PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN SICINCIN – MALALAK SEBAGAI JALAN PROVINSI DI KECAMATAN MALALAK KABUPATEN AGAM

ZULITA, ADNI (2015) PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN SICINCIN – MALALAK SEBAGAI JALAN PROVINSI DI KECAMATAN MALALAK KABUPATEN AGAM. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text
583.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (543kB)

Abstract

Pembangunan nasional dari tahun ke tahun terus meningkat yang mana dalam rangka memenuhi amanat Pembukaan UUD 1945 Alinea ke Empat yang berbunyi :” Untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,. Bersamaan dengan itu, jumlah penduduk terus bertambah dan sejalan dengan semakin meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat dan beragam pula kebutuhan penduduk di Indonesia. Termasuk dalam kegiatan pembangunan nasional itu adalah pembangunan untuk kepentingan umum. Pembangunan untuk kepentingan umum ini harus terus diupayakan pelaksanaannya seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk yang disertai dengan semakin meningkatnya kemakmurannya. Penduduk yang semakin bertambah dengan tingkat kemakmuran yang semakin baik, tentunya membutuhkan berbagai fasilitas umum seperti: jaringan/transportasi, fasilitas pendidikan, peribadatan, sarana olah raga, fasilitas komunikasi, fasilitas keselamatan umum dan sebagainya. Pembangunan fasilitas-fasilitas umum seperti tersebut di atas, memerlukan tanah sebagai wadahnya. Dalam hal persediaan tanah masih luas, pembangunan fasilitas umum tersebut banyak menemui masalah. Permasalahannya yaitu tanah merupakan sumber daya alam yang sifatnya terbatas, dan tidak dapat bertambah luasnya. Tanah adalah tempat bermukim manusia, sebagai sumber penghidupan juga menjadi tempat persemayaman terakhir manusia, dalam sektor agraria tanah juga merupakan posisi yang penting dalam konteks perkembangan dalam pengadaan tanah saat ini. Tanah telah berubah dari alat produksi subsistensi rakyat menjadi alat produksi bagi organisasi kapitalis. Selain ungkapan tersebut di atas, tanah merupakan titik temu bagi kepentingan semua pihak atau dengan kata lain tanah itu ajang konflik kepentingan semua pihak1, Menurut Achmad Rubaie, tanah mempunyai fungsi ganda sebagai pengikat kesatuan sosial dan benda ekonomi sebagaimana berikut : Tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset2. Sebagai social asset tanah merupakan sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan masyarakat Indonesia untuk hidup dan kehidupan, sedangkan sebagai capital asset tanah telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting sekaligus sebagai bahan perniagaan dan obyek spekulasi. Di satu sisi tanah harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat, secara lahir, batin, adil, dan merata, sedangkan 1Samta Prayitna. 2003. “Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum di Kabupaten Klaten Jawa Tengah”. Jurnal Penelitian Hukum. Vol. 4 No. 2 Desember 2003, hlm 114. 2Achmad Rubaie, 2007. Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Bayumedia Publishing, Malang, hlm. 145 disisi yang lain juga harus dijaga kelestariannya. Sebagai karunia Tuhan sekaligus sumberdaya alam yang strategis bagi bangsa, negara, dan rakyat, tanah dapat dijadikan sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup bangsa Indonesia sehingga perlu campur tangan negara turut mengaturnya3. Dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 disebutkan “ bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, sedangkan menurut konsepsi hukum tanah nasional, seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional, sehingga semua tanah yang ada di dalam wilayah negara kita adalah tanah bersama seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu menjadi Bangsa Indonesia. Dalam Pasal 1 Ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa seluruh tanah, air, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah kepunyaan bersama bangsa Indonesia, namun dalam kewajiban pengelolaannya tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh bangsa Indonesia, maka penyelenggaraannya pada tingkatan yang tertinggi dikuasakan kepada negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang ada di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pada