UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA OLEH RESERSE KRIMINAL KEPOLISIAN RESORT SIJUNJUNG

RIDHO, CAKRA YOGASWARA PRATAMA (2015) UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA OLEH RESERSE KRIMINAL KEPOLISIAN RESORT SIJUNJUNG. Diploma thesis, UPT. Perpustakaan.

[img] Text
897.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)

Abstract

Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini berarti bahwa seluruh aspek kehidupan di Negara ini diatur berdasarkan aturan hukum. Dalam negara hukum kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum (supremasi hukum) dan kedaulatan rakyat, yang bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum.1 Dalam upaya mewujudkan penegakan supremasi hukum di Indonesia, diperlukan produk hukum dan juga aparat penegak hukum. Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia telah mengatur fungsi dan tugas aparat Kepolisian sebagaimana tercantum di dalam Pasal 13 mengenai tugas dari Kepolisian : Memelihara kemanan dan ketertiban masyarakat; menegakan hokum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Masalah penegakan hukum dan upaya penanggulangan suatu tindak pidana merupakan hal yang cukup penting bagi negara yang menginginkan adanya suatu ketertiban hukum. Tindak pidana merupakan suatu masalah yang 1 Dwi Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta, Bumi Aksara, 2006 hlm. 17. 2 tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia dan merupakan masalah yang cukup kompleks yang setiap waktu dihadapi oleh aparat penegak hukum.2 Salah satu ancaman terhadap ketertiban hukum yaitu kejahatan (misdrijven). Istilah kejahatan berasal dari kata “jahat”, yang artinya sangat tidak baik, sangat buruk, sangat jelek, yang ditumpukan terhadap tabiat dan kelakuan orang. Kejahatan berarti mempunyai sifat yang jahat atau perbuatan yang jahat. Kejahatan merupakan suatu persoalan yang akan selalu ada di tengah-tengah masyarakat. Segala upaya dalam rangka meminimalisir jumlah kejahatan dilakukan melalui upaya pencegahan dan penindakan khususnya kejahatan pencurian kendaraan bermotor roda dua. Menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas Angkutan Jalan (LLAJ), yang dimaksud sepeda motor adalah kendaraan bermotor roda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan bermotor roda tiga tanpa rumah-rumah. Kejahatan pencurian kendaraan bermotor roda dua tergolong dalam tindak pidana pencurian dalam hukum pidana. Tindak pidana pencurian diatur di dalam pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian : “Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hokum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah:. 2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Universitas Indonesia, 1993, hlm. 287. 3 Selain itu, tindak pidana terhadap kendaraan bermotor roda dua merupakan kejahatan terhadap harta benda dengan hasil cukup bernilai dan mudah dilakukan. Pencurian kendaraan bermotor roda dua juga dapat dikatakan memiliki resiko yang cukup kecil untuk diketahui masyatakat, apalagi pihak Kepolisian. Karena pencurian kendaraan bermotor roda dua, cenderung merupakan pencurian yang dilakukan semata-mata tidak hanya karena ada niat dari pelaku, tetapi karena adanya kesempatan untuk melakukan tindak pidana pencurian tersebut. Terkadang kelalaian pemilikpun dapat membuat orang yang tidak berniat mencuri akhirnya menjadi pencuri, apalagi memang kesempatannya terbuka lebar. Tetapi untuk kendaraan bermotor roda dua yang akhirnya ditemukan dikemudian hari, biasanya identitas atau pemiliknya pun telah berubah. Dalam penegakan hukum tindak pencurian ini, peran pihak penyidik memegang posisi sangat penting. Hal ini sesuai dengan wewenang pihak penyidik sebagai mana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP yang berbunyi : Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana, b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. Melakukan pemeriksaaan dan penyitaan surat; f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang, g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 4 h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; i. Mengadakan penghentian penyidik; j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian, dalam hal ini dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim). Fungsi Satuan Sat Reskrim adalah menyelenggarakan segala usaha, kegiatan dan pekerjaan yang berkenaan dengan penyidikan tindak pidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku, kemudian berfungsi sebagai Korwas PPNS serta pengelola Pusat Informasi Kriminal (PIK). Sat Reskrim Bertugas membina fungsi dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dalam rangka penegakan hokum, koordinasi dan pengawasan operasional dan administrasi penyidik PPNS. Berdasarkan catatan Kepolisian Resor (Polres) Sijunjung dari tahun 2010 samapi tahun 2014, jumlah kasus pencurian kendaraan bermotor roda dua yaitu sebagai berikut : a. Tahun 2010 sebanyak 17 kasus b. Tahun 2011 sebanyak 30 kasus c. Tahun 2012 sebanyak 26 kasus d. Tahun 2013 sebanyak 26 kasus e. Tahun 2014 sebanyak 28 kasus Dari rentan waktu tahun 2010 