HARDILA, HARDILA (2015) Pengukuran Value at Risk dengan Metode Historical Simulation, Variance Covariance dan Monte Carlo Simulation. Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text
912.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
Kemajuan perekonomian Indonesia saat ini khususnya dibidang pasar modal telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terlihat dari penurunan tingkat suku bunga BI dan turunnya inflasi, yang menyebabkan nilai IHSG naik. Faktor inilah yang menyebabkan masyarakat menjadi lebih antusias dalam berinvestasi di pasar modal. Pilihan instrument pasar modal pun kini sudah bervariasi seperti saham, obligasi dan reksadana sehingga menjadi alternatif yang menarik bagi investor. Fenomena dan realitas yang terjadi pada dunia bisnis seringkali tidak mampu diprediksi dengan baik. Faktor-faktor eksternal seperti kondisi ekonomi global, keadaan sosial masyarakat, dan suasana politik yang berubah kian cepat juga sangat mempengaruhi iklim di dunia bisnis. Hal ini mengajak kita untuk berfikir mengenai pengelolaan dan strategik perusahaan yang tangguh. Dalam skala global misalnya kita melihat perusahaan yang termasuk fortune 500, sepertiga diantaranya tidak muncul lagi dalam tujuh tahun kemudian. Dan kalau dilihat lebih ke dalam, ke arah domestik Indonesia, setelah krisis melanda Indonesia di pertengahan tahun 1998 sebagian besar perusahaan di Indonesia tidak dapat bertahan hidup, bahkan banyak diantaranya dilikuidasi. Hampir semua investor tidak menginginkan kerugian pada waktu melakukan investasi. Berbagai cara dilakukan agar terhindar dari kerugian, atau setidaknya keuntungannya maksimal dengan risiko yang minimal. Problem utama yang dihadapi setiap investor adalah menentukan aset – aset berisiko mana yang harus dibeli. Setiap pebisnis dituntut untuk melakukan perencanaan kebijakan guna menjaga dan meningkatkan eksistensi serta profitabilitas perusahaan. Pengaruh suhu politik akibat pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di Juli 2014 tidak menyurutkan optimisme investor untuk tetap bertransaksi di pasar modal Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan pergerakan IHSG yang mengalami kenaikan 21,15%, yaitu dari 4.274,177 poin pada akhir 2013 menjadi 5.178,373 poin pada 29 Desember 2014. Bahkan pada 8 September 2014, IHSG telah berhasil mencatatkan rekor indeks tertinggi sepanjang sejarah dengan ditutup pada level 5.246,489 poin. Sedangkan nilai kapitalisasi pasar saham meningkat sebesar 22,76% dari Rp4.219 triliun pada akhir Desember 2013 menjadi Rp5.179 triliun pada 29 Desember 2014. Pertumbuhan IHSG secara year to date tersebut tercatat sebagai yang tertinggi keempat jika dibandingkan dengan bursa-bursa utama di kawasan regional dan dunia. Peningkatan persentase level IHSG hanya di bawah Bursa Shanghai (dengan kenaikan 49,72%), Bursa India (28,52%), dan Philipina (22,76%). Level IHSG di sepanjang 2014 telah melebihi Bursa Thailand (15,15%), Indeks Nikkei Jepang (8,83%), Bursa Singapura (6,32%), Bursa Hongkong (2%), Bursa Australia (1,75%), Indeks FTSE 100 Inggris (-1,71%), Bursa Korea (-4,15%), Indeks Dow Jones Amerika Serikat (-4,95%), dan Bursa Malaysia (-5,28%). Bahkan secara jangka panjang, pertumbuhan IHSG dalam enam tahun terakhir (2008-29 Desember 2014) tercatat berada di urutan kedua dengan jumlah pertumbuhan return sebesar 282,05%. Faktor inilah yang mendorong masyarakat untuk berinvestasi dalam pasar modal. Namun pada kenyataannya, penananam modal pada suatu saham tidak terlepas dari faktor risiko kegagalan, karena di masa mendatang dilingkupi kondisi ketidakpastian. Investor sangat bergantung pada pergerakan indeks untuk menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli satu atau beberapa saham. Setiap investor harus mampu menghadapi dan melakukan perlindungan atas aset investasi sesuai dengan kemampuannya menghadapi sebuah risiko. Oleh karena itu pengukuran risiko menjadi pertimbangan penting dalam hal ini. Faktor-faktor risiko yang mungkin akan mempengaruhi tingkat keuntungan dalam investasi saham harus selalu dideteksi agar seluruh gerak pasar dapat diantisipasi. Dengan begitu maka diperlukan pengukuran risiko dalam manajemen risiko. Penerapan manajemen risiko ini akan memberikan manfaat berupa gambaran kepada para pihak mengenai kemungkinan adanya kerugian di masa yang akan datang. Tingginya kebutuhan untuk mengukur risiko secara lebih tepat menyebabkan banyaknya metode-metode pengukuran yang diusulkan baik dari peneliti maupun praktisi. Dari sekian banyak metode pengukuran risiko yang ada, Value at Risk merupakan metode yang paling banyak digunakan. VaR menjadi popular karena metode ini menggabungkan keunggulan dari pengukuran-pengukuran risiko sebelumnya (Maruddani dan Purbowati, 2009). Sejalan dengan itu, peraturan pemerintah, dalam hal ini peraturan Bank Indonesia (BI) No.5/8/PBI/2003 tentang penerapan pengelolaan risiko bagi perbankan dan surat edaran No.5/21/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang