GANGGA, FEBRI RAHMANDA (2015) PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG BERASAL DARI TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK). Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text
961.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (2MB) |
Abstract
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tidak mengatur secara jelas mengenai kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi. Sehingga dalam beberapa kasus, seperti kasus Luthfi Hasan Ishaaq dan Ahmad Fatanah terdapat dissenting opinion mengenai kewenangan KPK dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang. Adapun permasalahan yang dibahas: a) Apakah KPK berwenang dalam menuntut tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi? b) Bagaimanakah pandangan hakim terhadap kewenangan KPK dalam menuntut tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa, KPK berwenang menuntut TPPU sepanjang tindak pidana asalnya berasal dari tindak pidana korupsi. Hal ini sesuai dengan proses peradilan yang cepat, sederhana dan biaya murah serta proses hukum yang efisien. Selain itu, sebelum adanya dissenting opinion telah ada putusan Nomor 30/PID.B/TPK/2012.PN.JKT.PST dengan terpidana Wa Ode Nurhayati dan putusan Nomor 20/PID.SUS/TPK/3013/PN.JKT.PST yang mana telah berkekuatan tetap. Beberapa ahli berpendapat bahwa KPK berwenang menuntut TPPU yang berasal dari tindak pidana korupsi. Selanjutnya tiga hakim dalam kasus berbeda, dissenting opinion terhadap kewenangan KPK menuntut TPPU, karena tidak ada peraturan yang mengaturnya secara eksplisit tentang itu. KPK hanya berwenang melakukan penyidikan terhadap TPPU, dan seharusnya penuntutan diserahkan ke Kejaksaan yang berada pada Kejaksaan Agung. Menurut penulis seharusnya hakim yang dissenting lebih mendukung penegakan hukum apa lagi yang kasus yang telah banyak menimbulkan kerugian. Apabila memang tidak ada aturan yang mengatur seharusnya hakim melakukan penemuan hukum dengan tujuan untuk menemukan keadilan. Oleh karena itu penulis menyarankan kewenangan KPK menuntut TPPU tidak perlu diberdebatkan lagi karena jaksa KPK dan jaksa yang berada di Kejaksaan Agung merupakan satu kesatuan. Dan hakim seharusnya harus mempertimbangkan undang-undang lain karena undang-undang yang satu dengan yang lain memiliki keterkaitan.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum |
Depositing User: | Ms Lyse Nofriadi |
Date Deposited: | 02 Mar 2016 04:19 |
Last Modified: | 02 Mar 2016 04:19 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2923 |
Actions (login required)
View Item |