RAHMA, WIRNI (2013) PENURUNAN LAJU KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT PENAMBANGAN TANAH LEMPUNG (CLAY) UNTUK PEMBUATAN BATU BATA DI NAGARI ARIPAN DENGAN PEMBUATAN BATU BATA KOMPOSIT TONGKOL JAGUNG. Masters thesis, Universitas Andalas.
Text
357.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (466kB) |
Abstract
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan sumberdaya alam yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya lain yang termasuk kedalam sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, baik menurut kuantitas maupun kualitasnya. Sumberdaya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Hal ini disebabkan antara lingkungan dan manusia saling mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Dewasa ini dengan semakin meningkatnya populasi manusia maka tuntutan akan pemenuhan kebutuhan manusia terus meningkat. Peningkatan jumlah populasi ini berbanding lurus dengan laju penurunan luasan lahan produktif. Salah satu penyebab penurunan luasan lahan produktif ini yaitu karena tumbuh dan berkembangnya wilayah perkotaan. Tumbuh dan berkembangnya wilayah perkotaan pada hakekatnya disebabkan oleh lajunya tingkat pertumbuhan penduduk, munculnya pusat-pusat aktifitas perkotaan seperti kegiatan ekonomi, sosial dan budaya yang cenderung mendesak akan kebutuhan ruang dan tanah. Pembangungan suatu negara berkembang selalu didasarkan pada pemanfaatan sumberdaya alam. Meningkatnya kegiatan pembangunan, semakin meningkatkan 3 kebutuhan akan ketersediaan bahan bangunan. Salah satu bahan bangunan utama untuk menunjang pembangunan yaitu batu bata. Batu bata adalah bahan bangunan yang telah lama dikenal dan dipakai oleh masyarakat baik di pedesaan maupun diperkotaan, mulai dari negara sedang berkembang hingga negara maju. Batu bata berfungsi sebagai bahan bangunan konstruksi, yang termasuk kedalam bahan utama. Pemanfaatan batu bata sebagai bahan utama suatu bangunan selain memberikan ketahanan terhadap suatu bangunan juga diharapkan untuk mendapatkan nilai artistik dari suatu bangunan tersebut. Pemanfaatan batu bata sebagai bahan baku utama konstruksi baik sebagai pembentuk elemen struktural maupun non struktural sampai saat ini belum banyak digantikan. Hal ini dapat terlihat dengan masih banyaknya proyek konstruksi yang memanfaatkan batu bata sebagai dinding pada pembangunan gedung, perumahan, pagar, saluran, dan pondasi. Tingginya tingkat kebutuhan akan batu bata memberi peluang kepada masyarakat untuk terus memproduksi batu bata. Meningkatnya kebutuhan akan batu bata ini dapat dilihat dari banyaknya bedeng batu bata yang dibangunan masyarakat. Penambahan bedeng ini bertujuan meningkatkan kapasitas produksi batu bata sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen. Namun pembuatan batu bata saat ini masih hanya menggunakan tanah lempung (clay) sebagai bahan baku. Tanah lempung (clay) ini didapatkan dengan mengeksploitasi sumberdaya alam. Eksploitasi tanah lempung (clay) akibat pembuatan batu bata merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan struktur tanah. Kerusakan tanah dapat diidentifikasi dengan adanya lubang yang terdapat pada lahan bekas penambangan. 4 Di daerah kawasan industri batu bata yang terdapat di Kabupaten Solok, tepatnya di Nagari Aripan, Kecamatan X Koto Singkarak telah meninggalkan lubang-lubang galian sedalam dua hingga delapan meter. Di daerah ini terdapat lebih kurang 900 bedeng batu bata. Dari 900 bedeng tersebut terdapat lebih kurang 500 bedeng yang beroperasi. Bedeng-bedeng tersebut memiliki kapasitas pembakaran 10.000 hingga 60.000 batu bata. Waktu operasi satu kali produksi batu bata yaitu empat bulan. Jadi dapat diketahui rata-rata kebutuhan tanah lempung (clay) untuk pembuatan batu bata setiap tahunnya yaitu lebih kurang 26.090 m3. Untuk mendapatkan bahan baku tersebut, petani batu bata melakukan penggalian tanah lempung (clay) yang digunakan sebagai bahan baku. