PERSFEKTIF MASYARAKAT DI KOTA PAYAKUMBUH TERHADAP RENCANA KEBIJAKAN REDENOMINASI MATA UANG RUPIAH

MARSHELY, ZULHAISA (2015) PERSFEKTIF MASYARAKAT DI KOTA PAYAKUMBUH TERHADAP RENCANA KEBIJAKAN REDENOMINASI MATA UANG RUPIAH. Diploma thesis, UPT. Perpustakaan.

[img] Text
860.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)

Abstract

Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengubah nilai tukar mata uang tersebut (Alhusain, 2012). Selain itu menurut Dogorawa (2007), redenominasi merupakan proses dimana mata uang nominal baru menggantikan mata uang nominal lama dengan dengan nilai yang tetap sama. Redenominasi ini sudah banyak dilakukan oleh negara di dunia. Brazil adalah negara pertama yang melakukan redenominasi pada tahun 1923 (Mohdi dan Reza, 2012). Namun dalam pelaksanan redenominasi tersebut ada negara yang dianggap sukses dan ada juga yang gagal, tetapi dari pengalaman lebih banyak negara yang gagal. Negara yang berhasil dalam pelaksanann redenominasi adalah Turki, Romania dan Polandia (Priyono, 2013). Negara – negara tersebut berhasil karena melakukan redenominasi pada saat inflasi rendah dan stabil. Sedangkan negara yang gagal, antara lain Brazil, Rusia, Argentina, Zimbabwe, Israel, Korea Utara dan lain sebagainya. Mereka meredenominasi mata uang nya pada saat inflasi tinggi (Mohdi dan Reza, 2012). Di Indonesia redenominasi mulai berkembang dan menjadi topik hangat pada tahun 2010 setelah Bank Indonesia (BI) mewacanakan rencana mereka untuk meredenominasi mata uang rupiah sampai tiga nol (Lianto dan Suryaputra, 2012). Redenominasi bukan pertama kali terjadi di Indonesia, karena pada tahun 1950 atau pada masa orde lama pemerintah Indonesia sudah pernah melakukan pemotongan nilai mata uang yang lebih dikenal dengan sanering. Namun, 2 sanering berbeda dengan redenominasi karena sanering berarti pemotongan nilai nominal mata uang sekaligus mengubah nilai tukarnya, sehingga daya beli masyarakat juga berubah. Selain itu, sanering dilakukan pada saat terjadi inflasi yang tinggi. Sedangkan redenominasi hanyalah penyederhanaan nilai nominal mata uang, dimana nilai tukar dan daya beli masyarakat tidak berubah. Selanjutnya redenominasi juga dilaksanakan pada saat inflasi yang rendah dan stabil. Alasan Bank Indonesia untuk melaksanakan redenominasi adalah karena pecahan rupiah Rp 100.000 merupakan pecahan tertinggi kedua di dunia setelah Vietnam yang mencetak pecahan sampai 500.000 Dong (Amir, 2011). Alasan lain, karena dengan nilai nominal mata uang yang terlalu besar seolah – olah mencerminkan bahwa dimasa lalu negara pernah mengalami inflasi yang sangat tinggi atau mengalami kondisi fundamental ekonomi yang kurang baik (Kesumajaya, 2011). Menurut Hardiyanto dan Daulay (2013), alasan BI meredenominasi rupiah adalah karena ketidaknyamanan dan ketidakefisien dalam melakukan transaksi dengan pecahan mata uang yang terlalu besar. Juga untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan ASEAN. Bank Indonesia menilai bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan redenominasi rupiah. Hal ini karena perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah berada dalam kondisi yang sehat dan stabil, dengan kisaran iflasi antara 4 sampai 7 persen per tahun (BPS, 2013). Selain itu, juga untuk meningkatkan martabat dan kredibilitas bangsa Indonesia baik dimata nasional maupun internasional. Namun, kebijakan ini memerlukan waktu yang lama, persiapan yang matang dan landasan hukum yang tepat. Selanjutnya, 3 diperlukan sosialisasi yang baik kepada publik agar tidak menimbulkan gejolak ekonomi dan politik dalam masyarakat. Pelaksanaan redenominasi ini akan dilakukan diseluruh wilayah dan Propinsi di Indonesia, tidak terkecuali di Sumatera Barat bahkan sampai ke daerah Kabupaten atau Kota, seperti di Kota Payakumbuh. Kota Payakumbuh adalah adalah salah satu kota besar di Sumatera Barat yang memiliki populasi cukup besar. Dimana menurut data Badan Pusat Statistik pada tahun 2013, populasi atau jumlah penduduk Kota Payakumbuh adalah sebanyak 123.654 jiwa dengan luas wilayah sekitar 80,43 km2. Pada tahun 2013, Kota Payakumbuh merupakan salah satu Kota dengan penyumbang PDRB yang cukup besar di Sumatera Barat yaitu sebesar 1.601.214,88 juta. Selain itu, Kota Payakumbuh juga termasuk salah satu kota dengan posisi simpanan masyarakat baik rupiah maupun valuta asing di bank umum dan BPR yang tinggi berdasarkan kota atau kabupaten di Sumatera Barat, yaitu sebesar 1.137.028 pada tahun 2013 (BPS, 2013). Selain itu Kota Payakumbuh jika dilihat berdasarkan tingkat kota tidak termasuk kabupaten di Sumatera Barat, juga termasuk salah satu kota dengan persentase cukup tinggi menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduknya, yaitu dibawah Kota Padang dan Bukittinggi. Dari