DILA, WARISTA (2015) DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEDAGANG PASCA RELOKASI PASAR (Studi Terhadap Pedagang yang Terkena Kebakaran di Pasar Kota Padang Panjang). Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text (Skripsi Full Text)
1193.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (748kB) |
Abstract
Indonesia merupakan negara rawan bencana, baik bencana yang disebabkan alam; seperti tsunami, gempa bumi, longsor, serta ada juga bencana yang disebabkan perbuatan manusia (human error), seperti bencana kebakaran. Kebakaran sering terjadi karena faktor kelalaian manusia itu sendiri (human error), ada kebakaran terjadi karena arus pendek listrik (korsleting). Menurut Thiang dan Indratanoto, Human error merupakan kegagalan manusia melakukan tugas yang telah didesain dalam batas ketepatan, rangkaian, atau waktu tertentu. Human error adalah sebuah hasil kerja manusia yang dapat muncul sewaktu-waktu, dimana saja dan kapan saja. Human error dapat terjadi karena disebabkan oleh faktor kondisi lingkungan fisik kerja yang ekstrem. Terjadinya human error akan diikuti oleh menurunnya efektivitas dan efisiensi suatu pekerjaan (digilib.its.ac.id). Terjadinya kebakaran akibat human error adalah akibat lalainya manusia dalam menggunakan alat yang mudah terbakar. Secara umum kebakaran juga disebabkan oleh listrik, pada umumnya kebakaran disebabkan karena arus pendek listrik. Arus pendek listrik terjadi karena merupakan bagian dari human error, penyebabnya yaitu jaringan listrik yang telah lama tidak diperiksa, kemudian adanya kawat-kawat yang sudah tua namun belum juga diganti atau diperbaiki, karena ketidakpedulian terhadap bahaya dan ancaman kebakaran ini sehingga terjadi korsleting dan menyebabkan kebakaran. Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) mencatat terjadi 169 kasus kebakaran pasar. Menurut data DPP IKAPPI, sepanjang bulan Agustus 2014 telah terjadi 14 kasus kebakaran pasar maupun bangunan di sekitar pasar yang berpotensi pada kebakaran pasar. Artinya, selama Agustus 2014, 2 hari sekali terjadi kebakaran pasar di Indonesia. Pada awal hingga pertengahan September 2014 ini telah terjadi 6 kasus kebakaran. Karena itu IKAPPI memandang kasus kebakaran sebagai masalah yang serius, karena satu kios saja yang terbakar, pasti akan menimbulkan ekses negatif. Apalagi bila sampai ratusan dan ribuan, dampaknya akan jauh lebih besar. Bukan hanya bagi para korban, tetapi juga bagi roda perekonomian di daerah tersebut (www.ikappi.org). Seperti kejadian kebakaran pada Agustus 2014 di Pasar Induk Jatibarang Indramayu, IKAPPI menghitung lebih dari 800 kios terbakar dan kerugian mencapai 25 miliar. Kebakaran ini menyebabkan berhentinya aktifitas ekonomi korban dan beberapa pihak yang menggantungkan hidupnya secara langsung atau tidak langsung bergantung dengan aktivitas pasar tersebut (www.rmoljabar). Kerugian yang diperoleh akibat kebakaran yaitu kerugian nyawa, di mana adanya korban jiwa yang meninggal dan korban luka akibat kebakaran, dan kerugian material berupa fisik bangunan mencakup isi dari bangunan tersebut. Untuk mengantisipasi terhadap bencana kebakaran, terdapat dalam Peraturan Menteri Pekerajan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, dalam peraturan ini terdapat pencegahan kebakaran pada bangunan. Pertama, mengontrol kebiasaan merokok, karena puntung rokok yang menyala dapat menimbulkan api. Kedua mengontrol pembuangan limbah cair yang mudah terbakar. Ketiga, penyimpanan cairan yang mudah terbakar. Keempat, genangan minyak. Kelima, bahan pembungkus yang mudah terbakar, seperti plastik, goni, dan serbuk gergaji (www.pu.go.id). Pasar merupakan salah-satu lembaga yang paling penting dalam institusi ekonomi. Pasar merupakan salah