PENYEBAB AYAH TIDAK MEMBERIKAN BIAYA HIDUP TERHADAP ANAK SETELAH PERCERAIAN TERJADI DI KOTA PADANG

ARDILA, FITRIA (2015) PENYEBAB AYAH TIDAK MEMBERIKAN BIAYA HIDUP TERHADAP ANAK SETELAH PERCERAIAN TERJADI DI KOTA PADANG. Diploma thesis, UPT. Perpustakaan.

[img] Text
424.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (2MB)

Abstract

Perkawinan dalam masa ini adalah suatu hal yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Bagi agama islam sendiri perkawinan adalah hal yang sangat penting dan itu sudah ajaran dari para Nabi. Perkawinan adalah hal yang sangat sakral yang mengikat seorang laki-laki dengan seorang perempuan ke dalam hal yang lebih serius untuk membina sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah dan juga mempunyai keturunan. Perkawinan itu sendiri sudah di syariatkan sejak dulu, dan dari sekian banyak ayat Al-Qur’an antara lain dalam surat An-Nisa’ ayat 3 dan surat An-Nur ayat 32.1 Pengertian perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Oleh karena itu suami istri perlu saling membantu, melengkapi, agar masingmasing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spirituil dan dan materiil dan juga untuk memperoleh keturunan. Tujuan perkawinan itu adalah agar dapat membentuk keluarga yang sakinah (bahagia) dan kekal di mata Tuhan Yang Maha Esa, namun perjalanan dan fakta 1 Arso Sosroatmodjo, Wasit Aulawi, 1975, Hukum Perkawinan di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta, hlm.29. 2 sejarah menunjukkan bahwa tidak semua perkawinan berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya.2 Perkawinan ini dapat putus karena beberapa hal yaitu : kematian, perceraian dan keputusan pengadilan. Kebahagiaan keluarga ini terkadang tidak dapat bertahan lama, dan akhirnya pasangan memilih berpisah dengan jalan melalui perceraian. Walaupun perceraian bukan jalan satu-satunya, akan tetapi bagi pasangan yang merasa masalah dalam rumah tangga mereka tidak dapat diselesaikan lagi maka akan lebih memilih jalan perceraian ini. Perceraian tersebut bukan berarti semua permasalahan selesai, akan tetapi malah mendatangkan masalah baru. Seperti halnya perkawinan yang menimbulkan hak dan kewajiban, perceraian akan membawa akibat-akibat hukum bagi kedua belah pihak dan juga terhadap anak-anak dilahirkan dalam perkawinan. Perceraian ini juga dapat menimbulkan akibat putusnya ikatan suami istri, harus dibaginya harta perkawinan termasuk harta bersama, pemeliharaan anak yang harus diserahkan kepada salah seorang dari ayah atau ibunya. Akibat dari putusnya perkawinan karena perceraian ini juga telah di atur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi : a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bila mana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya; b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut; c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau memntukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. 2 Muhammad Amin Summa, 2005, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.101. 3 Orang tua yang telah bercerai, mereka masih terikat kewajiban untuk memelihara anak-anaknya yang telah lahir dari perkawinan mereka seperti bunyi pasal di atas. Sedangkan hak asuh anak bagi anak yang di bawah umur pegadilan lah yang menetukan anak tersebut akan ikut siapa, dan bagi anak yang sudah dewasa dapat memilih mereka akan ikut siapanya. Terlepas dari anak ikut siapanya, biaya pemeliharaan dan pendidikan anak akan ditanggung oleh orang tua laki-laki (ayah) seperti bunyi Pasal 41 diatas. Namun demikian ibu juga dapat ditetapkan memikul biaya pemeliharaan anak tersebut apabila sang orang tua lakilaki (ayah) tidak mampu memenuhinya. Masalah pemeliharaan dan pembiayaan hidup anak juga terdapat dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi: Dalam hal terjadinya perceraian: a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya; b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya; c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. Pasal diatas sudah jelas semuanya tentang anak akan ikut siapanya dan siapa yang akan menanggung biaya pemeliharaan anak tersebut. Dalam keluarga yang orang tuanya telah bercerai pertumbuhan anak dalam standar yang ideal kemungkinan sulit tercapai karena kebutuhan jasmani dan rohaninya tidak dapat dipenuhi secara sempurna. Apabila dikaitkan pula