PERANAN ILMU KRIMINALISTIK DALAM MENGUNGKAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

MAVITA, SYAKDIAH (2015) PERANAN ILMU KRIMINALISTIK DALAM MENGUNGKAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text
919.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)

Abstract

Seiring dengan perkembangan jaman tindak kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan juga semakin berkembang, yaitu dengan menghilangkan perbuatannya. Semakin berkembangnya tindakan pelaku kejahatan untuk menghilangkan benda-benda atau bukti yang digunakan oleh pelaku kejahatan dalam melakukan suatu tindak pidana sehingga pelaku kejahatan dapat terbebas dari jeratan hukum, menyikapi hal demikian perlu ketelitian dan kecermatan bagi penyidik dalam mencari dan menemukan bukti-bukti apakah telah terjadi suatu tindak pidana pada suatu peristiwa yang diduga suatu tindak pidana. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 KUHAP mempunyai wewenang dalam menanganani laporan yang diduga peristiwa tindak pidana pidana yaitu salah satunya penanganan pertama pada tempat kejadian perkara. Pada suatu tindak pidana pembunuhan yang terjadi, penyidik dihadapkan pada suatu pembunuhan yang mana pada saat kejadian pembunuhan tersebut tidak ada saksi yang melihat, ataupun mendengar kejadian tersebut dan kejadian tersebut baru diketahui setelah beberapa saat oleh masyarakat dan kemudian masyarakat melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian, sesampainya ditempat kejadian perkara penyidik hanya menemukan mayat 11 korban, ditempat kejadian tidak ditemukannya bukti-bukti yang mengarah pada pelaku atau tidak adanya saksi pada waktu peristiwa itu berlangsung.1 Kejahatan merupakan suatu perbuatan atau tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang2, kejahatan atau tindak pidana sebagai salah satu bentuk dari perilaku menyimpang selalu ada dan melekat dalam kehidupan masyarakat, tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Masalah kejahatan sesungguhnya bukanlah merupakan masalah baru dalam abad informasi ini, karena kejahatan sudah ada dan dikenal sejak manusia diciptakan dan berkebudayaan, mungkin hanya bentuk-bentuk kejahatan, jumlah dan metode pelaksanaannya saja yang mengalami perkembangan ilmu dan teknologi.3 Mengungkapkan kejahatan merupakan tugas utama dari aparat Kepolisian yang terdiri dari penyelidik dan penyidik sebagai salah satu catur wangsa penegak hukum,yang dimulai dari proses penyelidikan untuk menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai sebuah tindak pidana serta penyidikan yang berfungsi untuk membuat terang tindak pidana tersebut dan menentukan siapa tersangkanya. Masalahnya lebih dari pada itu untuk mengungkapkan kejahatan seorang penyidik harus tahu dari mana dan bagaimana memulai kegiatannya agar mencapai tujuan yang dikehendakinya, yaitu terungkapnya suatu kejahatan. 1 Barda Nawawi Arief,1996, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Undip, Semarang, hlm 11. 2 R. Soesilo,1985, Undang-Undang Hukum.Pidana Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal., Penerbit Politeia. 3Sahetapy,1994,Globalisasi dan Kejahatan, Makalah Seminar Kriminologi ke VII, Undip, Semarang, hlm 5. 12 Segi yang terpenting dalam hukum pidana bukanlah hanya terletak pada masalah pidana dan pemidanaan saja, karena sebelum sampai pada tahap penjatuhan pidana kepada seseorang terlebih dahulu harus ditetapkan apakah perbuatan seseorang itu merupakan tindak pidana atau bukan. Kemudian harus pula ditentukan apakah seseorang yang telah melakukan tindak pidana itu kepadanya dapat di pertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukannya itu. Hal inilah yang secara dogmatis merupakan segi utama dalam hukum pidana di samping masalah pidana dan pemidanaan. Untuk menentukan suatu perbuatan sebagai tindak pidana erat kaitannya dengan asas legalitas sebagai suatu asas yang fundamental bagi suatu negara hukum,4 yang diatur dalam Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau yang disebut KUHP. Sedangkan masalah pertanggungjawaban pidana disandarkan kepada asas “culpabilitas” atau asas kesalahan yg di dalamnya terkandung pengertian “tiada pidana tanpa kesalahan” atau “geen straf zonder schuld”kedua asas tersebut dapat di pandang sebagai asas pokok (asas utama) dalam hukum pidana yang di atasnya berdiri sokogurunya hukum pidana, yakni perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. 5 Menurut Moeljatno kedua asas tersebut laksana dua mercusuar yang memancarkan sinarnya di atas samudera yang gelap dan berbahaya. 