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 43 Tahun 1996 tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Daratan lampiran I dapat dilihat bahwa dengan kedalaman lubang yang lebih dari satu meter dari permukaan air tanah pada musim hujan maka dikategorikan rusak. Atau pada lampiran II menyatakan bahwa kedalaman lubang galian yang dimaksud adalah jarak vertikal dari permukaan lahan hingga ke dasar lubang galian. Tahun 1972 PBB mengadakan Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm, dan dilanjutkan dengan terbitnya laporan Komisi Sedunia Lingkungan Hidup dan Pembangunan (lazim disebut Komisi Brundtland) dengan judul Hari Depan Kita Bersama (Our Common Future) pada tahun 1987. Laporan ini mendefenisikan Pembangunan Berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Maka dari itu, dalam upaya pemeliharaan kualitas 5 lingkungan demi terwujudnya pembangunan berkelanjutan maka harus dapat dicarikan penyelesaian guna mengurangi pemakaian tanah lempung (clay) untuk pembuatan batu bata. Berkurangnya pemakaian tanah lempung (clay) sebagai bahan baku pembuatan batu bata maka akan dapat mengurangi laju perusakan tanah. Hal ini dapat dilakukan dengan mencarikan bahan pengganti tanah lempung (clay) ataupun bahan tambahan dalam pembuatan batu bata. Diharapkan dengan adanya bahan pengganti ataupun bahan tambahan sehingga laju kerusakan tanah yakni terbentuknya lubang-lubang ataupun pemanfaatan tanah yang memiliki kelerengan terjal dapat diperlambat. Sehingga dapat mewujudkan kegiatan pembangunan yang berpijak pada pembangunan berkelanjutan yang tidak hanya demi mendapatkan keuntungan dari segi ekonomi, namun juga memperhatikan dampak terhadap lingkungan. Hamdi (2006), menyatakan bahwa penambahan serat kayu untuk pembuatan batu bata komposit tidak mengurangi kualitas dari batu bata berdasarkan SII- 0021- 1978. Sumber serat lainnya yang dapat dimanfaatkan yaitu tongkol jagung yang merupakan limbah dari jagung yang pemanfaatannya belum optimal. Pemanfaatan batu bata dalam konstruksi struktural maupun non struktural perlu adanya peningkatan produk yang dihasilkan, baik dengan cara peningkatan kualitas bahan material batu bata sendiri (bahan dasar tanah lempung (clay) yang digunakan) maupun penambahan dengan bahan lain. Tanaman jagung merupakan salah satu komuditi pertanian yang produksi nasionalnya cukup tinggi karena jagung merupakan tanaman pangan yang penting di Indonesia. Pada tahun 2006, luas panen jagung Indonesia adalah 3,5 hektar dengan produksi rata-rata 3,47 ton/ha. Produksi jagung secara nasional 11,7 juta 6 ton. Produksi jagung Sumatera Barat pada tahun 2006 ini adalah 202.298 ton, dengan luas panen 4301 ha dan produktivitas 4,7 ton/ha. Angka ini meningkat pada tahun 2011 yaitu 474.086 ton. Wakil Gubernur Sumatera Barat Muslim Kasim melalui Antara News mengatakan “kebutuhan bibit jagung untuk daerah pada tahun ini (2012) 1.280 ton dan tahun depan diperkirakan meningkat menjadi 1.530 ton” (Antara News, Selasa 11 Desember 2012). Peningkatan produksi jagung berarti peningkatan jumlah tongkol jagung yang dihasilkan. Berdasarkan produksi jagung maka dihasilkan lebih kurang 30% tongkol jagung. Nilai Residue to Product Ratio (RPR) tongkol jagung adalah 0,273 pada kadar air 7,53% (Koopmans and Koppejan, 1997; Sudradjat, 2004). Potensi pemanfaatan tongkol jagung diharapkan akan terus meningkat sejalan dengan adanya program peningkatan produksi jagung nasional dari Pemerintah. Sumatera Barat sebagai salah satu produsen jagung belum dapat memanfaatkan tongkol jagung dengan optimal. Diketahui pemanfaatan tongkol jagung di Sumatera Barat yaitu sebagai bahan baku pakan ternak. Berdasarkan kondisi tersebut penulis mencoba memanfaatkan tongkol jagung sebagai bahan substitusi dalam pembuatan batu bata komposit. Pemanfaatan tongkol jagung ini diharapkan mampu dihasilkan batu bata dengan kualitas sesuai dengan SNI 15-2094, 1991. Upaya pemanfaatan tongkol jagung sebagai bahan substitusi tersebut diharapkan dapat mengurangi jumlah pemakaian tanah untuk pembuatan batu bata.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | Q Science > QE Geology T Technology > T Technology (General) T Technology > TD Environmental technology. Sanitary engineering |
Divisions: | Pascasarjana Tesis |
Depositing User: | Ms Ikmal Fitriyani Alfiah |
Date Deposited: | 02 Mar 2016 04:19 |
Last Modified: | 02 Mar 2016 04:19 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2921 |
Actions (login required)
View Item |