NELLA, MUTIA ARWIN (2013) HUBUNGAN PERILAKU OPERATOR DAN PERAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN PELAKSANAAN HYGIENE SANITASI DEPOT AIRMINUMISI ULANG DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS ANDALAS KOTA PADANG TAHUN 2013. Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text
219.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (927kB) |
Abstract
Latar Belakang Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air. Volume air dalam tubuh manusia rata-rata 65% dari total berat badannya dan volume tersebut sangat bervariasi antara bagian-bagian tubuh seseorang.(1) Air minum dalam tubuh manusia berguna untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan fisiologis tubuh. Setiap waktu, air perlu dikonsumsi karena tubuh selalu bekerja dan berproses. Di samping itu, air juga digunakan untuk melarutkan dan mengolah sari makanan agar dapat dicerna. Tubuh manusia terdiri dari berjutajuta sel. Komponen terbanyak sel-sel itu adalah air. Apabila tubuh mengalami kekurangan air, maka sel tubuh akan menciut dan tidak dapat berfungsi dengan baik.(2) Saat ini masalah air adalah persoalan seluruh dunia. Pada januari 2001, WHO dalam rangka Intercountry Consultation on Quality in Water Supply System telah mencetuskan Deklarasi Bangkok mengenai air minum yang aman dan sehat, yang antara lain menyatakan bahwa air minum yang sehat dan terjangkau dalam jumlah yang mencukupi adalah hak azazi setiap manusia sebagai syarat untuk mencapai kesehatan yang optimal, dalam rangka keadilan untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi.(3) Millenium Development Goals (MDGs) merupakan paradigma pembangunan global yang mempunyai 8 tujuan dan 18 sasaran. Sasaran yang berkaitan dengan penyediaan air bersih adalah sasaran kesepuluh yaitu penurunanan sebesar separuh 2 proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015.(4) Kebutuhan air minum di banyak negara di dunia tidak sama satu dengan lainnya. Warga di negara maju lebih banyak memerlukan air minum dari pada di negara berkembang. Di negara maju, semua keperluan air dipenuhi dengan air minum, sedangkan di negara berkembang, air minum khusus digunakan untuk makan dan minum. Hal ini dibuktikan berdasarkan beberapa data World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa volume kebutuhan air bersih bagi penduduk rata-rata di dunia berbeda. Di negara maju, air yang dibutuhkan adalah lebih kurang 500 liter seorang setiap hari (lt/or/hr). Sedangkan kota besar di Indonesia, kebutuhan air minumnya adalah sebanyak 200-400 lt/or/hr dan di daerah pedesaan hanya 60 lt/or/hr.(2) Sejalan dengan kemajuan dan peningkatan taraf kehidupan, maka jumlah penyediaan air selalu meningkat untuk setiap saat. Pengadaan air bersih untuk kepentingan rumah tangga seperti untuk air minum, air mandi, dan sebagainya harus memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan peraturan Internasional (WHO dan APHA) ataupun peraturan nasional dan setempat.(5) Di Indonesia, persyaratan air yang diperbolehkan dalam penggunaannya sebagai air minum diatur dalam Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum. Pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat saat ini sangat bervariasi. Ada masyarakat yang mengambil air minum dari sumber air, seperti air sungai dan air tanah, baik dengan menggunakan sumur dangkal maupun dalam, serta dari air perpipaan yang diproduksi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat, yang dimasak dahulu sebelum dikonsumsi. 3 Masyarakat di kota besar, dalam hal pemenuhan kebutuhan air minum, juga mengonsumsi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), karena praktis dan dianggap lebih higienis. AMDK diproduksi oleh industri melalui proses otomatis dan disertai dengan pengujian kualitas sebelum diedarkan ke masyarakat. Akan tetapi kelamaan masyarakat merasa bahwa AMDK semakin mahal, sehingga muncul alternatif lain yaitu air minum yang diproduksi oleh Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU). DAMIU adalah badan usaha yang mengelola air minum untuk keperluan masyarakat dalam bentuk curah dan tidak dikemas. Ditinjau dari kepraktisannya, DAMIU jauh lebih praktis, karena konsumen tidak perlu memasak air, wadah yang digunakan dapat dipakai berulang kali, dan air produksi DAMIU dapat diperoleh konsumen tanpa harus keluar rumah (pelayanan antar). Ditinjau dari harganya, Air Minum Isi Ulang (AMIU)jauh lebih murah dibandingkan AMDK, bahkan ada yang mematok harga hingga 1/4 dari harga AMDK.(6) Berdasarkan Riskesdas tahun 2010, terdapat pergeseran pola pemakaian sumber air minum, terutama di perkotaan, di mana pemakaian air kemasan sebagai air minum meningkat dari 6,0 persen pada tahun 2007 menjadi 7,2 persen pada tahun 2010. Sementara itu rumah tangga yang menggunakan depot air minum sebagai sumber air minum lebih tinggi (13,8%).