NOVELONA, ANGREANY SARJONO (2013) PROSESI LELANG PENGADAAN BARANG /JASA DAN AKIBAT HUKUM BAGI PEMENANG YANG MENGUNDURKAN DIRI PADA PT. PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) CABANG DUMAI(Studi Kasus : Pembangunan Rak dan Jalur Pipa di Dermaga B Extention Dumai). Masters thesis, Universitas Andalas.
Text
231.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (582kB) |
Abstract
Latar Belakang Masalah Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara maka pembinaan, pengelolaan dan pengawasan BUMN didudukkan secara penuh sebagai entitas bisnis yang mandiri. Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara ini dimaksudkan untuk memenuhi visi pengembangan BUMN di masa yang akan datang dan meletakkan dasar-dasar atau prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan dirancang untuk menciptakan sistem pengelolaan dan pengawasan BUMN berlandaskan pada prinsip efisiensi dan produktivitas guna meningkatkan kinerja dan value BUMN serta menghindarkan BUMN dari tindakan-tindakan pengeksploitasian di luar asas tata kelola perusahaan yang baik dan bersih (good and clean governance). Good and clean governance adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki pemerintah dalam menjalankan fungsinya melalui institusi formal dan informal.1 Untuk melaksanakan prinsip good and clean governance, maka pemerintah harus melaksanakan prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara efisiensi, serta mewujudkannya dengan tindakan dan pengaturan yang baik dan tidak 1 Adrian Sutedi, 2012 Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 11 3 berpihak, serta menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak yang terkait secara adil, transparan, profesional dan akuntabel.2 Dalam pembinaan dan pengelolaan perusahaan yang sehat diperlukan prinsip- prinsip GCG ( good corporate governance ), sebagai berikut :3 1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. 2. Kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai degan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 3. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 4. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 5. Kewajaran (fairnes), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2 Ibid. 3 Janus Sidabalok, 2012, Hukum Perusahaan Analisis terhadap Pengaturan Peran Perusahaan dalam Pembangunan Ekonomi Nasional di Indonesia, Nuansa Aulia, Medan, hlm 219. 4 Dalam sistem perekonomian nasional BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi. Mengingat peran strategis BUMN, maka perlu diupayakan kesempatan yang cukup leluasa bagi BUMN untuk tumbuh dan berkembang secara lebih dinamis sesuai dengan perkembangan dunia usaha. Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, BUMN terdiri dari persero dan perum. BUMN persero didirikan oleh pemerintah melalui peraturan perundnag-undangan, berbeda dengan badan usaha yang didirikan melalui perjanjian. Perusahaan perseroan ( persero ) berstatus badan hukum sejak pendiriannya. Berbeda dengan perusahaan swasta yang memperoleh status badan hukum setelah mendapat pengesahan dari pemerintah, persero tidak memerlukan pengesahan.4 Adapun maksud dan tujuan BUMN yang dirumuskan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara adalah:5 1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya. 2. Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. 3. Menyelenggarakan kemanfataan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. 4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi 4 Ibid, hlm 72 5 Ibid 5 5. Turun aktif memberikan bimbingan dan bentuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. BUMN sebagai badan usaha yang perlu melakukan pengadaan barang/jasa secara cepat, fleksibel, efisiensi dan efektif agar tidak kehilangan momentum bisinis yang dapat menimbulkan kerugian sehingga diperlukan pedoman kebutuhan bisnis dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip efisiensi, efektif, kompetitif, adil dan wajar serta akuntabel dan good corporate governance (GCG). Pengadaan barang/jasa merupakan upaya mendapatkan barang/jasa yang dibutuhkan dan dilakukan berdasarkan pemikiran yang logis, sitematis, mengikuti norma dan etika yang berlaku sesuai metode serta proses pengadaan barang/jasa yang baku. Adapun pradigma pengadaan barang/jasa, sebagai berikut:6 a. Memiliki target untuk memperoleh barang/jasa sesuai ketetapan jumlah, kwalitas, waktu, biaya dan tempat. b. Bersifat strategis melalui pendekatan optimalisasi pemanfaatan sumber daya c. Meningkatkan daya saing dan persaingan bisnis yang sehat d. Fleksibel dan inovatif sesuai perkembangan teknologi dan bisnis e. Memegang prinsip teguh good and clean governance f. Bermanfaat bagi masyarakat Good and clean governance ini juga melatarbelakangi lahirnya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih, perlu didukung dengan pengelolaan keuangan 6 Willem Siahaya, 2012, Manajemen Pengadaan, Alfabeta, Bandung, hlm 1 6 yang efektif, efisiensi, transparan dan akuntabel. