YENI, DANIATI (2013) HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN STROKE BERULANG DI POLIKLINIK SYARAF RSUP Dr.MDJAMIL PADANG TAHUN 2013. Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text
319.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (321kB) |
Abstract
Jenis penyakit yang saat ini sedang menjadi perhatian lebih oleh para peneliti medis adalah jenis penyakit golongan killer silent. Killer silent adalah penyakit yang sebagian besar diderita oleh seseorang tanpa merasakan gejalagejalanya walaupun sudah dalam tahap yang serius. Salah satu penyakit killer silent adalah stroke (Cahyono, 2008). Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan/kematian ( Batticaca, 2008). Stroke menyebabkan kelumpuhan, perubahan mental, gangguan daya pikir, kesadaran, konsentrasi, kemampuan belajar dan fungsi intelektual lainnya, gangguan komunikasi, gangguan emosional dan kehilangan indera rasa (Vitahealth, 2003). Menurut Taylor (1991, dalam Handayani, 2009 ) stroke membawa pengaruh terhadap semua aspek kehidupan seseorang yang mengalaminya baik dari aspek personal sosial, vokasional dan fisik. Penderita stroke akan mengalami ketergantungan pada orang lain khususnya keluarga dan menyebabkan gangguan relasi sosial. Orang yang sudah pernah terkena stroke beresiko tiga kali untuk terkena stroke lagi (Stroke, 2012). Berdasarkan data dari WHO (2012), jumlah penderita stroke di seluruh dunia menduduki peringkat ketiga di dunia dengan laju mortalitas 18-37 % ( Adientya., 2012). Broderick (2001, dalam Price & Wilson, 2006 ) di Amerika Serikat angka kematian setiap tahun akibat stroke baru atau rekuren adalah lebih dari 200.000 orang atau 16 % . Tingkat penyembuhan stroke masih rendah, sebanyak 15-30% penderita akan mengalami kelumpuhan atau cacat yang permanen, kehilangan suara atau daya ingat dan berbagai akibat lainnya. Sekitar 25% dari pasien stroke meninggal dalam tahun pertama setelah serangan stroke dan 14-15% mengalami stroke kedua dalam tahun yang sama setelah mengalami stroke pertama (Vitahealth, 2003). Insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000 pertahun, dengan 200.000 merupakan stroke berulang (Price & Wilson, 2006). Insiden stroke di Indonesia semakin lama semakin menurun tetapi prevalensi ratenya semakin naik. Ini menunjukkan bahwa jumlah kasus stroke setiap tahun semakin meningkat, dengan demikian berarti penderita cacat akibat stroke semakin banyak sehingga fungsi rehabilitasinya semakin penting (Supraptiningsih, 2002). Di Sumatra Barat jumlah penderita stroke pada tahun 2012 terdapat 35.108 kasus stroke dan 5000 merupakan stroke berulang. Sedangkan pada tahun 2009 berjumlah 435 orang (Profil Dinkes Padang,2009) Di Poliklinik Syaraf Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang penderita stroke pada tahun 2012 sekitar 840 orang, dengan perincian 732 merupakan stroke serangan pertama dan 108 merupakan serangan stroke berulang (Rekam Medis RSUP M. Djamil Padang). Sedangkan kejadian stroke berulang rata-rata selama 3 bulan terakhir dari bulan desember sampai februari 2013 didapatkan kasus sebanyak 60 orang perbulan. Terjadinya serangan stroke berulang pada penderita stroke umumnya dipicu dari psikologis pasien yang merasa menyerah terhadap penyakit dan kondisi tubuhnya yang mengalami kecacatan atau kelumpuhan jangka panjang pasca stroke, sehingga penderita tidak dapat melakukan aktivitas dan berperan seperti sebelumnya. Rendahnya motivasi dan harapan sembuh penderita serta kurangnya dukungan keluarga sangat berpotensi menimbulkan beban dan berujung pada stres (Kumolohadi, 2001). Menurut Siswanto (2005) faktor-faktor resiko yang mempengaruhi kejadian stroke berulang adalah tekanan darah sistolik > 140 mmHg, kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl, kelainan jantung, dan ketidakteraturan berobat. Penanganan yang komprehensif sangat dibutuhkan bagi pasien pasca stroke ini dalam upaya pemulihannya. Sedangkan menurut Damayanti (2011) serangan stroke berulang diakibatkan ketidakdisiplinan dalam pengobatan dan terapi, tidak ada kemauan untuk memperbaiki diri dan adanya permasalahan yang berkepanjangan dalam hidupnya, dimana permasalahan-permasalahannya seharusnya di netralisir dalam otak si penderita. Stroke yang berulang seringkali lebih berat dibanding stroke yang terjadi sebelumnya karena bagian otak yang terganggu akibat serangan terdahulu belum