sampai tahun 2014 terjadi peningkatan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua di wilayah hukum Polres Sijunjung. Kasus pencurian kendaraan bermotor roda dua dari rentan waktu 5 tahun 2010 sampai tahun 2014 terdapat 10 kasus yang belum terselesaikan oleh aparat Kepolisian Resor Sijunjung. Kejahatan pencurian kendaraan bermotor roda dua yang tergolong ke dalam tindak pidana diatur lebih lanjut diatur dalam pasal 362 KUHP. Dengan adanya pengaturan tersebut aparat Kepolisian seharusnya lebih proaktif dalam menyelesaikan segala tindak pidana yang terjadi, khususnya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda di wilayah hukum Polres Sijunjung, mengingat masih terdapat 10 kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor roda dua yang belum terselesaikan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membahas lebih lanjut untuk dilakukan penelitian dan penulisan dalam bentuk skripsi dengan judul “UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA OLEH RESERSE KRIMINAL KEPOLISIAN RESOR SIJUNJUNG”. B. Rumusan Masalah Agar permasalahan yang hendak diteliti tidak mengalami perluasan konteks dan agar penelitian yang dilaksanakan lebih mendalam maka perlu disusun rumusan masalah secara teratur dan sistematis sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Roda Dua oleh Reserse Kriminal Polres Sijunjung? 2. Apa Kendala yang Ditemui pihak Reserse Kriminal Polres Sijunjung dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Roda Dua ? 6 3. Bagaimana Upaya yang dilakukan oleh Reserse Kriminal Polres Sijunjung dalam Menanggulangi Kendala yang ditemui ? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertjuan untuk : 1. Untuk mengetahui upaya penanggulangan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua yang dilakukan oleh Reserse Kriminal Polres Sijunjung. 2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dialami oleh Reserse Kriminal Polres Sijunjung dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua. 3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Reserse Kriminal Polres Sijunjung dalam menanggulangi kendala yang ditemui. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum, khusunya dalam hukum pidana yang menyangkut Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor oleh Reserse Kriminal Resort Sijunjung. 7 2. Secara praktis untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh pada Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan di bidang hokum serta bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah penelitian ini, khususnya pembuat Undang-Undang, Penegak Hukum (Hakim, Jaksa, Polisi, Advokat), Akademisi dan Mahasiswa Fakultas Hukum. E. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat ataupun teori mengenai suatu permasalahan yang terjadi bahan perbandingan dan menjadi pegangan teoritis.3 Kerangka teori juga merupakan pemikiran teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang dapat dijadikan bahan perbandingan yang mungkin disetujui ataupun tidak dan merupakan masukan eksternal bagi pembaca.4 Suatu aturan hukum tidak akan berlaku tanpa ada upaya penegakan atas peraturan tersebut. Penegakan tersebut tidak hanya melibatkan aparat penegak hukum saja tetapi juga masyarakat selaku objek. Dibutuhkan kesadaran dari masyarakat akan hukum atau disebut juga dengan istilah melek hukum, dimana masyarakat menyadari 3 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Bandung, CV Mandar Maju, 1994, hlm..27. 4 Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, Indonesia, 2010. hlm 43. 8 bahwa dalam menjalankan hak-haknya masyarakat juga diberi batasan-batasan oleh hukum.5 Di dalam penelitian ini diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronny H.Soemitro bahwa untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian haruslah disertai dengan pemikiran teoritis. Kerangka teoritis merupakan kerangka pemikiran atau butir – butir pendapat, teori, tesis, penulis mengenai suatu kasus permasalahan (problem), bagi pembaca menjadi bahan perbandingan, pasangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujuinya dan ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca.6 Menurut Kaelan M,S landasan teori pada suatu penelitian merupakan dasar – dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian. Oleh sebab itu, kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai berikut: a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. 5 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta, Indonesia, 2009, hlm, 47. 6 Ronny H Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum, Ghalia, Jakarta, Indonesia, 1990. hlm.37. 9 b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep – konsep serta mengembangkan definisi – definisi. c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtiar dari pada hal – hal yang diteliti. Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindung, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan, melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan. Dalam penelitian ini, teori yang akan digunakan adalah teori penanggulangan dan teori penegakan hukum. a) Teori Penanggulangan Upaya penanggulangan kejahatan merupakan kebijakan integral yang terkait satu sana lain, yaitu kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan hukum pidana, untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kebijakan kriminal (criminal policy) atau politik kriminal adalah suatu usaha raisonal untuk menanggulangi kejahatan. Politik kriminal ini merupakan bagian dari politik penegakan hukum yang arti luas (law enforcement policy) yang merupakan bagian 10 politik sosial (social policy) yakni usaha dari masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan warganya.7 Usaha mencegah kejahatan adalah bagian dari politik kriminal, politik kriminal ini dapat diartikan dalam arti sempit, lebih luas dan penting luas. Sudarto menjelaskan: 1) Dalam arti sempit politik kriminal itu digambarkan sebagai keseluruhan asas dan metode, yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana. 2) Dalam arti luas ia merupakan keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi. 3) Sedangkan dalam arti yang paling luas ia merupakan keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk menegakan norma-norma sentral dari masyarakat.8 Penegakan norma sentral ini dapat diartikan sebagai penanggulangan kejahatan. Melaksanakan politik kriminal berarti mengadakan pemilihan dari sekian banyak alternatif, mana yang paling efektif dalam usaha penanggulangan tersebut.9 Upaya penanggulangan itu terdiri dari upaya preventif dan upaya repsetif, 7 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Pengembangan Ilmu Hukum Pidana, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005. hlm. 1 (selanjutnya ditulis Barda Nawawi Arief 1). 8 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, PT. Alumni, 2006. hlm. 113-114. 9 Ibid, hlm. 114. 11 Upaya Preventif adalah pencegahan terjadinya atau timbulnya kejahatan pertama kali.10 Mencegah kejahatan lebih baik dari pada mencoba mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sebagaimana semboyan dari kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan ulangan. Sedangkan Upaya Represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaiki kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak akan mengulangi dan orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat yang ditanggungnya sangat berat.11 Untuk merumuskan atau membuat hukum pidana positif lebih baik, tentunya bukan suatu pekerjaan yang mudah, apabila ilmu hukum pidana merupakan bagian dari ilmu pengetahuan sosial yang senantiasa terus berkembang bahkan berubah sesuai dengan kondisi zaman. Hukum itu sendiri pada kenyataannya memang masih merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan 10 Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta : Rajawali Pers, 1983, hlm.17. 12 kaidah-kaidah dan pola perlakuan terhadap individu-individu dalam masyarakat. Ilmu hukum mempelajari gejala-gejala tersebut serta menerangkan arti dan maksud kaidah-kaidah itu.12 Dalam kebijakan hukum pidana, pemberian pidana untuk menanggulangi kejahatan merupakan salah satu upaya di samping upaya-upaya lain. Penanganan kejahatan melalui sistem peradilan pidana merupakan sebagian kecil dari penangganan kejahatan secara keseluruhan. Upaya melalui sistem peradilan pidana dikenal dengan istilah “upaya penal” yaitu dengan menggunakan peraturan perundang-undangan pidana, di samping upaya “non penal” yang penekanannya ditunjukkan pada faktor penyebab terjadinya kejahatan. Keseluruhan penanggulangan kejahatan ini merupakan politik kriminal (kebijakan penanggulangan kejahatan). b) Teori Penegakan Hukum Landasan teori yang digunakan dalam tulisan ini adalah teori penegakan hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto. Beliau menyatakan, secara konseptual, inti dari arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai 12 Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Rangka Pembangunan di Indonesia, Jakarta : UI Press, 1983, hlm.3. 13 tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakannya keberhasilan penegakan hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti yang netral, sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor ini mempunyai hubungan yang saling berkaitan dengan eratnya, merupakan esensi tolok ukur dari efektivitas penegakan hukum. Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Hukum (Undang-undang). 2. Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup. Kemudian teori sistem hukum digunakan untuk membahas permasalahan mengenai hambatan-hambatan dalam upaya penanggulangan tindak pidana. Teori sistem hukum dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman sebagaimana dikutip Otje Salman dan Anton F. Susanto, sistem hukum meliputi : Pertama, struktur hukum (legal structure), yaitu bagian-bagian yang bergerak didalam suatu mekanisme sistem atau fasilitas yang ada dan disiapkan dalam sistem. Misalnya Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan. Kedua, substansi hukum (legal substance), yaitu hasil aktual yang diterbitkan oleh sistem hukum, misal putusan hakim berdasarkan 14 Undang-undang. Ketiga, budaya hukum (legal culture), yaitu sikap publik atau