data BPS pada tahun 2013 lebih banyak persentase penduduk yang menamatkan pendidikan tingak Menengah Keatas, yaitu sebesar 19,52 persen. Karena itu jika dilihat dari beberapa kategori tersebut, seperti dari tingkat PDRB, posisi simpanan di bank umum dan BPR serta dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduknya, maka Kota Payakumbuh memang bisa 4 dikatakan sebagai salah satu Kota besar di Sumatera Barat. Secara umum, di Kota besar akses informasi, pengetahuan, arus pembayaran dan kegiatan perekonomian lebih bagus dan lebih lancar, kota menjadi pusat perdagangan atau pusat perekonomian, serta lebih maju daripada Kabupaten, begitu juga di Kota Payakumbuh. Redenominasi yang dilakukan akan menimbulkan dampak terhadap masyarakat di Kota Payakumbuh. Dimana terdapat pro dan kontra masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Menurut Hardiyanto dan Daulay (2013), hal itu disebabkan karena banyaknya masyarakat yang tidak memahami konsep redenominasi, bagaimana masyarakat menggunakan uang baru di masa transisi dan sebagian masyarakat akan mengira bahwa redenominasi itu sama dengan sanering yang menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap uang dan pemerintah. Dampak lainnya terjadi money illusion atau disebut juga bias psikologis adalah dampak yang muncul karena perubahan nominal mata uang, maka sebagian masyarakat akan menganggap harga barang menjadi lebih murah (Wibowo, 2013). Hal ini menyebabkan konsumsi menjadi tinggi dan harga barang akan meningkat, sehingga terjadi inflasi kembali yang lebih tinggi, uang menjadi tidak berharga dan nilai tukarnya semakin rendah. Maka diperlukan pengkajian lebih lanjut dan persiapan yang baik untuk melaksanakan kebijakan tersebut, karena setiap kebijakan akan berdampak langsung terhadap masyarakat dan perekonomian di suatu daerah termasuk di Kota Payakumbuh. Berdasarkan hal – hal yang dijelaskan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian kemudian menuliskannya dalam bentuk skripsi dengan 5 judul “Persfektif Masyarakat di Kota Payakumbuh terhadap Rencana Kebijakan Redenominasi Mata Uang Rupiah”. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah persepsi masyarakat di kota Payakumbuh terhadap rencana kebijakan redenominasi mata uang rupiah? 2. Bagaimanakah dampak redenominasi terhadap aktifitas perekonomian (Inflasi, nilai tukar, tabungan dan pola konsumsi) berdasarkan persepsi masyarakat di Kota Payakumbuh? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat di Kota Payakumbuh terhadap rencana kebijakan redenominasi mata uang rupiah. 2. Untuk mengetahui dampak dari redenominasi tersebut terhadap aktifitas perekonomian (Inflasi, nilai tukar, tabungan dan pola konsumsi) berdasarkan persepsi masyarakat di Kota Payakumbuh 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui persepsi atau pendapat masyarakat tentang kebijakan redenominasi, apakah 6 masyarakat setuju atau tidak redenominasi ini dilaksanakan di Indonesia, bagaimana dampak redenominasi tersebut terhadap aktifitas perekonomian seperti terhadap inflasi, nilai tukar (kurs), serta tabungan dan pola konsumsi setelah redenominasi diterapkan di Indonesia. Selain itu, bagi pemerintah dan Bank Indonesia serta pihak – pihak terkait lainnya dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam membuat atau merumuskan kebijakan megenai rencana dan pelaksanaan redenominasi di Indonesia. Selanjutnya penelitian ini diharapakan bisa menjadi referensi dan rekomendasi bagi penelitian terkait dimasa yang akan datang. 1.5 Ruang Lingkup Panelitian Untuk lebih terarahnya pembahasan, tujuan dan fokus penelitian tercapai, maka penelitian ini perlu dibatasi cakupannya. Dimana peneliti memfokuskan penelitian ini pada persepsi masyarakat di Kota Payakumbuh terhadap rencana kebijakan redenominasi mata uang rupiah dan dampaknya terhadap aktifitas perekonomian. Penulis melakukan penelitian ini di Kota Payakumbuh dengan populasinya adalah seluruh masyarakat yang terdiri dari lima Kecamatan di Kota Payakumbuh. Kemudian diambil sampel sebanyak 100 responden yang berumur 20 tahun keatas dan dipilih secara acak. Selanjutnya responden dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Cara atau teknik pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner. Metode analisis data dalam penelitian ini secara kualitatif dengan menggunakan teknik analisis deskriptif frekuensi dan analisis deskriptif tabulasi silang (crosstabulation).

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: H Social Sciences > H Social Sciences (General)
Divisions: Fakultas Ekonomi
Depositing User: Ms Randa Erdianti
Date Deposited: 02 Mar 2016 03:11
Last Modified: 02 Mar 2016 03:11
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2849

Actions (login required)

View Item View Item