PUTUSAN PEMIDANAAN OLEH HAKIM PENGADILAN MILITER TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA ( TNI ) (Studi di Pengadilan Militer 1-03 Padang)

NADIYA, YOLANDA (2015) PUTUSAN PEMIDANAAN OLEH HAKIM PENGADILAN MILITER TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA ( TNI ) (Studi di Pengadilan Militer 1-03 Padang). Diploma thesis, UPT. Perpustakaan.

[img] Text
445.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (696kB)

Abstract

Penegasan Indonesia sebagai negara hukum sudah begitu jelas tampak pada hasil amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Jadi dapat dipahami bahwa segala sikap tindak yang dilakukan ataupun diputuskan oleh alat negara dan masyarakat haruslah berdasarkan kepada hukum. Hal ini telah menunjukkan adanya kekuasaan tertinggi dalam negara adalah hukum. Negara hukum adalah negara yang berlandaskan hukum dan keadilan bagi warganya. Maksudnya adalah segala kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara atau penguasa, semata-mata berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh hukum. Hal yang demikian akan mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup warganya. Pengertian lain negara hukum secara umum di mana kekuasaannya dibatasi oleh hukum dalam arti bahwa segala sikap, tingkah laku dan perbuatan, baik dilakukan oleh para penguasa atau aparatur negara maupun yang dilakukan oleh para warga negara harus berdasarkan atas hukum.1 Masalah hukum pada hakekatnya tidak lain daripada persoalan tentang kekuasaan. Seperti diketahui ada dua cara centra kekuasaan. Di satu pihak terdapat negara dengan kekuasaan yang menjadi syarat mutlak untuk dapat memerintah. Di lain pihak nampak rakyat yang diperintah segan melepaskan segala kekuasaan daripadanya. Kita telah meyaksikan bahwa apabila sesuatu 1Didi Nazmi, Konsepsi Negara Hukum Edisi Revisi, Padang: Angkasa Raya,1992, hlm 20. 12 negara hanya bertujuan untuk memperoleh kekuasaan sebesar-besarnya tanpa menghiraukan kebebasan rakyatnya, maka lenyaplah negara hukum.2 Terhadap prinsip adanya peradilan administrasi pada konsep negara hukum rechtstaat, juga dianuti Indonesia untuk mendorong agar diciptakannya kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat agar berjalan seiring dan bergandeng tangan, bagaikan dua pilar yang saling menopang. Dengan demikian, maka diperlukan pengawasan terhadap penggunaan kekuasaan yang tidak berdasarkan pada hukum dan atau bertentangan dengan hukum, selain itu untuk memberikan perlindungan hukum bagi warga masyarakat terhadap sikap tindak pemerintah yang melanggar hak asasi dalam lapangan administrasi negara dapat dilakukan oleh kekuasaan yudikatif melalui badan peradilan khusus. Dengan dibentuknya Pengadilan Tentara berdasar Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1946, sebagai pengadilan khusus yang berlaku dikalangan ketentaraan, maka dikeluarkanlah Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1946 yaitu Peraturan Hukum Acara Pidana pada Pengadilan Tentara. Setelah terbentuk pemerintah Republik Indonesia Serikat, maka terjadi lagi perubahan baik undang – undang mengenai susunan dan kekuasaan kehakiman dengan disahkannya Undang – Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1950 menjadi Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1950 tentang susunan dan kekuasaan Pengadilan/ Kejaksaan dalam lingkungan pengadilan ketentaraan dan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 1950 ditetapkan pula sebagai Hukum Acara Pidana pada Pengadilan Tentara, menjadi Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1950 tentang Hukum Acara Pidana pada Pengadilan Tentara. Dalam hal ini dilihat 2 Ibid. hlm. 26 13 Peradilan Tentara dalam arti formilnya sudah ada, sedangkan dalam arti materilnya dijalankan oleh personil non militer yang telah terdidik dalam bidang hukum. Karena situasi politik semakin stabil, maka kehidupan militer semakin mantap hingga terpikir untuk mengadakan penggantian terhadap tenaga Hakim dan Jaksa Tentara yang masih dirangkap jabat oleh Hakim dan Jaksa Pengadilan Negeri dengan tenaga Militer yang aktif ahli hukum. Untuk mendapatkan tenaga ahli hukum dikalangan militer aktif yang berpendidikan Akademi Hukum Militer dan Perguruan Tinggi Hukum Militer. Setelah didapatkan tenaga militer aktif yang berpendidikan hukum, mulai tahun 1961 diadakan penggantian terhadap tenaga – tenaga hakim, dan Jaksa Tentara dari Pengadilan