nilai-nilai komitmen moral dan kesadaran yang mendorong bekerjanya sistem hukum, atau keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana sistem hukum memperoleh tempat yang logis dalam kerangka budaya milik masyarakat.13 Dengan demikian untuk dapat beroperasinya hukum dengan baik, hukum itu merupakan satu kesatuan (sistem) yang dapat dipertegas sebagai berikut : a. Struktural mencakup wadah ataupun bentuk dari sistem tersebut yang mencakup tatanan lembaga-lembaga hukum formal, hubungan antara lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajiban. b. Substansi mencakup isi norma-norma hukum serta perumusannya maupun cara penegakannya yang berlaku bagi pelaksanaan hukum maupun pencari keadilan. c. Budaya mencakup meliputi pandangan, kebiasaan maupun perilaku dari masyarakat mengenai pemikiran nilai-nilai dan pengharapan dari sistim hukum yang berlaku, dengan perkataan lain, budaya hukum itu adalah iklim dari pemikiran sosial tentang bagaimana hukum itu diaplikasikan, dilanggar atau dilaksanakan. Kultur pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Nilai-nilai tersebut lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang harus diserasikan. Terkait dengan sistem hukum tersebut, Otje Salman mengatakan perlu ada suatu mekanisme pengintegrasian hukum, bahwa 13 M. Solly Lubis, Loc. Cit 15 pembangunan hukum harus mencakup tiga aspek di atas, yang secara ilmuan berjalan melalui langkah-langkah strategis, mulai dari perencanaan pembuatan aturan (Legislation Planing). Proses pembuatannya (law making procces), sampai kepada penegakan hukum (law enforcement) yang dibangun melalui kesadaran hukum (law awareness) masyarakat.14 Dalam penelitian ini penulis hanya berbicara pada tahap penegakan hukum (law enforcement). Penelitian ini tidak membicarakan tentang proses pembuatan hukum(law making procces). 2. Kerangka Konseptual. Kerangka konseptual menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang diteliti, suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut, gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.15 Untuk menghindari multitafsir dan kerancuan dalam penggunaan istilah, maka rumusan konsep peneliti meliputi hal-hal sebagai berikut : a) Penanggulangan Penanggulangan kejahatan dapat dilakukan oleh semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Berbagai program serta 14Ibid, hlm 154. 15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Ui-Press, 2010, hlm.132. 16 kegiatan yang telah dilakukan sambil terus mencari cara yang paling tepat dan efektif dalam mengatasi masalah tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh E.H.Sutherland dan Cressey yang mengemukakan bahwa dalam crime preventiondalam pelaksanaannya ada dua buah metode yang dipakai untuk mengurangi frekuensi dari kejatahan16, yaitu: 1. Metode untuk mengurangi pengulangan dari kejahatan Merupakan suatu cara ditujukan kepada pengurangan jumlah residivis (pengulangan kejahatan) dengan suatu pembinaan yang dilakukan secara konseptual. 2. Metode untuk mencegah the first crime Merupakan satu cara yang ditujukan untuk mencegah terjadinya kejahatan yang pertama kali (the first crime) yang akan dilakukan oleh seseorang dan metode ini juga dikenal sebagai metode prevention (preventif). Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa upaya penanggulangan kejahatan mencakup aktivitas preventif dan sekaligus berupaya untuk memperbaiki perilaku seseorang yang telah dinyatakan bersalah (sebagai seorang narapidana) di lembaga permasyarakatan.17 b) Pengertian Tindak Pidana 16 Melalui situs Raypratama.blogspot.com/2012/02/upaya-penanggulangan-kejahatan.thmll?m=1 17 Melalui situs http://id.wikipedia.org/wiki/penanggulangan-kejahatan pada minggu, 17 agustus 2014 Pukul 23.01 17 Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana.18Menurut Moelyatno menggunakan istilah Tindak pidana yang didefenisikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.19 c) Pengertian Tindak Pidana Pencurian dan Unsurnya 1) Pengertian tindak pidana pencurian Berdasarkan Pasal 362 KHUP yang dimaksudkan dengan pencurian adalah “Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian punya orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.” Dalam KHUP aturan mengenai delik pencurian ini diatur didalam Pasal 362. Berdasarkan rumusan Pasal 362 diketahui bahwa pada prinsipnya pencurian adalah merupakan perbuatan terlarang, syarat-syaratnya adalah: 1. Adanya niat dalam diri seseorang untuk melakukan kejahatan untuk melakukan kejahatan 2. Niat itu harus telah diwujudkan secara nyata dalam bentuk telah dilakukan pelaksanaan kejahatan pencurian tersebut. 3. Memiliki barang orang lain secara melawan hukum Sementara itu, menurut Poerwardarminta : 18 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2010, hlm. 48. 19 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta, Pt. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm 71. 