TINGKAT KEPATUHAN TERHADAP ATURAN KOMITE AUDIT PADA INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA

MINARTI, HAJRI YANTI (2013) TINGKAT KEPATUHAN TERHADAP ATURAN KOMITE AUDIT PADA INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text
293.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (2MB)

Abstract

Corporate governance merupakan penjelasan dari hubungan para stakeholders dan stokeholders perusahaan dalam menentukan arah dan kinerja perusahaan kedepannya (Monks & Minow, 2004). Isu mengenai corporate governance mulai menjadi pembahasan penting, khususnya di Indonesia pada tahun 1998 ketika Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Banyak pihak mengatakan bahwa lamanya proses perbaikan di Indonesia disebabkan oleh sangat lemahnya corporate governance yang diterapkan dalam perusahaan di Indonesia (Hardikasari, 2011). Pada tahun 2008 perusahaan-perusahaan yang terdaftar di pasar modal di Negara-negara berkembang kembali terkena dampak krisis ekonomi global, terutama di Indonesia pada perusahaan perbankan. Kinerja perusahaan perbankan mengalami penurunan yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kredit bermasalah perbankan (kredit macet) yang menyebabkan bank harus menyediakan cadangan penghapusan hutang yang cukup besar yang mengakibatkan kemampuan bank dalam hal kredit menjadi terbatas dan itu bisa dilihat dari kasus yang menimpa Bank Century (Kemalasari, 2009). Selain itu dampak likuiditas bank juga mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan pemerintah (Sam’ani, 2008). Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan lemahnya pelaksanaan corporate governance, maka tingkat kepercayaan para investor pun menjadi menurun 2 dikarenakan investasi yang mereka lakukan menjadi tidak aman. Hal ini tentu akan diikuti dengan tindakan penarikan atas investasi yang sudah ditanamkan, sementara investor baru juga masih sulit untuk melakukan investasi pada perusahaan perbankan. Langkah yang sangat diperlukan dalam hal ini adalah bagaimana memahami hubungan antara governance structure dengan nilai perusahaan untuk melalui kondisi tersebut (Liang & Li, 1999). Jadi dapat disimpulkan bahwa sangatlah penting bagi perusahaan-perusahaan di Negara berkembang, khususnya di Indonesia untuk mengetahui praktek corporate governance yang baik yang dapat diterapkan dalam bisnis untuk dapat meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan (Chairil, 2011). Penerapan corporate governance merupakan salah satu upaya yang cukup signifikan untuk melepaskan diri dari krisis ekonomi yang telah melanda Indonesia. Peran dan tuntutan para investor dan kreditor asing mengenai penerapan prinsip Corporate Governance merupakan salah satu faktor dalam pengambilan keputusan berinvestasi dalam suatu perusahaan (Hardikasari 2011). Untuk itu penerapan corporate governance di Indonesia sangat penting, karena prinsip corporate governance dapat memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan, sehingga perusahaan di Indonesia tidak ketinggalan dan dapat bersaing secara global. Dari semua yang terjadi pada industri perbankan di Indonesia, dibuatlah peraturan mengenai penerapan corporate governance baik yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI), Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), maupun Keputusan Menteri BUMN. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 3 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Corporate Governance bagi Bank Umum, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007 tentang Pelaksanaan Corporate Governance bagi Bank Umum, serta Pedoman Umum Corporate Governance tahun 2006 yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Bank berkewajiban untuk melaksanakan prinsip-prinsip corporate governance dalam setiap aktivitas usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) juga telah mensyaratkan keberadaan komisaris independen bagi semua perusahaan publik. Ditambah lagi, Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor 117/2002 sudah mensyaratkan hal yang sama untuk BUMN. Rujukan-rujukan tentang praktik-praktik terbaik sudah tersedia luas. Misalnya, melalui Forum for Corporate Governance Indonesia (FCGI) untuk rujukan praktik terbaik penerapan manajemen risiko dan komite audit serta melalui Indonesian Society of Independent Commissioners (ISICOM) untuk praktik terbaik fungsi dan peran komisaris independen. Secara umum, corporate governance itu intinya adalah mengenai suatu sistem, relasi, proses, dan seperangkat peraturan yang digunakan untuk mengatur hubungan dengan berbagai pihak yang berkepentingan dalam perusahaan yang pada akhirnya dapat mendorong kinerja perusahaan, bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan (Chairil, 2011). Selain itu corporate governance juga dapat didefinisikan sebagai susunan aturan 4 yang