masa sekarang ini adalah sangat sulit melakukan pembangunan untuk kepetingan umum di atas tanah negara, dan sebagai jalan keluar yang ditempuh adalah dengan mengambil tanah-tanah hak. Kegiatan “mengambil” 3Ibid., tanah oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum inilah yang kemudian disebut dengan pengadaan tanah. Kegiatan pengadaan tanah ini sudah sejak lama dilakukan, bahkan sudah dikenal sejak zaman Hindia Belanda dahulu melalui Onteigenings Ordonnatie Staatsblad 1920 nomor 574.Undang-Undang Pokok Agraria sendiri melalui Pasal 16, memberikan landasan hukum bagi pengambilan tanah hak ini dengan menentukan : Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak menurut cara yang diatur dengan Undang- Undang. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sering mengalami permasalahan dalam proses perolehannya. Pada satu sisi, kebutuhan tanah dalam rangka pembangunan sudah sedemikian mendesak sedangkan pada sisi yang lain persediaan tanah sudah mulai terasa sulit. Selain digunakan untuk pembangunan fasilitas umum seperti perkantoran, perumahan dan lain-lain, juga masih dibutuhkannya tanah pertanian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Berjalannya proses pembangunan yang cukup cepat di negara kita bukan saja memaksa harga tanah hampir di setiap daerah naik melambung, tetapi juga menciptakan tanah menjadi komoditi ekonomi yang mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi. Arie Sukanthi Hutagalung mengatakan : Tanah adalah aset bangsa Indonesia yang merupakan modal dasar pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur4. Oleh karena itu, pemanfaatannya haruslah didasarkan pada prinsipprinsip yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Dalam hal ini harus dihindari adanya upaya menjadikan tanah sebagai barang dagangan, objek spekulasi dan hal lain yang bertentangan dengan prinsipprinsip yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, menjelaskan bahwa pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah di antaranya adalah pembuatan jalan umum. 4 Arie Sukanthi Hutagalung, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, Jakarta : PT Raja Grafindo Pesada, Hlm. 67 Dalam hal ini penulis mengambil Kecamatan Malalak sebagai lokasi penelitian karena berdasarkan informasi dari Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Agam, sedang dilakukan pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum yaitu berupa pembangunan jalan Sicincin – Malalak yang dimulai dari tahun 2006, pembangunan tersebut sekarang masih dalam proses penyelesaian karena terhambat dalam proses pelepasan hak atas tanah. Berdasarkan fakta yang ditemukan dilapangan masih ada beberapa titik yang belum selesai pelepasan hak atas tanahnya, yaitu berupa pemberian bentuk ganti kerugian yang diterima masyarakat pemilik tanah, serta besar ganti kerugian yang mereka terima belum ada kesepakatan. Dahulunya tanah tempat pembangunan jalan sicincin – malalak tersebut adalah tanah ulayat yang kemudian oleh pemerintah dibebaskan untuk kepentingan umum. Pengadaan tanah dalam Pembangunan jalan sicincin-malalak di Kecamatan Malalak Kabupaten Agam tersebut dilakukan dengan cara memberikan ganti kerugian terhadap bangunan, tanaman, dan benda lainya yang ada di atas tanah tersebut, sementara ganti kerugian tanah tidak ada, tapi bagi tanah yang memiliki akta ganti ruginya khusus, sesuai dengan kesepakatan dalam musyawarah yang dilakukan pemerintah dengan pemilik tanah. Proses pemberian ganti kerugian sisa pengadaan tanah sejak tahun 2011 masih terhenti belum ada kejelasan, masih ada 3 titik lagi tanah yang belum terselesaikan ganti kerugiannya. Atas dasar urain diatas, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai tahapan pelaksanaan pembangunan Jalan Sicincin – Malalak serta mengenai kesepakatan ganti rugi antara para pihak yang terkait, maka penulis mengajukan penulisan hukum dengan judul “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN SICINCIN – MALALAK SEBAGAI JALAN PROVINSI DI KECAMATAN MALALAK KABUPATEN AGAM”

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Ms Lyse Nofriadi
Date Deposited: 29 Feb 2016 07:04
Last Modified: 29 Feb 2016 07:04
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2312

Actions (login required)

View Item View Item