penerapan metode VaR, menyebabkan pengembangan konsep VaR pada intitusi perbankan berkembang pesat. Atas dasar itulah peneliti ingin mengangkat judul dengan menggunakan model Value at Risk. Metode Value at Risk saat ini diterima dan diaplikasikan karena dianggap sebagai metode standar dalam mengukur risiko. VaR merupakan suatu perkiraan tingkat kerugian maksimum yang mungkin diperoleh. Aspek terpenting dalam perhitungan VaR adalah menentukan jenis metodologi dan asumsi yang sesuai dengan distribusi return. Hal ini dikarenakan perhitungan VaR berdasarkan pada distribusi return sekuritas, dimana sekuritas merupakan bukti uang atau bukti pembayaran modal, misalkan saham, obligasi, wesel, sertifikat, dan deposito. Penerapan metode dan asumsi yang tepat akan menghasilkan perhitungan VaR yang akurat untuk digunakan sebagai ukuran risiko. Ada tiga metode utama untuk menghitung VaR yaitu metode Variance Covariance, metode simulasi Monte Carlo dan metode simulasi historis (Butler, 1999). Ketiga metode mempunyai karakteristik dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Metode variance covariance mengasumsikan bahwa return berdistribusi normal dan return portofolio bersifat linier terhadap return aset tunggalnya. Kedua faktor ini menyebabkan estimasi yang lebih rendah terhadap potensi volatilitas (standar deviasi) aset atau portofolio di masa depan. VaR dengan metode simulasi Monte Carlo mengasumsikan bahwa return berdistribusi normal yang disimulasikan dengan menggunakan parameter yang sesuai dan tidak mengasumsikan bahwa return portofolio bersifat linier terhadap return asset tunggalnya. VaR dengan simulasi historis adalah metode yang mengesampingkan asumsi return yang berdistribusi normal maupun sifat linier antara return portofolio terhadap return aset tunggalnya. Nilai VaR digunakan untuk mengetahui perkiraan kerugian maksimum yang mungkin terjadi sehingga dapat untuk mengurangi risiko tersebut (Butler, 1999). Pemilihan Perusahaan perbankan yang terdaftar dalam index LQ45 sebagai objek penelitian ini adalah karena indeks LQ45 adalah kumpulan 45 saham – saham yang mempunyai likuiditas yang tinggi atau sering ditransaksikan dan biasanya manajer investasi akan menempatkan dananya pada saham – saham yang termasuk dalam LQ45 untuk mengurangi risiko likuiditas. Dengan demikian LQ45 juga dianggap sebagai benchmark untuk menilai suatu kinerja investasi berbasis pasar modal. Saham saham yang masuk ke dalam indeks LQ45 dinilai menjadi pemicu utama penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) (vivanews, 2014). Sedangkan alasan pemilihan perusahaan perbankan sendiri karena perusahaan perbankan sangat memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap isu-isu yang beredar dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Pemilihan tahun 2014 sebagai tahun penelitian adalah karena pada tahun ini terjadi fenomena penting di Indonesia yaitu Pemilihan Umum (Pemilu) yang menyebabkan keadaan perekonomian tidak stabil. Selain itu tahun 2014 merupakan tahun terbaru sehingga data yang diperoleh merupakan data ter-update. Periode pengambilan data selama 1 tahun dari 2 januari sampai 31 Desember 2014. Periode ini sudah mencerminkan suatu siklus untuk pergerakan saham dan memenuhi standar Bank for Settlements (BIS) dalam pengukuran risiko pasar (minimal 250 atau 1 tahun). Beberapa penelitian terdahulu telah dilakukan dalam menghitung Value at Risk terhadap saham aset baik tunggal maupun portofolio. Penelitian-penelitian tersebut memiliki kelemahan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Di Asih Maruddani dan Ari Purbowati (2009) mengukur Value at Risk pada Aset Tunggal dan Portofolio hanya menggunakan satu metode yaitu metode simulasi Monte Carlo. Bayu Heryadi Wicaksono (2014) meneliti Value at Risk terhadap Reksadana, namun hanya menggunakan 2 metode yaitu simulasi historis dan variance-covariance. Bambang Yudatmo Soegijono (2006) meneliti tentang Value at Risk dengan tiga metode pendekatan yaitu: Historical simulation, Varian-Covariance dan Monte Carlo Simulation, untuk return harga saham PT. Indosat di Bursa Efek. Penelitian tersebut melakukan semua perhitungan VaR, namun dalam pengujian validitas dengan backtesting hanya metode Variance-Covariance yang valid. Berdasarkan uraian diatas peneliti akan melakukan penelitian dengan menggunakan ke-3 metode perhitungan Value at Risk yang berjudul “Pengukuran Value at Risk dengan Metode Historical Simulation, Variance Covariance dan Monte Carlo Simulation”. (Studi pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Indeks LQ45 Indonesia Tahun 2014)
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | H Social Sciences > HD Industries. Land use. Labor > HD28 Management. Industrial Management |
Divisions: | Fakultas Ekonomi > Manajemen |
Depositing User: | Ms Lyse Nofriadi |
Date Deposited: | 02 Mar 2016 02:38 |
Last Modified: | 02 Mar 2016 02:38 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2768 |
Actions (login required)
View Item |