menentukan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan stakeholder internal dan eksternal yang lain sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya (Forum for Corporate Governance Indonesia, 2012). Jadi dapat disimpulkan bahwa corporate governance merupakan sebuah sistem tentang bagaimana dapat memberikan perlindungan yang efektif bagi stakeholders dan shareholders sehingga mereka yakin akan memperoleh return investasi yang besar serta bisa menciptakan lingkungan kondusif demi terciptanya pertumbuhan yang efisien yang berlandaskan pada peraturan perundang-undangan, moral dan etika. Sayidah (2006) juga menjelaskan bahwa perhatian yang diberikan investor terhadap corporate governance sama besarnya dengan perhatian yang diberikan pada kinerja keuangan perusahaan. Para investor meyakini bahwa perusahaan yang menerapkan corporate governance akan berusaha meminimalkan risiko keputusan yang salah satunya atau yang tidak menguntungkan diri sendiri, melainkan memikirkan kepentingan semua pihak yang pada akhirnya bisa meningkatkan kinerja perusahaan dan memaksimalkan nilai perusahaan (Sayidah, 2006). Corporate governance muncul sebagai solusi atas terjadinya konflik keagenan (agency problem). Agency problem muncul karena adanya conflict of interest antara pemegang saham dan manajer (Jensen dan Meckling, 1976). Menurut teori keagenan salah satu mekanisme yang dapat menyatukan tujuan pemegang saham dan manajer itu adalah melalui mekanisme pelaporan keuangan perusahaan. Fama dan Jensen (1983) menyimpulkan bahwa tanpa pengawasan pengelolaan perusahaan (corporate governance control), maka ada 5 kecendrungan dari manajemen untuk melakukan manipulasi keuntungan untuk kepentingan pribadinya. Pada dasarnya pemilik (principal) dan manajemen (agent) perusahaan itu terikat dalam suatu kontrak perusahaan (Indri, 2006). Kontrak yang baik antara pemilik dan manajer adalah kontrak yang menjelaskan mengenai semua kewajiban yang harus dipenuhi baik oleh pemilik sebagai penanam modal maupun oleh manajer sebagai pengelola modal yang diinvestasikan oleh pemilik kedalam perusahaan serta manajer juga memiliki kewajiban dalam hal menjelaskan pembagian return antara manajer dengan pemilik (Kaihatsu, 2006). Penerapan konsep corporate governance tidak terlepas dari mekanismemekanisme corporate governance. Mekanisme inilah yang berperan sebagai alat kendali untuk memastikan para top manajemen perusahaan dalam membuat keputusan stratejik yang bijaksana yang bisa memenuhi kepentingan dan keinginan semua pemegang saham serta dapat menghasilkan keuntungan yang maksimum dan menciptakan nilai perusahaan (Chairil, 2011). Mekanisme ini secara umum terbagi dua, yaitu internal dan eksternal (Sheilfer and Vishny, 1997). Mekanisme internal corporate governance merupakan hal yang sering dibahas dalam corporate governance. Wolf (1999) dalam a hand book of corporate governance and social responsilibity (2010) menjelaskan bahwa mekanisme internal (internal mechanism governance) itu terdiri dari Ownership structure, Board, Cross shareholdings, Creditor, Internal monitoring dan Employess. Sedangkan mekanisme eksternal terdiri dari Market for corporate 6 control, Debt market, Product market, Executive market, Regulatory role of the state, National culture dan Business practice. Salah satu bagian dari mekanisme internal corporate governance (internal mechanism corporate governance) adalah Board. OECD Principles of Corporate Governance a boardroom perspective (2008) menjelaskan bahwa Board structure memiliki sistem yang berbeda-beda penerapannya di negaranegara di dunia. Pada sistem pertama yaitu sistem di Negara-negara commonwealth seperti Amerika dan Inggris menganut unitary board system atau biasa dikenal dengan one tier board system. Pada sistem pertama ini yaitu one tier-board system, perusahaan hanya memiliki satu dewan yaitu dewan komisaris. Lanjutnya pada sistem kedua, yaitu sistem di Negara Eropa dan bekas jajahannya menganut The Continental European Model atau biasa dikenal dengan two tier board system. Pada sistem kedua ini yaitu two-tier board system perusahaan itu memiliki dua dewan, yaitu management board (direksi) yang memiliki tugas mengelola perusahaan dan supervisory board (dewan komisaris) yang memiliki tugas melakukan pengawasan terhadap tugas yang dilakukan oleh direksi (Lukviarman, 2004). Jika dilihat dari kedua sistem yang ada, Indonesia menganut sistem yang kedua yaitu two-tier board system karena Indonesia merupakan salah satu negara bekas jajahan Eropa yaitu Belanda, dimana setiap perusahaan memiliki dua dewan didalam struktur organisasinya (Lukviarman,, 2004). Namun didalam pelaksanaannya, penerapan two-tier board system di Indonesia berbeda atau memiliki keunikan tersendiri dengan negara-negara lain khususnya Eropa (Lukiviarman. 