ANALISIS FASILITAS IMPOR TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN (Studi Kasus : Komoditi Kosmetik)

Sitty, Amelia (2016) ANALISIS FASILITAS IMPOR TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN (Studi Kasus : Komoditi Kosmetik). Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (skripsi full text)
1400.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)

Abstract

1.1 Latar Belakang ASEAN didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 berdasarkan Bangkok Declaration atas prakarsa lima negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, dan Thailand. Tujuan didirikannya ASEAN adalah meningkatkan kerja sama ekonomi, perdagangan, dan sosial-budaya antar negara di kawasan Asia Tenggara. Inti pokok dari kerja sama ekonomi antar negara ASEAN adalah peningkatan lalu lintas perdagangan antar negara anggota ASEAN dengan memberikan perhatian khusus kepada peningkatan kerja sama regional. Kerja sama regional ini harus saling menguntungkan dan mampu memberi kontribusi pada masing-masing negara anggota ASEAN serta memberi prospek yang sangat cerah pada perkembangan ekonomi di negara Indonesia, baik secara mikro maupun secara makro (Hady, 2001). Suatu terobosan penting dalam kerja sama ekonomi intra-ASEAN telah disetujui. Sidang para kepala pemerintahan ASEAN ke-4 di Singapura tanggal 27- 28 Januari 1992 antara lain menyepakati dokumen pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) dalam waktu maksimal 15 tahun guna mencapai globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia. Keputusan ini telah memperlihatkan suatu langkah yang lebih maju untuk ASEAN. Dalam rangka menuju ke arah pembentukan AFTA disepakati juga mekanisme utama yang digunakan, yaitu Common Effective Preferential Tariff (CEPT), yaitu suatu konsep yang memberikan penekanan pada pengurangan atau penghapusan tarif serta non-tarif untuk produk manufaktur hingga mencapai antara 0 sampai 5 persen. Mekanisme ini mulai diberlakukan Januari 1993. Barang-barang yang dimasukkan dalam CEPT tersebut yang diimpor dari sesama negara ASEAN akan dikenakan bea masuk yang sama di semua negara anggota. Bea masuk ini akan lebih rendah dari pada bea masuk terhadap barang sejenis yang diimpor dari luar ASEAN (Rachmadi, 1992). Berdasarkan AFTA dan pertemuan menteri-menteri ekonomi ASEAN yang ke-25, negara-negara anggota setuju untuk mempercepat implementasi AFTA melalui dua program penurunan tarif dibawah skema CEPT, antara lain : 1. The Fast Track Programme, menunjukkan bahwa (a) tarif di atas 20% akan diturunkan menjadi 0-5% dalam waktu 10 tahun. Negara-negara anggota yang melaksanakan program ini adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand, dan (b) tarif 20% dan di bawah 20% akan diturunkan menjadi 0-5% dalam waktu 7 tahun (1 Januari 2000). Negara yang melaksanakan program ini adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura. 2. The Normal Track Programme, menunjukkan bahwa (a) tarif diatas 20% akan diturunkan dalam dua tingkat : (1) Untuk tarif 20% akan diturunkan dalam waktu 5-8 tahun (1 Januari 2001) dan (2) Kemudian untuk tarif 0- 5% dalam waktu 7 tahun sesuai dengan jadwal yang telah disetujui yang berakhir pada 1 Januari 2008. Dalam program ini, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand mulai melaksanakan pemotongan tarif normal track, (b) tarif 20% dan dibawah 20% akan diturunkan menjadi 0-5% dalam waktu 10 tahun. Dalam skema CEPT ini produk yang disertakan adalah barang manufaktur, barang modal, dan hasil pertanian olahan. Produk-produk yang masuk ini berdasarkan sektoral pada tingkat 6 digit HS. Setiap negara mempunyai kode barang yang berbeda-beda, sehingga untuk masuk dalam skema CEPT negaranegara anggota ASEAN sepakat untuk melakukan pengharmonisasian sistem atau melakukan sistem penyeragaman pada kode barang yang dikenal dengan nama Harmonized System (HS). Sejak tahun 1998, Requlator kosmetik ASEAN dan industri kosmetik telah bekerja melalui Kelompok Kerja Produk Kosmetik (CPWG) Komite Konsultatif ASEAN untuk Standar dan Kualitas (ACCSQ) untuk mengatasi masalah yang terkait dengan hambatan untuk sektor ini. Sebagai hasil dari kerjasama ini, Perjanjian tentang ASEAN Harmonized Cosmetic Regulatory Skema itu ditandatangani oleh Menteri ASEAN selama 35 Menteri Ekonomi ASEAN Meeting pada 2 September 2003. Perjanjian ini meliputi : i. ASEAN Mutual Recognition Arrangement (MRA), yaitu saling pengakuan atas persetujuan registrasi kosmetik ii. ASEAN Cosmetic Directive dan dimulai pada tanggal 1 Januari 2008. Pengoperasian ASEAN Harmonized Cosmetic Regulatory Scheme tidak diragukan lagi dalam membantu regulator di jaringan untuk memastikan keamanan bagi konsumen, membantu industry kosmetik dengan pengurangan biaya transaksi dan mendapatkan akses pasar untuk produk-produk di ASEAN dan pasar internasional Selanjutnya pada tahun 2003, masing-masing negara anggota menurunkan hambatan perdagangan khususnya pada hambatan tarif yang direncanakan dalam AFTA (CEPT). Sebagai hasilnya, perkembangan perdagangan intra-ASEAN menjadi sangat signifikan. Walaupun demikian, pengetahuan negara-negara anggota tentang dampak penurunan tarif impor pada perdagangan bilateral akan terbatas. Dalam merespon dampak yang terbatas tersebut, akan diperkenalkan pengukuran fasilitas perdagangan. Pengukuran ini bertujuan untuk menurunkan biaya transaksi dan meningkatkan efisiensi perdagangan. Fasilitas perdagangan muncul sebagai isu penting dalam liberalisasi perdagangan unilateral, bilateral, dan multilateral. Pentingnya fasilitas perdagangan ini diakui secara nasional oleh semua pembuat kebijakan. Sebagian besar negaranegara melakukan perubahan luar biasa yang ditujukan pada penurunan biaya transaksi perdagangan. Akan tetapi tidak semua negara menempatkan fasilitas perdagangan tersebut dalam memulai perbaikan. Beberapa negara membutuhkan dukungan ekstra untuk memudahkan perdagangan karena mereka kekurangan sumber daya dan sumber daya finansial. Dengan adanya fasilitas perdagangan ini akan memudahkan aliran perdagangan antar negara-negara yang melakukan perdagangan, sehingga diharapkan dengan adanya fasilitas perdagangan ini perdagangan yang dilakukan oleh kedua negara yang berdagang menjadi lebih efisien dan aliran perdagangan menjadi semakin meningkat. Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa tertarik untuk membahas Hubungan perdagangan bilateral intra-ASEAN yang akan disajikan dalam tulisan yang berjudul “ANALISIS DAMPAK FASILITAS IMPOR TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN (Studi Kasus : Komoditi Kosmetik)”

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: H Social Sciences > HC Economic History and Conditions
Divisions: Fakultas Ekonomi > Ilmu Ekonomi
Depositing User: ms Meiriza Paramita
Date Deposited: 28 Mar 2016 08:05
Last Modified: 28 Mar 2016 08:05
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/3993

Actions (login required)

View Item View Item