah yang ditetapkan, maka berpengaruh pada meningkatnya biaya produksi, akibatnya untuk melakukan efisiensi, perusahaan terpaksa melakukan pengurangan tenaga kerja, yang berakibat pada rendahnya tingkat kesempatan kerja. Sehingga diduga tingkat upah mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kesempatan kerja (Simanjuntak, 2002). Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu diadakan penelitian tentang Analisis pengaruh Upah Minimum Regional/Provinsi (UMP) dan Ketersediaan Tenaga Kerja (AKT) terhadap Investasi baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada setiap Provinsi di Indonesia.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: H Social Sciences > HC Economic History and Conditions
Divisions: Fakultas Ekonomi > Ilmu Ekonomi
Depositing User: ms Meiriza Paramita
Date Deposited: 29 Mar 2016 01:59
Last Modified: 29 Mar 2016 01:59
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/4027

Actions (login required)

View Item View Item