SANKSI ADMINISTRATIF BAGIWAJIB PAJAK PENGHASILAN YANG TIDAK MEMILIKI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENERAPANNYA DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA PADANG

SHEINDRA, MOORITA (2013) SANKSI ADMINISTRATIF BAGIWAJIB PAJAK PENGHASILAN YANG TIDAK MEMILIKI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENERAPANNYA DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA PADANG. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text
362.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (445kB)

Abstract

Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga Negara berupa pengabdian serta peran aktif warga Negara dan anggota masyarakat untuk membiayai keperluan negara dalam Pelaksanaan Pembangunan Nasional tanpa adanya imbalan secara langsung yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-undang Perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara. Negara membutuhkan dana pembangunan yang besar untuk membiayai segala kebutuhannya, seperti biaya pegawai, subsidi, utang, bunga dan lain-lainnya. Penerimaan pajak merupakan pemasukan dana yang paling potensial bagi negara, karena besarnya pajak seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, perekonomian dan stabilitas politik. Sistem perpajakan Indonesia mengalami perubahan pada tahun 1983 dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System. Self Assessment System adalah suatu sistem dimana pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban. Dalam sistem self assessment diberlakukan untuk memberikan kepercayaan dan kebebasan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam menyetorkan pajaknya1. Konsekuensi dijalankan sistem ini adalah bahwa masyarakat harus benar-benar mengetahui tata cara perhitungan 1 Y.Sri Pudyatmoko, 2009 , Pengantar Hukum Pajak, Penerbit Andi, Yogyakarta, hlm 91. 3 pajak dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelunasan pajaknya, seperti Seseorang warga Negara merupakan Wajib Pajak apabila dia termasuk ke dalam kriteria subjek pajak. Termasuk ke dalam subjek Pajak menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan dari Undang-undang Nomor 16 tahun 2000 Tentang Perubahan dari Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 Tentang Perubahan dari Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disingkat dengan (KUP). “Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajaka wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak”. Agar seorang Wajib Pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya maka Wajib Pajak haruslah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP. Dengan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak adalah awal dari suatu proses pemenuhan kewajiban perpajakan2. Istilah Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP nampaknya sudah mulai populer di kalangan masyarakat seiring dengan gencarnya sosialisasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak Mengenai kewajiban untuk memiliki NPWP dalam Pasal 1 UU KUP Tahun 2007 dijelaskan sebagai berikut: “Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya”. 2 Rimsky K Judisseno, 2004 Perpajakan, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, hlm 52-53 4 Wajib Pajak, berdasarkan pasal 2 UU KUP Tahun 2007, yang telah memenuhi persyaratan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Kepemilikan NPWP sangat terkait dengan adanya subjek dan objek pajak. Sebagai karyawan jika telah memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tentunya telah memenuhi unsur subjek dan objek pajak. Jika tidak memiliki NPWP, wajib pajak akan mengalami berbagai kesulitan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan hal lain yang berkaitan dengan NPWP. Kewajiban dari kepemilikan NPWP bagi seorang Wajib Pajak hanya terletak pada melakukan perhitungan dan pembayaran pajak yang telah ditetapkan oleh Undang-undang yang berlaku dari penghasilannya saja, akan tetapi seorang Wajib Pajak diharuskan membuat laporan yang berbentuk surat Pemberitahuan aktifitas perpajakannya paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak setiap bulan dan juga membuat laporan untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak paling lama 3 (bulan) setelah akhir tahun pajak ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak Pada pertengahan 2008 Direktorat Jenderal Pajak melalui berbagai media, mulai booklet, pamflet, baliho, radio sampai tayangan iklan di televisi, tentang adanya kebijakan Sunset Policy 2008. Sunset Policy 2008 adalah kebijakan Ditjen Pajak yang memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk membetulkan pelaporan SPT tahunan atas pajak penghasilannya dengan ketentuan : 5 1. Orang Pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun 2008 dan menyampaikan SPTTahunan PPh untuk tahun pajak 2007 dan tahun-tahun sebelumnya paling lambat tanggal 31 Maret 2009 2. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang dalam tahun 2008 membetulkan SPT Tahunan PPh untuk Tahun 2006 dan sebelumnya yang mengakibatkan pajak yang harus dibayar menjadi besar3. Wajib pajak yang memanfaatkan Sunset Policy 2008 diberi penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar sebesar 2 persen per bulan dari saat seharusnya terutang. Sunset Policy menurut ketentuan Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah : ”kebijakan pemberian fasilitas perpajakan, yang berlaku hanya di tahun 2008, dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga”. Tahun pajak saat pembetulan SPT tahunan PPh dilakukan tidak lagi diperiksa oleh Ditjen Pajak. Sunset Policy 2008 diberikan terbatas sampai dengan 31 Desember 2008. Namun pada kenyataannya hingga kini kepatuhan masyarakat Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dapat dinilai masih sangat rendah. Indikator kepatuhan masyarakat tersebut adalah dapat dilihat dari minimnya 3 www.beritapajak.go.id, akses internet tanggal 21 Juni 2013 6 jumlah masyarakat, khususnya yang terdaftar sebagai wajib pajak penghasilan dengan tidak mendaftarkan diri untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak4. Pada tahun 2008, pemerintah Indonesia sedang menggalakkan pembuatan NPWP berdasarkan peraturan UU KUP Tahun 2007. Kota Padang merupakan salah satu kota yang mempunyai Wajib Pajak penghasilan yang tingkat kesadarannya masih dinilai sangat rendah dalam memiliki NPWP setelah penulis melakukan Pra penelitian di KPP Pratama Padang5. Berdasarkan masalah tersebut diatas, maka penulis membahasnya dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan judul: SANKSI ADMINISTRATIF BAGI WAJIB PAJAK YANG TIDAK MEMILIKI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENERAPANNYA DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA PADANG

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Ms Ikmal Fitriyani Alfiah
Date Deposited: 02 Mar 2016 04:21
Last Modified: 02 Mar 2016 04:21
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2938

Actions (login required)

View Item View Item