INDAH, UTAMI SESTRA (2013) RESPON TANAMAN GANDUM(Triticum aestivum L.)GENOTIPESO-9 ASAL SLOWAKIA PADA JARAK TANAM YANG BERBEDA DI DATARAN TINGGI ALAHAN PANJANG. Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text
258.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (262kB) |
Abstract
Latar Belakang Gandum (Triticum aestivum L.) berasal dari daerah subtropik dan dikenal sebagai salah satu serealia dari famili Gramineae atau Poaceae. Komoditas ini merupakan bahan makanan penting di dunia sebagai sumber kalori dan protein (Budiarti, 2005). Konsumsi gandum di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena adanya pertambahan jumlah penduduk dan perubahan pola makan masyarakat yang telah bergeser ke makanan yang berbasis tepung terigu seperti roti, mie instant, biskuit, dan makanan ringan lainnya (APTINDO, 2009). Kebutuhan gandum di Indonesia sampai saat ini tergantung dari impor, ini disebabkan karena pengembangan budidaya gandum di Indonesia masih sangat terbatas (Wiyono, 1980). Salah satu upaya untuk mencukupi kebutuhan dan menutupi ketergantungan akan impor gandum yaitu dengan membudidayakan gandum di berbagai daerah di Indonesia yang memiliki potensi untuk pertumbuhan dan perkembangan gandum. Kenyataannya tanaman gandum tersebut belum dibudidayakan secara intensif oleh masyarakat Indonesia karena masih kurangnya pengetahuan masyarakat akan budidaya gandum. Selain itu, karena masih kentalnya pendapat yang menyebutkan bahwa gandum tidak dapat ditanam di Indonesia karena tanaman tersebut adalah tanaman subtropis (Wahyu et al., 2013). Padahal Indonesia mempunyai potensi lahan yang cukup luas untuk perkembangan tanaman serealia ini (APTINDO, 2012). Budidaya gandum di negeri sendiri berarti lebih menjamin pasokan gandum untuk kebutuhan domestik, sebab jika hanya bergantung pada impor kita tidak akan mengetahui bagaimana kepastian suplai pada masa yang akan datang. Pengembangan tanaman gandum di Indonesia memiliki berbagai macam kendala. Kendala yang nyata dan harus disikapi adalah faktor ekologis dari tanaman tersebut yang berasal dari daerah substropis. Karena Indonesia merupakan lingkungan tropis, maka gandum lebih sesuai dibudidayakan di dataran tinggi >1000 m dpl yang memiliki iklim hampir sama dengan lingkungan subtropik. Perubahan lingkungan tumbuh dari lingkungan subtropis ke lingkungan 3 tropis secara spontan dapat merubah fenologi pertumbuhan dan produksi gandum, khususnya jika mengalami suatu cekaman seperti suhu tinggi (Rao tahun 2001 cit. Nur et al tahun 2010). Kondisi iklim yang demikian hanya dapat ditemukan di beberapa wilayah di Indonesia dan bila gandum dibudidayakan di daerah tersebut, maka akan bersaing dengan komoditas yang sering ditanam di dataran tinggi seperti sayuran dan tanaman hortikultura lainnya yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Dalam upaya peningkatan produksi gandum, bukan hanya mengandalkan ekstensifikasi saja selain itu diperlukan juga upaya melalui intensifikasi pada kondisi tanah dan iklim mikro yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman gandum. Pengembangan ini dapat dilakukan dengan mengarahkan ke dataran yang mempunyai ketinggian berkisar diatas 800 m dpl, RH 80-90%, dan pH tanah antara 6,5-7,1 (DEPTAN, 1978). Salah satu daerah di Sumatra Barat yang sesuai dengan syarat kesesuaian lahan penanaman gandum adalah di Alahan Panjang, Kabupaten Solok, yang bersuhu ± 20° C dan mempunyai ketinggian 1616 m dpl. Usaha untuk meningkatkan produktivitas tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: jarak tanam, intensitas cahaya, dan jenis tanaman (Mawazin dan Suhaendi, 2008). Mengingat pentingnya kegunaan gandum dan untuk mengatasi produksi gandum yang rendah, perlu diupayakan peningkatan produksi gandum melalui pengelolaan tanaman atau memodifikasi sistem tanam dengan pengaturan jarak tanam. Menurut Sumarno (1986) pengaturan jarak tanam sangat tergantung kepada tingkat kesuburan tanah dan kondisi kelembaban tanah. Perbedaan tingkat kerapatan suatu tanaman mempengaruhi intensitas cahaya, suhu udara, kelembaban udara dan suhu tanah di lingkungan tanaman. Semakin besar tingkat kerapatan maka semakin kecil intensitas cahaya yang diterima tanaman sehingga suhu udara menjadi rendah dan kelembaban udara semakin tinggi. Tingginya kelembaban udara dapat meningkatkan serangan hama dan penyakit, sementara itu rapatnya jarak tanam cenderung meningkatkan persaingan di antara tanaman baik dalam satu rumpun maupun dengan rumpun lainnya. Lebih lebarnya jarak tanam akan membuka peluang yang besar untuk 4 pertumbuhan gulma sehingga tingkat kompetisi menjadi tinggi dan akan berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Untuk meningkatkan hasil biji tanaman gandum salah satunya dapat dilakukan dengan penambahan tingkat kerapatan tanaman per satuan luas. Penambahan jumlah anakan akan menurunkan hasil karena terjadi kompetisi hara, air, radiasi matahari dan ruang tumbuh. Kerapatan tanaman per satuan luas juga akan mengakibatkan perubahan iklim mikro yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil. Melalui pengaturan jarak tanam yang tepat, tingkat persaingan antar tanaman dapat ditekan serendah mungkin dan dapat menciptakan lingkungan tumbuh yang baik bagi tanaman sehingga dapat diperoleh hasil yang memuaskan.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | S Agriculture > S Agriculture (General) S Agriculture > SB Plant culture |
Divisions: | Fakultas Pertanian |
Depositing User: | Ms Ikmal Fitriyani Alfiah |
Date Deposited: | 01 Mar 2016 04:31 |
Last Modified: | 01 Mar 2016 04:31 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2503 |
Actions (login required)
View Item |