pulih sempurna. Ketika terjadi serangan lagi, maka gangguan yang sudah dialami jadi semakin bertambah parah. Risiko kematian atau kecacatan akan terus meningkat setiap kali terjadi stroke berulang (Harnowo, 2012). Semakin luas kerusakan yang terjadi di otak akibat serangan stroke dan semakin sering stroke berulang maka akan memperburuk keadaan dari pasien dan meningkatkan resiko kematian (Redaksi Klinik Dokter). Upaya pencegahan stroke berulang yang dapat dilakukan antara lain, menjalankan gaya hidup sehat dengan cara menghindari : rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, mengurangi : kolesterol dan lemak dalam makanan, mengendalikan : hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit sumbatan pembuluh darah, menganjurkan : asupan gizi seimbang dan olah raga teratur, secara rutin berkunjung ke dokter spesialis saraf untuk kontrol, mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh dokter spesialis saraf, dukungan dan peran serta keluarga yang optimal, berkonsultasi dengan bagian rehabilitasi medis sebagai usaha suportif bagi pasien untuk membantu aktivitas sehari-hari seperti bicara, bergerak, makan dan minum, dan sebagainya (redaksi klinik dokter). Mengenai pengobatan secara refleksi, mungkin dapat dilakukan sebagi usaha suportif bagi pasien untuk membantu meringankan gejala yang muncul. Resiko-resiko serangan stroke berulang harus di minimalisir dengan adanya keluarga yang merupakan daya tahan bagi penderita pasca stroke (Damayanti, 2011). Beberapa hal yang menjadi peran keluarga terhadap pasien pasca stroke menurut Yaslina (2011) adalah memberikan dukungan dan juga perhatian untuk pemulihan kesehatan pasien, seperti halnya dalam hal mengantar pasien untuk kontrol dan juga mengingatkan pada saat waktu minum obat, selain itu pasienpasien dengan stroke karena disabilitasnya sering jatuh dalam depresi, pendampingan dan dukungan penuh dari keluarga serta semangat dari keluarga akan sangat menolong pemulihan, mendampingi pasien dalam melakukan aktifitas kegiatan sehari-hari, dan memberikan bantuan jika memang diperlukan, melakukan pengontrolan tekanan darah secara rutin, paling tidak dalam seminggu sekali karena faktor resiko stroke adalah peningkatan tekanan darah tinggi (Hipertensi). Kontrol tekanan darah dan kolesterol adalah kunci untuk pencegahan dari kejadian-kejadian stroke atau stroke berulang dimasa depan (Muttaqin, 2008). Tugas keluarga menurut Jumaidar (2011) adalah memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit atau tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda. Maka perawatan yang diberikan keluarga kepada pasien pasca troke sangat penting untuk mencegah timbulnya stroke berulang, seperti pengaturan diit, memotivasi dan mengawasi penderita melakukan latihan-latihan atau aktivitas sesuai kemampuannya serta membantu kebutuhan sehari-hari (Jumaidar, 2011 ). Klien pasca stroke yang tidak melakukan perawatan yang optimal dapat menyebabkan terjadinya stroke berulang (Yaslina, 2011). Individu yang mempunyai dukungan keluarga yang kuat untuk mengubah perilaku kesehatannya jauh lebih cenderung untuk mengadopsi dan mempertahankan perilaku kesehatan yang baru dari pada individu yang tidak memiliki dukungan keluarga untuk mengubah perilaku kesehatannya (Friedman, 2003). Keluarga secara tradisional terdiri atas individu yang bergabung bersama oleh ikatan pernikahan , darah, atau adopsi dan tinggal di dalam suatu rumah tangga yang sama ( Yenni, 2011). Menurut Friedman (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional, dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Keluarga merupakan konteks sosial primer untuk promosi kesehatan dan pencegahan penyakit (Potter & Perry, 2009). Anggota keluarga diketahui sebagai sumber dukungan dan bantuan paling signifikan dalam membantu anggota keluarga yang lain mengubah gaya hidupnya (Friedman, 2010). Keluarga adalah sumber utama konsep sehat sakit dan perilaku sehat sehingga dapat menjalankan sebuah peran pendukung yang penting selama periode pemulihan dan rehabilitasi klien. Jika dukungan ini tidak tersedia, keberhasilan pemulihan /rehabilitasi menurun secara signifikan (Friedman, 2003). Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman, 1998). Dalam memberikan dukungan terhadap salah satu keluarga yang menderita suatu penyakit, dukungan dari seluruh anggota keluarga sangat penting dalam proses penyembuhan dan pemulihan pasien. (Friedman, 1998) Dukungan keluarga adalah dukungan dalam bentuk memberikan semangat, motivasi, dan dorongan kepada individu agar dapat menerima kondisi dan berusaha dengan kuat untuk sembuh. Dukungan ini seperti dapat membangun perasaan individu untuk bangga pada dirinya sendiri, merasa mampu dan merasa dihargai, diantaranya dukungan instrumental dan dukungan informasional. (Badudu, 2000). Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga dapat diberikan dalam beberapa bentuk, yaitu: a). dukungan informasional; b). dukungan penghargaan/penilaian; c). dukungan instrumental; dan d). dukungan emosional. Dukungan informasional adalah dukungan yang diberikan dalam bentuk memberikan saran, nasehat, dan informasi terkait dengan penyakit yang dialami. Dukungan informasional yang dapat diberikan pada pasien pasca stroke dapat berupa, mencari tahu tentang penyakit stroke, cara merawat pasien pasca stroke di rumah, mencari tahu makanan yang dibutuhkan oleh pasien pasca stroke, menasehati pasien pasca stroke untuk rutin melakukan terapi yang sesuai dan dibutuhkan. Dukungan penghargaan/penilaian adalah dukungan yang diberikan dalam bentuk saling memberikan umpan balik dan menghargai. Dukungan penghargaan yang dapat diberikan pada pasien pasca stroke dapat berupa memberikan reinforcement positif saat pasien pasca stroke berhasil melakukan sesuatu, misalnya memberikan selamat karena pasien pasca stroke berhasil mengangkat tangannya yang selama ini susah dilakukannya. Dukungan instrumental dalam bentuk bantuan tenaga, uang, dan waktu. Dukungan instrumental yang dapat diberikan pada pasien pasca stroke adalah membantu pasien pasca stroke melatih rentang geraknya selama di rumah, menemaninya menjalani terapi rehabilitasi. Dukungan emosional diberikan dalam bentuk perhatian dan kasih sayang. Sedangkan dukungan emosional yang dapat diberikan pada pasien pasca stroke adalah selalu memperhatikan kebutuhan pasien pasca stroke seperti makan dan minumnya, menunjukkan rasa sayang dengan selalu memotivasinya untuk sembuh lagi. Dari survey pendahuluan pada bulan Februari 2012 yang dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang pada 10 keluarga di dapatkan data sebagai berikut : 5 keluarga tidak tahu dan tidak mencari informasi tentang stroke dan bagaimana cara merawat keluarga dengan stroke dirumah. Empat keluarga tidak melatih rentang gerak keluarga dengan stroke dirumah, dan beberapa keluarga tidak memberikan makanan yang seharusnya di konsumsi oleh pasien pasca stroke (makanan tinggi serat, buahbuahan, dll). Empat keluarga tidak memotivasi anggota keluarga yang telah terserang stroke untuk tetap semangat menjalani kesehariannya dan 6 keluarga tidak memberikan reinforcement positif saat anggota keluarga yang telah terserang stroke berhasil melakukan sesuatu, menghargai keputusan anggota keluarga yang telah terserang stroke, misalnya disaat ia memilih untuk tinggal dengan keluarga yang mana atau dengan anak yang mana. Dari hal diatas disebabkan karena banyak keluarga pasien yang mengabaikan peran dan dukungan mereka terhadap pasien pasca stroke. Mereka menganggap pasien sudah sembuh sepulang dari perawatan di rumah sakit. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien pasca stroke adalah dukungan keluarga yang dapat mempengaruhi kepuasan terhadap status kesehatannya (Apriyeni, 2011). Wade (2001, dalam Lawrence , 2009) menyatakan perilaku atau gaya hidup penderita stroke dapat dipengaruhi oleh keluarga. Keadaan tersebut membuat klien stroke membutuhkan dukungan dari lingkungan mereka khususnya adalah keluarga. Kesuksesan keluarga dalam memberikan dukungan pada anggota keluarga dengan stroke dapat mempercepat proses pemulihan mobilitas, pencapaian dalam aktivitas sehari-hari dan kualitas kehidupan klien (Lawrence, 2009) Berdasarkan semua fenomena dan teori yang telah dijelaskan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kejadian Stroke Berulang Di Poliklinik Syaraf RSUPM. Djamil Padang Tahun 2013”.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | R Medicine > R Medicine (General) R Medicine > RT Nursing |
Divisions: | Fakultas Keperawatan |
Depositing User: | Ms Ikmal Fitriyani Alfiah |
Date Deposited: | 02 Mar 2016 02:32 |
Last Modified: | 02 Mar 2016 02:32 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2736 |
Actions (login required)
View Item |