RIMBUN, AFRIYELNI (2015) PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP PENURUNAN DERAJAT NEUROPATI PASIEN DIABETES MELLITUS DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS PAUH PADANG. Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text
706.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (642kB) |
Abstract
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin (Brunner & Suddarth, 2011). Menurut laporan WHO, prevalensi DM di Indonesia beranjak naik dari tahun ke tahun. Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk, sedangkan posisi urutan diatasnya yaitu India (31,7 juta jiwa), China (20,8 juta jiwa), dan Amerika Serikat (17,7 juta jiwa). Prevalensi penderita diabetes mellitus di Indonesia mengalami kenaikan drastis dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Darmono, 2008). Sicree, Shaw, dan Zimmet (2009), dalam International Diabetes Foundation IDF mengemukakan bahwa, penderita DM 58,7 juta jiwa, yang merupakan 7,6 % dari total populasi pendudik Asia Tenggara. Perkiraan jumlah penderita DM tahun 2030 akan meningkat 2,5 % dari jumlah penduduk DM pada tahun 2010. Penderita DM di dunia saat ini mencapai 285 juta orang, separuhnya berada pada usia 20-60 tahun (Departemen Kesehatan [DepKes], 2012). Diabetes melitus terbagi atas diabetes melitus tipe I dan diabetes melitus tipe II. Pada DM Tipe I pankreas hanya menghasilkan sedikit atau sama sekali tidak menghasilkan insulin sehinggga penderita selamanya akan tergantung terhadap insulin dari luar. DM Tipe I ini biasa terjadi pada usia kurang dari 30 tahun. Diabetes melitus tipe II adalah keadaan dimana pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang lebih dari normal tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya. Biasanya DM tipe II ini terjadi pada usia diatas 30 tahun, karena kadar gula darah cenderung meningkat secara ringan, tetapi progresif setelah usia 50 tahun terutama pada orang dengan pola hidup yang tidak sehat dan kurang melakukan aktivitas fisik (Smeltzer dan Suzanne, 2002). Pola hidup yang tidak sehat dan kurang melakukan aktivitas fisik dapat mengakibatkan kadar glukosa yang tidak terkendali dan tidak tertangani dengan baik. Hal ini dapat mengakibatkan berbagai komplikasi, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler (Tandra, 2008). Komplikasi kronik dari DM bisa mengenai makrovaskuler (rusaknya pembuluh darah besar) meliputi penyakit seperti serangan jantung, stroke, dan insufiensi aliran darah ke tungkai. Komplikasi mikrovaskuler (rusaknya pembuluh darah kecil) meliputi kerusakan pada mata (retinopati) yang lama-kelamaan dapat mengakibatkan kebutaan, kerusakan ginjal (nefropati) yang berakhir pada gagal ginjal, dan juga kerusakan pada syaraf (neuropati) yang dapat mengakibatkan pasien diabetes mengalami gejala dengan penurunan sensitivitas kaki (Echeverry,2007). Gangguan sensitivitas ini akan disebabkan oleh berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenerasi dari serabut saraf. Kerusakan sistem saraf (neuropati) ditandai dengan gangguan rasa getar, rasa sakit, rasa kram, kesemutan, rasa baal, rangsangan termal atau suhu dan hilangnya refleks tendo pada kaki sehingga menyebabkan gangguan mekanisme protektif pada kaki. (Yunir, 2005). Penanganan neuropati dapat dilakukan melalui tiga hal yaitu penyuluhan atau edukasi, pengobatan nyeri, dan perawatan kaki (Tandra, 2008). Penyuluhan atau edukasi diberikan kepada penderita diabetes mellitus berupa pengontrolan pola makan. Pengobatan nyeri dengan memberikan obat analgetik serta perawatan kaki dengan latihan fisik dan senam kaki. Salah satu tindakan yang harus dilakukan dalam perawatan kaki secara dini adalah memotong kuku yang benar, pemakaian alas kaki yang baik, dan menjaga kebersihan kaki, serta melakukan senam kaki diabetes, (Soegondo, dkk., 2009). Senam kaki diabetes adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes melitus untuk membantu melancarkan peredaran darah kaki dan dapat menurunkan derajat neuropati (Suriadi, 2004). Senam kaki ini memiliki banyak manfaat baik bagi pasien yang mengalami neuropati maupun yang belum mengalaminya. Diantaranya dapat memperkuat otot-otot kecil, otot betis, dan otot paha, serta mengatasi keterbatasan gerak sendi yang sering dialami oleh penderita diabetes melitus (Wibisono, 2009). Senam kaki diabetes ini dapat diberikan kepada DM Tipe 1 dan DM Tipe 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosa diabetes melitus sebagai tindakan pencegahan dini. Gerakkan dalam senam kaki diabetik seperti yang di sampaikan dalam American Diabetes Assosiation tahun 2011 dapat mengurangi keluhan dari neuropati sensorik seperti rasa pegal, kesemutan di kaki. Manfaat lain dari senam kaki adalah meningkatkan kekuatan otot betis dan paha serta dapat membuat otot-otot di bagian yang bergerak berkontraksi (Soegondo , et.al. 2009). Kontraksi otot ini akan menyebabkan terbukanya kanal ion yang mengakibatkan ion positif dapat masuk. Masuknya ion positif akan mempermudah aliran dan penghantaran impuls saraf (Guyton dan Hall, 2006). Selain beberapa hal diatas, senam kaki mudah dilakukan dan dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun serta sangat dianjurkan untuk pasien diabetes mellitus dengan neuropati. Hasil data dari Dinas Kesehatan Kota Padang 2014 DM penyakit ke 2 yang mematikan setelah penyakit jantung dan didapatkan hasil bahwa Pauh tempat ke 3 terbesar setelah Andalas. Studi pendahuluan yang dilakukan pada April 2015 di Puskesmas Pauh Kota Padang didapatkan data sebanyak 1192 kunjungan pasien dengan diabetes melitus selama tahun 2014. Dari sepuluh orang pasien yang datang ke puskesmas merupakan pasien lama dan berulang. Semua pasien tersebut saat diukur kadar gula darahnya yaitu 185-383 mg/dL. Ini menunjukkan sulitnya pasien dalam mengontrol dan mengelola penyakit mereka. Saat diwawancarai, semua pasien mengatakan mereka sering merasakan kesemutan dan keram pada kaki mereka yang merupakan salah satu gejala dari neuropati. Saat diukur neuropati kakinya 2 orang pasien tidak mengalami neuropati, 5 orang mengalami neuropati ringan dan 3 orang mengalami neuropati sedang. Semua pasien yang diwawancarai tidak pernah melakukan senam kaki dan tidak tahu bagaimana prosedur dari senam kaki. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui pengaruh senam kaki diabetik terhadap penurunan derajat neuropati pada pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Pauh Padang tahun 2015.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | R Medicine > R Medicine (General) R Medicine > RT Nursing |
Divisions: | Fakultas Keperawatan |
Depositing User: | Ms Lyse Nofriadi |
Date Deposited: | 01 Mar 2016 03:49 |
Last Modified: | 01 Mar 2016 03:49 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2392 |
Actions (login required)
View Item |