(7) Berdasarkan tempat tinggal, terdapat perbedaan persentase rumah tangga dalam hal akses terhadap sumber air minum terlindung antara di perkotaan dan di pedesaan, di mana di pedesaan (48,8%) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (41,6%). Akan tetapi, bila memperhitungkan air kemasan dan air dari depot air minum, persentase rumah tangga yang akses terhadap air minum terlindung menunjukkan keadaan yang sebaliknya, di mana di perkotaan (75,9%) lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan (56,9%).(7) 4 Meningkatnya konsumsi masyarakat akan penggunaan air minum dari DAMIU tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas air yang diproduksi oleh DAMIU sendiri. Hasil studi 120 sampel AMIU dari 10 kota besar di Indonesia (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Cikampek, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, dan Denpasar) sempat menjadi perhatian publik karena pada beberapa sampel ditemukan sekitar 16% terkontaminasi bakteri coliform. Hal ini mengindikasikan buruknya kualitas sanitasi depot air minum isi ulang.(5) Buruknya kualitas air minum produksi DAMIU dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa di antaranya adalah air baku yang tidak memenuhi syarat Permenkes No. 416/MENKES/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat kesehatan dan pengawasan kualitas air bersih, tidak terlaksananya hygiene sanitasi DAMIU sebagaimana mestinya, dan distribusi air produksi DAMIU yang tidak terjamin keamanannya. Kualitas air minum yang tidak memenuhi syarat menjadi salah satu penyebab mewabahnya sejumlah penyakit yang menular melalui air dan berkontribusi pada buruknya kesehatan masyarakat di suatu daerah pada rentang waktu tertentu. Kota Padang merupakan salah satu kota yang memiliki DAMIU terbanyak di Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2012, Kota Padang memiliki 538 DAMIU yang tersebar di 11 kecamatan. Jumlah ini terus berfluktuasi setiap tahunnya. Sebelumnya, pada tahun 2009 terdapat 367 DAMIU di Kota Padang, kemudian terjadi peningkatan pada tahun 2010 yaitu menjadi 511 DAMIU. Di tahun 2011, jumlah DAMIU di Kota Padang mencapai 603 DAMIU.(8-10) Banyaknya jumlah DAMIU di Kota Padang tidak diiringi dengan peningkatan kualitas air minum produksi DAMIU yang dikonsumsi masyarakat. 5 Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2010, jumlah laik sehat depot air minum yang diterbitkan adalah 121 buah. Sedangkan pada tahun 2011, terjadi penurunan jumlah laik sehat depot air minum yang diterbitkan yaitu sebanyak 64 buah. Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya penurunan jumlah laik sehat depot air minum di Kota Padang, salah satunya adalah kurangnya pelaksanaan hygiene sanitasi di DAMIU. Pelaksanaan hygiene sanitasi yang tidak sesuai dengan standar akan berkorelasi dengan penurunan kualitas air minum yang diproduksi. Berdasarkan observasi yang dilakukan pada beberapa DAMIU di Kota Padang, sebagian besar DAMIU tidak dalam keadaan bersih, terutama alat dan perlengkapan yang digunakan saat pengisian air minum. Lokasi DAMIU yang berada di sisi jalan raya berpengaruh terhadap kuantitas debu yang menempel pada alat dan perlengkapan tersebut. Operator DAMIU yang ditemui saat observasi banyak melakukan tindakan yang tidak hygienis seperti tidak mencuci tangan sebelum mengisi air minum, makan dan minum saat pengisian air minum, dan belum ada yang memiliki surat keterangan mengikuti kursus operator depot air minum. Puskesmas Andalas merupakan salah satu puskesmas di Kota Padang yang memiliki jumlah DAMIU terbanyak, yaitu 80 DAMIU. Sebagian besar masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Andalas mengandalkan DAMIU yang ada untuk memenuhi kebutuhan air minum sehari-hari. Namun, hanya 20 dari 80 DAMIU yang melakukan pemeriksaan bakteriologis secara berkala dan mendapatkan stiker memenuhi syarat yang diterbitkan Dinas Kesehatan kota Padang pada tahun 2012. Keadaan ini tentunya berdampak negatif pada kesehatan masyarakat yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Andalas ke depannya, mengingat minimnya persentase DAMIU yang memenuhi syarat. Luasnya wilayah kerja puskesmas tidak diimbangi dengan 6 jumlah petugas sanitarian yang ada di Puskesmas Andalas. Hal ini dapat memengaruhi peran petugas kesehatan dalam pelaksanaan pengawasan DAMIU di setiap tahunnya. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan perilaku operator DAMIU dan peran petugas kesehatan dengan pelaksanaan hygiene sanitasi DAMIU di wilayah kerja Puskesmas Andalas.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | R Medicine > R Medicine (General) R Medicine > RA Public aspects of medicine > RA0421 Public health. Hygiene. Preventive Medicine |
Divisions: | Fakultas Kesehatan Masyarakat |
Depositing User: | Ms Ikmal Fitriyani Alfiah |
Date Deposited: | 29 Feb 2016 07:40 |
Last Modified: | 29 Feb 2016 07:40 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2339 |
Actions (login required)
View Item |