GINA, FITRI (2015) PELAKSANAAN PERJANJIAN DALAM PENGELOLAAN RESTORAN KUBANG HAYUDA SETIA DI KOTA PADANG. Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text
964.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
Peningkatan pendapatan masyarakat dan pemerintah akan mendorong sektor yang terkait lebih berkembang. Hal tersebut dapat terlaksana dengan baik karena adanya perjanjian yang telah disepakati. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang dimungkinkan pernah membuat suatu perjanjian dengan pihak lain untuk melaksanakan sesuatu hal yang menjadi objek dari perjanjiannya, baik secara tertulis, maupun secara lisan, seperti perjanjian pengelolaan atau kerjasama kegiatan misalnya pengelolaan rumah makan ataupun restoran, perjanjian jual-beli, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian kerja, dan sebagainya. Subyek hukumnya yakni orang ataupun badan hukum yang berhak atas suatu prestasi, sedangkan orang atau badan hukum lainnya juga berkewajiban untuk memenuhi tuntutan atau prestasi. Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasi (pemenuhan kewajiban) seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Apabila seseorang tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan wanprestasi atau lalai atau ingkar janji. Pada dasarnya surat perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu untuk membuat surat perjanjian diperlukan ketelitian dan kecermatan dari para pihak. 2 Dalam pembuatan surat perjanjian tidak ada ketentuan dalam Undang-Undang yang mengatur tentang format perjanjian/kontrak, hal yang paling penting diperhatikan oleh para pihak adalah syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 BW (Burgerlijk Wetboek) yang menentukan, bahwa sahnya perjanjian memenuhi empat syarat, yakni : 1. Adanya kata sepakat para pihak dalam membuat perjanjian 2. Adanya kecakapan membuat perikatan 3. Adanya hal tertentu 4. Adanya causa yang halal atau diperbolehkan. Menurut Ahmadi Miru, bahwa ada beberapa contoh yang dapat dikemukakan, khususnya tentang cara terjadinya kesepakatan, yakni adanya penawaran dan penerimaan. Penawaran tersebut pada prinsipnya dilakukan dengan bentuk : 1) Tertulis; Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta autentik. Akta di bawah tangan merupakan akta yang dibuat oleh para pihak tanpa melibatkan pejabat yang berwenang membuat akta seperti notaris/PPAT, atau pejabat lain yang diberi wewenang untuk itu. Berbeda dari akta di bawah tangan yang tidak melibatkan pihak berwenang dalam pembuatan akta, akta autentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang. 3 2) Tidak Tertulis atau Lisan; Kesepakatan secara lisan merupakan bentuk kesepakatan yang banyak terjadi dalam masyarakat, namun kesepakatan secara lisan ini kadang tidak disadari sebagai suatu perjanjian padahal sebenarnya sudah terjadi perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak lainnya, misalnya seorang membeli keperluan sehari-hari di toko maka tidak perlu ada perjanjian tertulis, tetapi cukup dilakukan secara lisan antara para pihak, demikian juga seseorang membeli martabak kubang pada restoran Kubang Hayuda Setia. Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, dikala timbul sengketa di kemudian hari.1 Untuk melaksanakan perjanjian, menurut Mariam Darus Badrulzaman, asas kebebasan berkontrak berlaku secara universal, walaupun keberadaan asas dimaksud sebenarnya merupakan cerminan dari penegasan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa perjanjian bukan hanya semata-mata perjanjian bernama yang di atur secara khusus dalam undang-undang, tetapi juga meliputi perjanjian tidak bernama yang berkembang ditengah masyarakat. 2 1 Ahmadi Miru, 2007, Hukum Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 14 2 Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 82. 4 Perjanjian menimbulkan perikatan atau hubungan hukum yang berujud lahirnya hak dan kewajiban antara para pihak. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata sebagaimana telah dikemukakan pada uraian terdahulu sekaligus terkandung asas “Facta sunt servanda” (perjanjian mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak). KUHPerdata pada dasarnya menganut sistem terbuka (Contractsvrijheid), khususnya Buku III yang mengatur tentang perikatan. Menurut R.Subekti, sistem terbuka mempunyai makna, bahwa setiap orang bebas mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapa saja dan bebas menentukan isi, syarat dan luasnya perjanjian. Kebebasan dimaksudkan asal tidak bertentangan dengan Undangundang, ketertiban umum dan kesusilaan. 3 Selanjutnya Abdulkadir Muhammad, mengemukakan, bahwa azas kebebasan dalam perkembangannya mengalami berbagai penafsiran dan hal ini sangat berdampak pada perkembangannya, sehingga menimbulkan berbagai jenis perjanjian, walaupun dimungkin isi muatannya terdapat ketidak seimbangan antara kewajiban-kewajiban para pihak. 4 Dalam melakukan suatu kegiatan usaha, seperti pengelolaan restoran yang khusus menjual martabak dan minuman segar seperti Restoran Kubang 3 R.Subekti, 1995, Aneka Perjanjian cetakan kesepuluh, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 2. 4Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 27. 5 Hayuda Setia yang mempunyai ciri tertentu dengan menggunakan nama suatu daerah atau nagari di Sumatera Barat, di mana restoran ini menawarkan makanan dalam bentuk martabak yang diberi nama martabak kubang, namun restoran tersebut juga menawarkan jenis makanan lainnya seperti jenis minuman dari buah-buahan dan lain-lainnya sebagai pendamping. Dari hasil pra penelitian yang telah dilakukan, bahwa Restoran Kubang Hayuda Setia ini, didirikan pada tahun 1971 oleh Yusri Darwis, Nazirwan dan Syarifah dengan menggunakan nama martabak Kubang. Kubang merupakan nama salah satu nagari di Kabupaten 50 Kota Sumatera Barat yang selanjutnya oleh pendiri usaha dilekatkan ke nama martabak, di mana usaha martabak ini terletak di jalan Muhamad Yamin Padang sebagai restoran induk. 5 Pengelolaan suatu kegiatan usaha pada dasarnya mengharapkan adanya keuntungan dari usaha yang dikelolanya, termasuk restoran Kubang Hayuda Setia, namun pengelolaan usaha restoran ini juga melibatkan pihak lain, terutama pekerja atau pegawai yang diangkat oleh pemilik restoran yang bekerja sesuai dengan keahlian masing-masing dengan mengharapkan adanya penghasilan atas perkerjaan yang telah dilakukan, baik dengan menerima gaji atau perhitungan laba diakhir tahunan yang diterima pekerja atau pegawai. 5Mukhlis, hasil wawancara pra penelitian, pada hari Sabtu tanggal 31 Maret 2015. 6 Beranjak dari uraian latar belakang di atas, hal ini sangat menarik dilakukan penelitian dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan judul : ”Pelaksanaan Perjanjian dalam Pengelolaan Restoran Kubang Hayuda Setia di Kota Padang”.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum |
Depositing User: | Ms Lyse Nofriadi |
Date Deposited: | 02 Mar 2016 04:25 |
Last Modified: | 02 Mar 2016 04:25 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2933 |
Actions (login required)
View Item |