6 Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa asas 4 Sudarto, 1983, “Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana” Bandung: Sinar Baru, hlm 99 5Roeslan Saleh,1982 “Tentang : Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana” kertas kerja , disampaikan dalam Lokakarya Masalah Pembaharuan Kodifikasi Hukum Pidana Nasional, di Jakarta 6Moeljatno,1955,Perbuatan pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Pidato Dies Natalis ke VI Universitas Gajahmada Yogyakarta ,Jakarta:Bina aksara,hal. 35 13 legalitas dan asas kesalahan tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk memenuhi tujuan keadilan. Dalam melakukan penyidikan, seorang penyidik harus mengusahakan adanya keserasian antara dua kepentingan yang pokok yaitu antara kepentingan demi ketertiban di satu pihak, dan kepentingan demi kebebasan bergerak seseorang di lain pihak. Penyidik dalam melaksanakan tugasnya harus bekerja dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab, sebab sempurna atau tidaknya suatu tuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum tergantung pada hasil kerja penyidik yang berdiri digaris terdepan dalam pelaksanaan penegakan hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang selanjutnya disebut KUHAP, yaitu ; “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. Penyidikan tindak pidana pada hakikatnya merupakan suatu upaya penegakan hukum yang bersifat pembatas atau pengekangan hak asasi seseorang dalam rangka usaha untuk memulihkan keamanan dan ketertiban masyarakat, yang dimana terganggunya keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum guna terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat. Tanggung jawab yang dibebankan kepada penyidik berdasarkan KUHAP sangat berat, yaitu dalam hal penyidikan salah atau keliru dalam menentukan, menerangkan sebuah tindak pidana dan menentukan seorang tersangka dapat berakibat adanya tuntutan hukum dari tersangka dengan praperadilan, tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi. 14 Kekeliruan atau kekurangan itu dapat berakibat seseorang yang tidak bersalah, hak-haknya menjadi berkurang dengan adanya proses penangkapan, penahanan, penyitaan dan penggeledahan akan tetapi sebaliknya juga mengakibatkan seseorang yang bersalah bebas dari penegakan hukum. Meningkatnya kuantitas dan kualitas dari kejahatan dapat merusak keselarasan dan keserasian hidup manusia, sehingga tidak adanya rasa aman atau perlindungan kepada setiap manusia, dengan demikian diperlukan suatu bidang ilmu untuk mengungkap kejahatan, yakni ilmu kriminalistik. Ilmu Kriminalistik dalam penyidikan bertujuan untuk menentukan terjadi atau tidak terjadinya suatu kejahatan khususnya tindak pidana pembunuhan, keberadaan ilmu kriminalistik sangatlah penting dalam mengungkapkan pelaku pembunuhan dengan cara menerapkan tekhnik pengusutan dan penyidikan secara scientific (ilmiah/terlatih), dalam mengungkap kejahatan dengan menggunakan scientific criminalistik antara lain yaitu identifikasi, laboratorium criminal, alat mengetest golongan darah (DNA), alat mengetest kebohongan, balistik, alat penentu keracunan kedokteran kehakiman, forensic toksiology dan lain-lain scientific criminalistik lainnya sesuai dengan perkembangan teknologi sehingga dapat mencegah dan menanggulangi kejahatan tersebut.7 Hal ini bertujuan menghindarkan kesalahan dan penyelewengan penyidikan, terutama pada perkara-perkara yang mengundang opini masyarakat dan dapat bertindak secara jujur dan benar dalam bertindak selaku pembela sehingga bisa mendudukan perkara secara benar dan tuntas. 7H.R. Abdussalam,2014, Criminology (Pembebasan Dengan Kasus Tindak Pidana Yang Terjadi Di Seluruh Indonesia), Jakarta:PTIK,hlm 18. 15 Pada suatu tindak pidana yang terjadi khususnya tindak pidana pembunuhan, keahlian serta keprofesionalan penyidik sangat menentukan dalam mengungkapkan pelaku atau tersangka dari tindak pidana tersebut. Dalam melakukan penyidikan suatu tindak pidana pembunuhan penyidik akan mengalami kesulitan dalam mencari dan menemukan tersangkanya bila tindak pidana pembunuhan tersebut, pelaku atau tersangkanya tidak tertangkap tangan atau tidak diketahui sama sekali. Adakalanya pembunuhan yang dilakukan oleh seorang profesional meninggalkan bukti yang sangat sedikit sekali, sehingga barulah penyidik mempergunakan ilmu kriminalistik dan ilmu-ilmu pembantu lainnya dalam menangani peristiwa pembunuhan yang terjadi tersebut. Bila kita simak melalui media-media yang ada, baik media elektronik maupun media cetak banyaknya berita mengenai maraknya tindak pidana pembunuhan, dengan berbagai macam modus operandi yang dilakukan oleh pelaku. Terkait hal di atas pentingnya ilmu kriminalistik bagi penyidik agar membantu penyidik untuk menyelesaikan, menjelaskan dan membuat terang tindak pidana pembunuhan dan menemukan siapa tersangkanya. Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan pembahasan dalam suatu karya ilmiah berbentuk skripsi guna mengetahui bagaimana peranan ilmu kriminalistik bagi penyidik dalam menyelesaikan yang terjadi khusunya tindak pidana pembunuhan. 16 Dalam karya ilmiah ini penulis mengangkat judul: “PERANAN ILMU KRIMINALISTIK BAGI PENYIDIK DALAM MENGUNGKAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Di Wilayah Hukum Polresta Padang)”.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Ms Lyse Nofriadi
Date Deposited: 02 Mar 2016 02:40
Last Modified: 02 Mar 2016 02:40
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2786

Actions (login required)

View Item View Item