dengan kebutuhan materi jasmani anak yang hidup dalam keluarga yang kedua orang tuanya sudah bercerai, pertumbuhan dan perkembangan anak tentunya mengalami hambatan yang serius apabila kebutuhan jasmani atau materi anak berupa biaya 4 pemeliharaan dan biaya pendidikan anak tidak ada kejelasannya. Meskipun perkawinan sudah putus, namun pasca perceraian tersebut masing-masing pihak antara suami dan istri masih memiliki kewajiban yang harus dipenuhi dan ada hak-hak yang dapat dituntut. Salah satunya adalah pemenuhan nafkah dari seorang mantan suaminya terhadap anaknya. Masalah nafkah ini sangatlah penting, maka dari itu istri pada sewaktu perceraian terjadi seharusnya menuntut biaya nafkah anak kepada suaminya agar kehidupan anak setelah perceraian lebih terjamin, dan hakim juga menyarankan kepada pihak istri agar meminta tuntutan nafkah anak kepada suaminya. Pada kenyataannya kadang terhadap putusan penetapan biaya pemeliharaan anak yang dibebankan kepada orang tua laki-laki (ayah) ternyata masih ada yang tidak mematuhi, sehingga wali yang memelihara anak menjadi kesulitan dalam menghidupi dan memelihara anaknya. Sementara itu nafkah anak sangatlah penting bagi kehidupan sang anak tersebut, karena anak butuh pendidikan yang tinggi agar dapat menjadi orang yang sukses di masa yang akan datang. Oleh karena itu sangat diharapkan agar orang tua laki-laki (ayah) agar dapat memenuhi biaya nafkah anak agar kebutuhan jasmani atau rohani anak dapat terpenuhi dengan baik. Maka dari itu penulis membahas permasalahan ini untuk mengetahui tindakan-tindakan apa saja yang dapat dilakukan oleh sang wali apabila ayah tidak melakukan kewajibannya. Sebelumnya sudah pernah ada yang membahas masalah yang sama dengan yang akan penulis bahas kali ini. Tetapi penulis akan berusaha untuk menyampaikan hal yang berbeda dengan yang sebelumnya. Sehingga penulis 5 berkeinginan menulis sebuah karya ilmiah dengan judul “PENYEBAB AYAH TIDAK MEMBERIKAN BIAYA HIDUP TERHADAP ANAK SETELAH TERJADI PERCERAIAN DI KOTA PADANG” B. Rumusan Permasalahan Yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan ayah tidak memberikan biaya pemeliharaan dan pendidikan anak setelah perceraian? 2. Apa saja tindakan yang dapat dilakukan oleh wali apabila ayah tidak memberikan biaya seperti yang telah ditetapkan? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu: 1. Untuk mengetahui apa saja penyebab ayah tidak memenuhi kewajibannya yang berupa memberikan biaya pemeliharaan dan pendidikan anak setelah perceraian. 2. Untuk mengetahui apa saja upaya yang dapat dilakukan oleh wali apabila ayah melalaikan kewajibannya untuk membayar biaya pemeliharaan anak. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa manfaat, yaitu: 1. memperkaya ilmu pengetahuan, baik bagi penulis sendiri, maupun pembaca; 2. menambah wawasan dan pengalaman, baik bagi penulis sendiri, maupun pembaca; dan 6 3. menjadi salah satu pedoman ataupun acuan bagi para penegak hukum dalam membuat aturan yang lebih tegas terkait masalah pemberian biaya pemeliharaan dan pendidikan anak setelah perceraian. E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Masalah Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis yaitu menekankan pada praktek di lapangan dikaitkan dengan aspek hukum atau perundangan-undangan yang berlaku bekenaan dengan objek penelitian yang dibahas dan melihat norma-norma hukum yang berlaku kemudian dihubungkan dengan kenyataan atau fakta-fakta yang terdapat dalam masyarakat. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif artinya penelitian yang memberikan data tentang suatu keadaan atau gejala-gejala sosial yang berkembang di tengah-tengah masyarakat yang sesuai dengan fakta dan tanpa adanya rekayasa, sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran yang menyeluruh, lengkap dan sistematis tentang objek yang akan diteliti. 3. Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri yang sama. Adapun populasi tersebut dapat terdiri atas orang, benda (hidup atau mati), kejadian, kasus-kasus, waktu, atau tempat dengan 7 sifat dan ciri yang sama.3 Pada penelitian ini populasi mencakup orangorang yang telah bercerai di kota Padang. b. Sampel Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi. Dalam suatu penelitian, pada umunya observasi dilakukan tidak terhadap populasi, akan tetapi dilaksanakan pada sampel.4 c. Teknik Sampling Teknik yang digunakan dalam menentukan sampel dalam bentuk purposive sampling. Penentuan sampel yang dilakukan dengan cara ini tidak memberikan kesempatan yang sama pada semua anggota populasi untuk terpilih menjadi sampel. Sampel akan ditentukan sendiri oleh peneliti atau pihak lain demi tercapainya tujuan penelitian secara efektif.5 Dengan demikian yang menjadi sampel dalam penelitian ini meliputi: 1) Hakim pada Pengadilan Agama Padang Kelas IA 2) 5 Orang yang telah bercerai. 