2004). Jika di negara lain yang menganut two7 tier board system ini dewan komisaris dipilih dan bertanggung jawab dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan selanjutnya, dewan komisarislah yang memilih direksi (management board). Sedangkan di Indonesia menurut UU PT Tahun 2007, direksi (management board) dan dewan komisaris dipilih dan bertanggung jawab kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Selanjutnya, dewan komisaris ini yang mengawasi direksi (Rose dalam Huang, 2010). Dewan komisaris (supervisory board) memiliki fungsi yang sangat penting di dalam perusahaan, terutama di dalam penerapan konsep corporate governance. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 yang diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan corporate governance bagi Bank Umum serta Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007 tentang Pelaksanaan corporate governance bagi Bank Umum menjelaskan bahwa Dewan Komisaris wajib memastikan terselenggaranya pelaksanaan corporate governance dalam setiap kegiatan usaha bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris memiliki tanggungjawab untuk mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis Bank serta mengawasi kualitas informasi laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Dalam menjalankan tugas pengawasan tersebut dewan komisaris dibantu oleh komite audit. Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada dewan komisaris dalam rangka membentu melaksanakan tugas dan fungsi dewan komisaris (Peraturan Bapepam dan LK No.IX.1.5). 8 Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor PER-05/MBU/2006 tentang Komite Audit bagi BUMN, Komite Audit adalah “Komisaris/Dewan Pengawas wajib membentuk Komite Audit, yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Komisaris dalam melaksanakan tugasnya. Komite audit bersifat mandiri baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun dalam pelaporan, dan bertanggung jawab langsung kepada Komisaris”. Persyaratan pelaporan dan masalah kepatuhan merupakan bagian yang penting dari proses corporate governance. Tanpa mekanisme pelaporan yang memadai, tidak dapat dijamin bahwa perusahaan sedang dijalankan untuk mencapai tujuannya dalam cara yang bijaksana (Haron:2005). Tate (2002) mengamati bahwa kepatuhan komite audit dapat membantu mendeteksi asal red flags, kemungkinan kerusakan dan meningkatkan nilai pemegang saham. Dengan demikian penekanan kepatuhan terhadap aturan dan peraturan ini diharapkan dapat meningkatkan efektifitas komite audit. Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai corporate citizen (KNKG,2006:13). Pedoman umum Corporate Governance (2006) juga menjelaskan bahwa organ perusahaan dan karyawan perusahaan harus melaksanakan peraturan perundang-undangan dan peraturan perusahaan. Berdasarkan hal diatas maka sangat penting untuk megukur tingkat kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku. Untuk itu penelitian ini akan menilai tingkat kepatuhan industri perbankan terhadap aturan corporate 9 governance khususnya aturan mengenai komite audit dengan mengidentifikasi karakteristik komite audit, kemudian melihat adakah perbedaan kinerja keuangan antara bank yang patuh dengan tidak patuh serta antara bank BUMN dengan bank Non BUMN. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 dan telah diperbaharui pada tahun 2011 dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Tingkat Kesehatan Bank Umum (CAMELS) yang menjelaskan bahwa kinerja perbankan dapat diukur melalui analisis dengan menggunakan penilaian kuantitatif pada faktor faktor-faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Pengukuran kinerja perusahaan dilakukan dengan menggunakan rasio ROA (Return on Asset), ROE (Return on Equity), NIM (Net Interest Margin) dan BOPO (Biaya operasional terhadap Pendapatan Operasional). Perusahaan yang dijadikan objek penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam industri perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penulis menggunakan perusahaan perbankan sebagai objek penelitian dikarenakan sektor industri perbankan ini memiliki peran sentral dalam perekonomian yang diatur oleh regulator tersendiri yang sekaligus berperan sebagai pengawas terlaksananya corporate governance. Regulator tersebut adalah Bank Indonesia dan berbeda dengan perusahaan industri lainnya. Diharapkan berbagai temuan dalam penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai penerapan Corporate Governance terutama karakteristik komite audit di Indonesia.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: H Social Sciences > H Social Sciences (General)
H Social Sciences > HF Commerce > HF5601 Accounting
Divisions: Fakultas Ekonomi > Akuntansi
Depositing User: Ms Ikmal Fitriyani Alfiah
Date Deposited: 02 Mar 2016 02:18
Last Modified: 02 Mar 2016 02:18
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2633

Actions (login required)

View Item View Item