Buti, Yohenda Christy (2018) Analisis Hubungan Kekerabatan Beberapa Spesies Tetragonula Dengan Penanda Molekuler. Masters thesis, Universitas Andalas.
|
Text (Cover dan Abstrak)
Abstrak.pdf - Published Version Download (69kB) | Preview |
|
|
Text (Bab 1 Pendahuluan)
Bab 1 Pendahuluan.pdf - Published Version Download (251kB) | Preview |
|
|
Text (Bab 5 Penutup)
Bab 5 Penutup.pdf - Published Version Download (55kB) | Preview |
|
|
Text (Daftar Pustaka)
DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version Download (128kB) | Preview |
|
Text (Full thesis)
Tesis fulltext.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
Stingless bee atau lebah tak bersengat termasuk ke dalam famili Apidae, tribe Meliponini. Kelompok lebah ini merupakan kosmopolit yang terdistribusi di kawasan tropis. Umumya stingless bee berukuran kecil hingga sedang dengan sengat yang vestigial (tidak berfungsi). Dari segi taksonomi, berbagai publikasi menyatakan jumlah yang berbeda untuk anggota dalam tribe Meliponini. Hal ini diakibatkan karena banyaknya revisi taksonomis dan cryptic species. Di Indonesia terdapat 33 spesies stingless bee, dengan 29 spesies tersebar di Borneo, 24 spesies di Sumatera dan 8 spesies di Jawa (Sakagami, Inoue dan Salmah, 1990). Pada tahun 1985, penelitian Sakagami dan Inoue di Sumatera menemukan satu spesies dalam laeviceps group yang memiliki ukuran lebih kecil dan bagian tubuh yang berwarna lebih terang daripada Tetragonula laeviceps s.lat. Spesies ini kemudian diberi nama Tetragonula minangkabau Sakagami et. Inoue. Penelitian lebih lanjut di tahun yang sama memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan dalam kelompok spesimen T. minangkabau. Sampel yang diperoleh pada dataran tinggi memiliki ukuran yang lebih besar, kelompok sampel ini kemudian diberi nama T. minangkabau forma darek. Penggunaan DNA mitokondria sebagai penanda molekuler telah digunakan dalam banyak kajian terkait stingless bee, salah satunya kajian filogenetik. Gen sitokrom b dan 16S rRNA digunakan karena sifat DNA mitokondria yang memiliki conserved site tinggi dan laju mutasi tinggi sehingga sesuai untuk kajian filogenetik. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juni 2017 sampai Februari 2018 di Laboratorium Genetika dan Biomolekuler Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data individu (untuk identifikasi) dan data sekuen. Pengoleksian data individu menggunakan metode survey dan koleksi langsung di lapangan. Sampel dikoleksi dari beberapa lokasi di Sumatera Barat (Limau Manis, Ulu Gadut, Sijunjung) dan Semenanjung Malaysia (Malaysia Genom Institute Stingless Bee Repository). Prosedur pengoleksian dan kunci identifikasi yang digunakan merujuk pada Sakagami, Inoue dan Salmah (1990). Data sekuen untuk gen sitokrom b parsial dan 16S rRNA parsial diperoleh melalui empat tahapan, yaitu isolasi DNA, visualisasi DNA hasil isolasi, amplifikasi DNA, visualisasi DNA hasil amplifikasi dan sequencing. Isolasi DNA dilakukan berdasarkan protokol kit INVITRO GEN PureLinkTM Genomic DNA Mini Kit. Komposisi larutan untuk amplifikasi DNA berdasarkan protocol PCR GoTaq® Green Master Mix dari Promega. Pengaturan suhu dan waktu amplifikasi DNA gen sitokrom b berdasarkan Koulianos dan Schmid-Hempel (2000) dan Thummajitsakul et al. (2014), sedangkan untuk gen 16S rRNA merujuk ke Rasmussen dan Cameron (2007) dengan modifikasi pada pengaturan suhu amplifikasi. Pengamatan hasil amplifikasi dan sequencing DNA dianalisis secara deskriptif. Konstruksi pohon filogenetik Tetragonula untuk gen sitokrom b dan 16S rRNA menunjukkan hasil yang hampir sama. Nilai sequence divergence antara T. minangkabau dari lokasi Limau Manis dan Ulu Gadut adalah 0,8% untuk sitokrom b dan 0% untuk 16S rRNA. Sedangkan nilai sequence divergence T. minangkabau dengan T. minangkabau forma darek adalah sebesar 5,5% dan 1,9% untuk sitokrom b dan 16S rRNA secara berurutan. Spesies T. drescheri dan T. minangkabau dari lokasi pengoleksian Malaysia membentuk satu klaster dengan nilai sequence divergence sebesar 0,6% untuk sitokrom b dan 0% untuk 16S rRNA. Sequence divergence untuk T. fuscobalteata lokasi Sijunjung dan Limau Manis adalah 3,1 %. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan sequence divergence yang diperoleh dengan menggunakan gen sitokrom b (13,2%). Analisis filogenetik yang dilakukan memperlihatkan bahwa hubungan kekerabatan Tetragonula adalah monofiletik. Selain itu, nilai sequence divergence yang diperoleh, sebesar 5,5% untuk sitokrom b dan 1,9% untuk 16S rRNA mendukung pemisahan Tetragonula minangkabau dan T. minangkabau forma darek. Kata Kunci: Tetragonula, Tetragonula minangkabau, sitokrom b, 16S rRNA, analisis filogenetik
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Primary Supervisor: | Dr. Dewi Imelda Roesma |
Subjects: | Q Science > QH Natural history > QH301 Biology Q Science > QH Natural history > QH426 Genetics Q Science > QL Zoology |
Divisions: | Pascasarjana (Tesis) |
Depositing User: | S2 Biologi biologi |
Date Deposited: | 30 Jul 2018 10:50 |
Last Modified: | 30 Jul 2018 10:50 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/37101 |
Actions (login required)
View Item |