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengguna keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses pengadaan barang/jasa pemerintahan, diperlukan upaya untuk menciptakan keterbukaan, transparasi, akuntabilitas serta prinsip persaingan/ kompetisi yang sehat dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan APBN/APBD, sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkuaalitas serta dapat dipertanggungjawabkan secara fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaraan tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 sebagaimana yang telah diubah Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 dan mengalami perubahan lagi menjadi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, menyatakan : “Pengadaan barang / jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh kementrian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah/institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa”. Pengadaan barang dan jasa ini pada dasarnya melibatnya pihak pengguna barang/jasa dan pihak penyedia barang/jasa. Pihak pengguna barang/jasa menginginkan memperoleh barang dengan harag semurah-murahnya, sedangkan pihak pengguna barang/jasa dalam menyediakan barang/jasa sesuai dengan kepentingan pengguna barang/jasa ingin mendapat untung setinggitingginya. Pengadaan barang/ jasa ini dapat dilakukan oleh pemerintah, BUMN, perusahaan swasta. 7 Bagi pengadaan barang/jasa BUMN dananya berasal dari dana BUMN, tidak dari APBN/APBD. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, adalah: “Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan” Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan Negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal Negara pada BUMN, untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannnya tidak dijadikan dasar pada sistem APBN dan telah diatur, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat, sehingga bagi pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh BUMN dimana dananya berasal dari luar APBN memerlukan pedoman pengaturan sendiri. Pelaksanaan penyedia barang/ jasa yang diatur dalam Pasal 33 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 sebagaimana yang telah diubah Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 dan mengalami perubahan lagi menjadi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah yang juga menjadi pedoman dalam pengadaan barang/ jasa yang dilakukan BUMN, sebagai berikut: 1. Perencanaan pemilihan penyedia barang/jasa 2. Pemilihan sistem pengadaan 3. Penetapan metode penilaian kualifikasi 4. Penyusunan dokumen Pengadaan barang/jasa 8 5. Penetapan HPS Dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 sebagaimana yang telah diubah Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 dan mengalami perubahan lagi menjadi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah telah diatur pejabat pengadaan untuk pegadaan dalam nilai pengadaan tertentu. Pejabat pengadaan adalah personil yang memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa yang melakukan pengadaan barang/jasa. Selain pejabat pengadaan diatur juga ULP/Unilt Layanan Pengadaan, yang merupakan unit organisasi pemerintah yang berfungsi melakukan pengadaan barang/jasa di kementrian/lembaga/satuan perangkat kerja daerah/institusi lain yang brsifat pmanen, yang berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. Wewenang ULP adalah menetapkan dokumen pengadaan. Pengadaan barang/jasa yang dilakukan pemerintah yang diatur dalam pepres tersebut meliputi barang, pekerjaan kontruksi/pembangunan, jasa konsultasi, jasa lainnya, termasuk pengadaan barang/jasa yang digunakan oleh BUMN menggunakan sistem lelang. Lelang disini adalah lelang untuk pengadaan barang/jasa dengan penawaran terendah, bukan lelang penawaran yang dilakukan di depan umum baik secara lisan atau tertulis untuk memperoleh harga semakin menurun, berbeda terhadap lelang barang penawaran yang dilakukan untuk memperoleh semakin meningkat atau disebut juga dengan eksekusi lelang. Eksekusi lelang adalah suatu proses yang sangat sederhana, dan lelang merupakan 9 sebuah mekanisme pasar kedua dengan jalan mana orang dapat berkumpul untuk menjual atau membeli berbagai jenis barang.7 Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan BUMN dilakukan dengan prosedur yang ditetapkan oleh peraturan perundangan-undangan. Prosedur-prosedur pelaksanaan pengadaan barang/jasa, pemborongan/jasa lainnya yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 sebagaimana yang telah diubah Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 dan mengalami perubahan lagi menjadi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah dapat dilakukan melalui pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung, penunjukan langsung, pembelian langsung. Salah satu BUMN adalah PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) yang merupakan badan usaha yang seluruh modalnya dimiliki Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. PT. PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) juga melakukan pengadaan barang/jasa yaitu dalam pembangunan rak dan pipa dermaga B extention PT.Pelabuhan Indonesia I (persero) cabang Dumai senilai Rp.8.000.000.000,- (delapan milyar rupiah). Pelaksanaan pembangunan tersebut dilaksanakan melalui metode pelelangan terbatas. Berdasarkan Pasal 1 angka 24 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 sebagaimana yang telah diubah Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 dan mengalami perubahan lagi menjadi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah, menyatakan : 7 Mantaybordir dan Iman Jauhari, 2003, Hukum Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Pres, Jakarta,hlm 8 10 “Pelelangan Terbatas adalah metode pemilihan penyedia pekerjaan konstruksi untuk pekerjaan konstruksi dengan jumlah penyedia yang mampu melaksanakan diyakini terbatas dan untuk pekerjaaan yang kompleks.” Hal diatas juga ditegaskan dalam Pasal 25 ayat (2) Keputusan Direksi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Nomor: UM.50/19/12/PI-10 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang/Jasa di Lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero), menyatakan : “Pelelangan terbatas adalah pelelangan yang diikuti oleh penyedia barang/jasa yang terdaftar dalam daftar base sesuai dengan bidang usaha yang dikualifikasikan, untuk pengadaan barang/jasa bernilai sampai dengan Rp.10.