4. Jenis dan Sumber Data Di dalam melakukan penelitian ini jenis data yang diperlukan adalah6: 1) Data primer yaitu data yang didapatkan langsung dari objek penelitian lapangan (field research) yaitu di Pengadilan Agama Padang Kelas IA. 3 Bambang Sunggono, 2010,Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hlm 118 4 Ibid., hlm 119 5 Soerjono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 196 6 Bambang Sunggono, Op.cit, hlm. 113-114. 8 2) Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk memperoleh data sekunder yang tidak dapat dipisahkan darti objek atau permasalahan yang akan dipecahkan atau perumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Dengan bantuan dari literatur yang diperlukan dapat memecahkan permasalahannya secara teoritisnya. Data sekunder tersebut berbentuk bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang akan dijelaskan sebagai berikut : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum ini pada dasarnya berkaitan dengan bahan-bahan pokok penelitian dan data-data yang diperoleh dari berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas, antara lain: i. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata); ii. Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan; iii. Undang-Undang No. 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama; iv. Undang-Undang No. 9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan; v. Kompilasi Hukum Islam. 9 b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer agar dapat membantu menganalisa dan memahaminya, seperti: teori-teori dan pendapat para sarjana, bukubuku, makalah, dan lainnya. c. Bahan Hukum Tertier Bahan hukum ini pada dasarnya memberikan penjelasan atas berbagai istilah yang digunakan, baik yang terdapat dalam peraturan-peraturan sebagaimana dikemukakan, maupun istilah asing yang digunakan oleh para ahli. Bahan hukum tertier ini dapat berupa kamus umum baik kamus bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa Belanda maupun kamus bahasa hukum. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Studi dokumen Studi dokumen ini dilakukan dengan cara menghimpun dokumendokumen yang erat berhubungan dengan masalah yang diteliti penulis, dan peraturan perundang-undangan yang relevan dengan penelitian ini. 2) Studi Kepustakaan Penulis memperoleh data dengan mengunjungi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas, Perpustakaan Umum, dan serta buku-buku yang penulis miliki. 10 3) Wawancara Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yakni melalui kontak. Untuk mendapatkan data yang diperlukan untuk skripsi ini penulis melakukan wawancara tidak terarah (nondirective interview). Penulis melakukan wawancara dengan pihak yang terkait di Pengadilan Agama Padang Kelas IA dan orang yang telah bercerai. 6. Pengolahan dan Analisis Data a. Pengolahan data, dilakukan dengan proses editing, yakni pemilihan terhadap data yang diperoleh dan merapikannya apabila tidak teratur dan sempurna; b. Analisis Data, merupakan penyusunan terhadap data yang telah diperoleh untuk mendapatkan kesimpulan. Dalam menganalisis data menggunakan analisis kualitatif, yaitu menggambarkan keadaan dan peristiwa secara menyeluruh dengan suatu analisis yang didasarkan pada teori ilmu pengetahuan hukum, perundang-undangan, pendapat ahli, termasuk pengalaman yang penulis dapatkan selama melakukan penelitian dilapangan dan tidak menggunakan angka-angka atau rumus statistik tetapi mengungkapkan dalam bentuk kalimat

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: H Social Sciences > HN Social history and conditions. Social problems. Social reform
K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Ms Randa Erdianti
Date Deposited: 29 Feb 2016 07:41
Last Modified: 29 Feb 2016 07:41
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2341

Actions (login required)

View Item View Item