satu yang menggerakkan dinamika kehidupan ekonomi. Berfungsinya lembaga pasar sebagai institusi ekonomi yang menggerakkan kehidupan ekonomi tidak terlepas dari aktivitas yang dilakukan oleh pembeli dan pedagang (Damsar,1997:101). Pasar merupakan sarana penggerak roda perekonomian disetiap tempat, dimana terjadinya transaksi jual beli barang dan jasa. Ada 2 jenis pasar yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung, bangunannya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka penjual maupun suatu pengelola pasar. Pada pasar tradisional ini sebagian besar menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur- sayuran, telur, daging, kain, barang elektronik, jasa. Selain itu juga menjual kue tradisional dan makanan nusantara lainnya. Sistem yang terdapat pada pasar ini dalam proses transaksi adalah pedagang melayani pembeli yang datang ke stand mereka, dan melakukan tawar menawar untuk menentukan kata sepakat pada harga dengan jumlah yang telah disepakati sebelumnya. Pasar seperti ini umumnya dapat ditemukan di kawasan permukiman agar memudahkan pembeli untuk mencapai (http://e-journal.uajy.ac.id). Pasar modern merupakan tempat dimana penjual dan pembeli dengan tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah pasar swalayan (Sularti, 2012) Perbedaan antara pasar tradisional dan modern dari segi fisik bangunan pasar modern tertata rapi, barang yang dijual juga tertata rapi dengan harga yang sudah ditentukan dan tidak bisa ditawar, sedangkan pasar tradisional transaksi dilakukan secara langsung dimana barang yang diminta langsung diambilkan oleh penjual, dan masih bisa melakukan tawar-menawar. Pasar tradisional rentan terjadi kebakaran karena pada umumnya keadaaan pasar yang kumuh, dan tidak tertata rapi, dan juga karena konstruksi bangunan pada pasar tradisional pada umumnya tidak permanen, dan struktur bangunan biasanya kombinasi beton tembok bata atau kayu, berbeda dengan pasar modern yang konstruksi bangunannya yang permanen, kemudian pasar tradisional sering terjadi kebakaran karena pasar tidak menggunakan alat proteksi kebakaran, berbeda dengan pasar modern yang menggunakan alat proteksi kebakaran, selanjutnya yaitu disiplin para pengguna bangunan juga menjadi hal yang penting, karena para penghuni di pasar tradisional kurang memperhatikan jaringan instalasi listrik, sehingga terjadinya kebakaran (Sularti,2012: 42-44). Pasar Padang Panjang sebelum terjadinya kebakaran keadaanya tertata rapi dan bersih, ukuran toko lebih besar dari kios penampungan sekarang, barang yang dijual juga lebih banyak dulu karena ukuran toko yang besar, ketika dipenampungan jumlah barang dagangan juga akan berkurang, hal tersebut di duga juga akibat sedikitnya pembeli yang datang ke pasar. Setelah pedagang direlokasi ke penampungan pedagang juga di duga mengalami dampak sosial, kebakaran berdampak kepada hubungan sosial antar pedagang. Contohnya dulu sebelum terjadi kebakaran pedagang 1 dan pedagang 2 bersebelahan, pasca kebakaran kios penampungan pedagang 1 dan 2 terpisah berjarak 8 kios, hal tersebut diduga akan mempengaruhi hubungan sosial antar pedagang tersebut, dan juga berpengaruh terhadap kelompok sosial yang diikuiti oleh pedagang, dan pedagang tersebut akan beradaptasi memulai hubungan baru dengan pedagang lain disebelah kios mereka.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | H Social Sciences > HC Economic History and Conditions H Social Sciences > HJ Public Finance |
Divisions: | Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Sosiologi |
Depositing User: | Mr Azi Rahman |
Date Deposited: | 07 Mar 2016 03:16 |
Last Modified: | 07 Mar 2016 03:16 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/3303 |
Actions (login required)
View Item |