Septria, Minda Eka Putra (2017) PENATAAN NAGARI SEBAGAI PENYELENGGARA PEMERINTAHAN TERENDAH DI KABUPATEN PESISIR SELATAN. Masters thesis, Universitas Andalas.
|
Text (Cover dan Abstrak)
Cover dan Abstrak.pdf - Published Version Download (119kB) | Preview |
|
|
Text (Bab I (Pendahuluan))
BAB I (Pendahuluan).pdf - Published Version Download (261kB) | Preview |
|
|
Text (Bab Akhir (Kesimpulan/Penutup))
BAB Akhir.pdf - Published Version Download (98kB) | Preview |
|
|
Text (Daftar Pustaka)
Daftar Pustaka.pdf - Published Version Download (179kB) | Preview |
|
Text (Tesis Full Text)
Tesis Full Text.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
Dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa: Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Sementara itu dalam Pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan ini memberi ruang hidup dan berkembangnya kesatuan masyarakat hukum adat, termasuk komunitas adat dalam bentuk satuan masyarakat terendah dan terdepan, yaitu desa. Desa yang di Minangkabau disebut dengan nagari, merupakan kesatuan masyarakat adat disamping fungsinya sebagai penyelenggara pemerintahan terendah di Sumatera Barat. Sebagai kesatuan masyarakat adat, di dalam nagari hidup dengan hak-hak tradisional yang melekat di dalamnya. Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, peran desa sebagai penyelenggara pemerintahan dan kesatuan masyarakat adat semakin kuat. Nagari atau desa dapat menjalankan fungsi-fungsi adat dan administrasi pemerintahan secara bersamaan dengan efektif. Di Kabupaten Pesisir Selatan tengah gencar dilakukan pemekaran nagari. Pemekaran nagari dilakukan untuk mengefektifkan pelayanan bagi masyarakat. Namun, yang dimekarkan hanya pemerintahannya saja, tapi nagari adatnya tidak ikut dimekarkan. Sehingga terjadi dikotomi antara nagari adat dan nagari penyelenggara pemerintahan. Nuansa seperti ini seolah mengembalikan penerapan system desa pada zaman orde baru. Padahal semangat babaliak ka nagari adalah pada prinsipnya meneguhkan peran komunitas adat dalam kehidupan masyarakat dan pengelolaan asset nagari. Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan melalui Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 telah memberi batasan bahwa Kerapatan Adat Nagari sebagai representasi nagari adat tidak boleh dimekarkan. Padahal Peraturan Menetri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penataan Desa member ruang pemekaran desa adat. Pengelolaan ulayat dan kekayaan nagari hasil pemekaran diserahkan kepada masing-masing nagari sesuai dengan musyawarah adatnya masing-masing. Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan tidak ingin mencampuri urusan adat masing-masing nagari. Kata kunci: Penataan, Nagari Adat, Penyelenggara Pemerintahan Terendah, Kerapatan Adat Nagari.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Primary Supervisor: | Prof. Dr. Yuliandri, S.H., M.H. |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana (Tesis) |
Depositing User: | s2 ilmu hukum |
Date Deposited: | 06 Feb 2018 12:27 |
Last Modified: | 06 Feb 2018 12:27 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/32034 |
Actions (login required)
View Item |