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) diumumkan melalui papan resmi perusahaan resmi perusahaan dan website perusahaan.” Pelelangan terbatas merupakan metode yang mengikut sertakan penyedia barang, dan jasa yang telah diyakini mampu dan jumlahnya terbatas, dilaksanakan bila jumlah barang/jasa mampu melaksanakan diyakini terbatas dan untuk pekerjaan yang kompleks serta terdaftar dalam daftar pemasok.8 Jadi dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan metode lelang terbatas dalam pembangunan rak dan pipa dermaga B extention PT.Pelabuhan Indonesia I (persero) cabang Dumai, berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-05/MBU/2008 tentang Peraturan Umum Pelaksanaan Pengadaan barang/jasa Badan Usaha Milik Negara dan Keputusan Direksi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Nomor: UM. 50/19/12/PI-10, tetapi tetap berpedoman dan tidak bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 54 8 Willem Siahaya, Op.cit, hlm 35 11 tahun 2010 sebagaimana yang telah diubah Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 dan mengalami perubahan lagi menjadi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah. Hal di atas disebabkan karena ruang lingkup Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 yang telah diubah Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 dan mengalami perubahan lagi menjadi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa, yang di atur dalam Pasal 2 ayat (1) Pepres tersebut adalah: 1. Pengadaan barang/jasa di lingkungan kementrian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah/institusi lainnya yang pembiayaan baik seluruhnya atau sebagian berasal dari APBN/APBD. 2. Pengadaan barang/jasa untuk investasi di lingkungan Bank Indonesia, BUMN dan BUMN/BUMD yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD. Setelah selesai pelaksanaan lelang terbatas pembangunan rak dan jalur pipa di dermaga B extention Dumai, maka ditunjuk pemenangnya dengan harga penawaran terendah, kualitas pekerjaan yang sesuai dengan standar PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) cabang Dumai yang ditetapkan berdasarkan surat penetapan direksi dan penetapan pemenang oleh General Manager. Apabila pemenang yang telah ditetapkan sebagai pemenang berdasarkan surat tersebut mengundurkan diri karena perusahaan mereka sedang melakukan pekerjaan lain yang mengakibatkan tidak fokus untuk melakukan pembangunan rak dan jalur pipa di dermaga B extention Dumai pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) cabang Dumai dengan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), sehingga akan digantikan oleh pemenang lelang yang kedua. Perusahaan yang mengundurkan diri sebagai 12 pemenang lelang pertama ini akan di mendapat sanksi dan balck list dalam data base PT. Pelabuhan Indonsia I (Persero) cabang Dumai. Hal ini diatur dalam Pasal 118 ayat (1) huruf d Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 sebagaimana yang telah diubah Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 dan mengalami perubahan lagi menjadi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah, menyatakan : “ Perbuatan atau tindakan penyedia barang yang akan dikenakan sanksi adalah mengundurkan diri dari pelaksanaan kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak diterima oleh ULP/pejabat pengadaan”. Mengenai sanksinya diatur dalam Pasal 118 ayat (2) Pepres tersebut terdiri dari sanksi nya berupa sanksi administratif, sanksi pencantuman dalam daftar hitam, gugatan secara perdata, dan/atau pelaporan kepihak yang berwenang. Selanjutnya yang akan dikenakan sanksi dalam pengadaan barang/jasa juga diatur dalam Pasal 59 (2) huruf d Keputusan Direksi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Nomor: UM.50/19/12/PI-10 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang/Jasa di Lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero),menyatakan : “Mengundurkan diri dari pelaksanaan kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak diterima oleh penyelenggara/panitia pengadaan” Pihak pemenang pertama yang mengundurkan diri tersebut telah malakukan wanprestasi, yaitu tidak melakukan perbuatan sama sekali yang bertentangan dengan kesepakatan awal pengadaan barang/jasa dan merupakan 13 salah satu syarat sah perjanjian. Syarat sahnya suatu perjanjian di atur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Wanprestasi yang dilakukan oleh pemenang lelang tersebut mempunyai akibat hukum / hukuman yang terdiri dari:9 a) Membayar ganti rugi b) Pembatalan perjanjian c) Peralihan resiko d) Membayar biaya perkara apabila sampai keadaan pengadilan. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penulisan ini penulis tertarik mengambil judul “PROSESI LELANG PENGADAAN BARANG /JASA DAN AKIBAT HUKUMBAGI PEMENANG YANGMENGUNDURKAN DIRI DALAM PADA PT. PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) CABANG DUMAI (Studi Kasus : Pembangunan Rak dan Jalur Pipa di Dermaga B Extention Dumai)”
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana (Tesis) |
Depositing User: | Ms Ikmal Fitriyani Alfiah |
Date Deposited: | 01 Mar 2016 03:47 |
Last Modified: | 01 Mar 2016 03:47 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2384 |
Actions (login required)
View Item |