18 “Pencuri berasal dari kata dasar curi yang berarti sembunyi-sembunyi atau diam-diam dan pencuri adalah orang yang melakukan kejahatan pencurian. Dengan demikian pengertian pencurian adalah orang yang mengambil milik orang lain secara sembunyi-sembunyi atau diam-diam dengan jalan yang tidak sah.”20 Pencurian termasuk kejahatan terhadap harta benda yang diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP. d) PengertianKendaraan Bermotor Roda dua Pengertian Kendaraan Bermotor Roda dua, menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) adalah: “Kendaraan bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.” F. Metode Penelitian 1. Sifat penelitian Penelitian yang penulis lakukan bersifat deskriptif, yaitu dengan memaparkan dengan jelas tentang hasil penelitian yang penulis dapatkan di lapangan, dalam hal ini adalah Kepolisian Resort Sijunjung. 2. Pendekatan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, penelitian ini merupakan penelitian hukum (Legal Research). F. Sugeng Istanto mendefenisikan penelitian hukum sebagai penelitian yang diterapkan atau diberlakukan 20 Poerwadaminta, KamusUmum Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1984, hlm. 217. 19 khusus pada ilmu hukum.21Pendekatan masalah yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah bersifat yuridis sosiologis yakni pendekatan yang menekankan pada praktek di lapangan terkait dengan aspek hukum atau perundang-undangan yang berlaku berkenaan dengan pokok masalah yang dibahas yaitu upaya penanggulangan tindak pencurian kendaraan bermotor roda dua.22 3. Jenis Dan Sumber Data Dalam penulisan ini jenis data yang digunakan adalah : a) Data Primer Data yang diperoleh langsung dari penelitian di lapangan pada Kepolisian Resort Sijunjung. Data ini diperoleh dengan mengadakan penelitian langsung kelapangan melalui wawancara yang dilakukan dengan aparat kepolisian di Polres Sijunjung. b) Data Sekunder Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan bahan kepustakaan berupa : 1) Bahan Hukum Primer Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, seperti : (a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 21 F. Sugeng Istanto, Penelitian Hukum, Yogyakarta, CV. Granda, 2005, hlm. 29. 22 ZainuddinAli, MetodePenelitianHukum, Jakarta SinarGrafika, 2009, hlm. 23. 20 (c) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (d) Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ). 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dalam menganalisa dan memahami peraturan perundang-undangan seperti: buku-buku, makalah-makalah, dokumen-dokumen, majalah, atau tulisan lainnya. 3) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan yaqng memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya.23 4. Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau individu yang menjadi sumber pengambilan sampel yang kriterianya dapat ditentukan peneliti. Yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah penyidik, penyidik pembantu dan penyidik pegawai negeri sipil yang khusus menangani kasus pertambangan emas di wilayah hukum Polres Sijunjung. 23Ibid, hal . 24. 21 b. Sampel Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti yang mewakili populasi untuk mencari jawaban dari permasalahan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, artinya pemilihan sampel penelitian berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri oleh peneliti. Oleh karena itu yang menjadi sampel dari penelitian ini adalah Penyidik di Polres Sijunjung dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. 5. Metode Pengumupulan Data Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah : a) Studi Dokumen Mempelajari buku-buku dan berkas-berkas perkara dari penelitian dilapangan yang dapat mendukung permasalahan yang berhubungan dengan tindak pidana pencurian sepeda motor. b) Wawancara Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara secara langsung dengan pihak terkait yaitu pihak Kepolisian Resort Sijunjung khususnya wawancara langsung dengan badan reserse kriminal. . Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara semi struktur yang mana pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu lalu dikembangkan sesuai dengan masalah yang diteliti. 22 6. Pengolahan dan Analisis Data a. Pengolahan data Pengolahan data disusun secara sistematis melalui proses editing yaitu akan merapikan kembali data yang telah diperoleh dengan memilih data yang seuai dengan keperluan dan tujuan penelitian sehingga di dapat suatu kesimpulan akhir secara umum yang nantinya akan daoat dipertanggung-jawabkan sesuai dengan kenyataan yang ada. b. Analisis data Setelah data primer dan data sekunder diperoleh selanjutnya dilakukan analisis data yang didapat dengan mengungkapkan kenyataan–kenyataan dalam bentuk kalimat, terhadap data yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut, penulis menggunakan metode analisis secara kualitatif yaitu uraian terhadap data yang terkumpul dengan tidak menggunakan angka–angka tapi berdasarkan peraturan perundang–undangan, pandangan pakar dan pendapat penulis sendiri.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Ms Randa Erdianti
Date Deposited: 02 Mar 2016 02:21
Last Modified: 02 Mar 2016 02:21
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2662

Actions (login required)

View Item View Item