negeri dengan tenaga – tenaga militer aktif tersebut. Maka sejak itu sebenarnya pengadilan tentara sudah terwujud dalam arti baik formil maupun materilnya.3 Dasar peradilan khusus dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat ditemukan dalam Pasal 24 ayat (2) yang menyebutkan : “ Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Kemudian badan – badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman ini diatur dalam undang-undang. Sebagai pelaksanaan Pasal 24 UUD 1945 ini pengaturannya terdapat pada Undang – Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam 3 Moch.Faisal Salam, Hukum Acara Pidana Militer di Indonesia, Cetakan kedua, Bandung, Mandar Maju, 2002, hlm 9 - 13 14 Pasal 25 ayat (1),(2),(3) dan (4) disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan : a. Peradilan Umum b. Peradilan Agama c. Peradilan Militer d. Peradilan Tata Usaha Negara Penjabaran dari ketentuan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 ini khusus mengenai peradilan militer dituangkan dalam Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 yaitu: 1. Pengadilan Militer 2. Pengadilan Militer Tinggi 3. Pengadilan Militer Utama 4. Pengadilan Militer Pertempuran4 Selain itu kita ketahui pula bahwa hukum adalah untuk masyarakat. Di masa yang akan datang akan lebih banyak warga negara yang terlibat dalam pelaksanaan tugas pembelaan negara. Hal mana dilakukan melalui sistem wajib militer, sebagai salah satu di antara cara pengerahan tenaga mengikutsertakan warga negara dalam pertahanan negara. Dengan demikian akan semakin banyak pula warga negara yang harus tunduk pada hukum militer. Maka layak kiranya apabila kalangan militer sendiri dan kalangan lainnya mengetahui apa, bagaimana dan untuk apa hukum militer tersebut. Terutama dalam hal ini tentunya para orang tua yang tak lepas dari kewajiban untuk merelakan dan merestui putera – 4 Moch.Faisal Salam, Hukum Tata Usaha Peradilan Militer Indonesia, Bandung : Pustaka, 2001, hlm 129 15 puterinya untuk memenuhi kewajiban selaku warga negara menjadi militer wajib. Seperti disinggung di atas banyak orang yang kurang mengerti tentang betapa pentingnya hukum militer dalam suatu negara. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Hal ini tentunya benar, tetapi oyang hendaknya jangan lupa bahwa salah satu unsur untuk menegakkan disiplin itu adalah hukum. Hukum itu secara tak langsung menyelenggarakan pemeliharaan disiplin militer.5 Hukum militer pada hakikatnya lebih tua dari kostitusi – konstitusi negara – negara yang tertua di dunia ini. Sebab militer dalam arti hakikat, sebagai orang yang siap untuk bertempur mempertahankan negeri atau kelompok sudah ada semenjak dahulu sebelum adanya konstitusi – konstitusi tersebut. Kaidah – kaidah hukum militer itu berkembang berdasarkan kebutuhan sesuai situasi dan kondisi serta di pengaruhi pula oleh pengalaman – pengalaman. Kaidah – kaidah hukum militer itu berfungsi antara lain menegakkan disiplin. Jadi penggunaan hukum militer pada hakikatnya adalah sama tuanya dengan sejarah perang. Kemudian setelah melalui tahap – tahap pertumbuhan dan perkembangan, kaidah – kaidah hukum militer tersbut termasuk yang menyangkut tingkah laku dalam peperangan disempurnakan. Hal ini berlaku, baik pada tingkat Nasional maupun pada tingkat Internasional. Kaidah – kaidah tersebut dibicarakan dan diadakan konvensi – konvensi untuk itu, di antaranya yang populer dikenal sebagai Konvensi Jenewa dan Konvensi Den Haag.6 Jika diperhatiakan dalam sejarah, akan terlihat bahwa hukum militer itu merupakan suatu hukum yang khusus. Khususnya terlihat terletak pada sifatnya 5 Amiroeddin Sjarif, Hukum Disiplin Militer Indonesia, Jakart: PT.Rineka Cipta,1996, hlm 2. 6 Ibid, hlm 3. 16 yang keras, cepat dan dengan prosedur – prosedur yang berbeda dengan prosedur – prosedur yang berlaku dalam hukum yang umum. Hal ini terbawa oleh sifat hakikat tugas militer itu sendiri. Angkatan bersenjata Republik Indonesia merupakan bagian pemerintah yang mengatur kehidupan masyarakat militer. Dalam rangka mengatur suatu masyarakat bagaimana kecil sekalipun harus mempunyai anggota yang cukup besar dan hubungan dengan masyarakat juga cukup luas dalam rangka menunjang kepentingan organisasi militer itu. Pelanggaran – pelanggaran terhadap kaidah –kaidah hukum militer mengakibatkan seseorang militer disebut melakukan tindak pidana militer. Tindak pidana militer itu dapat pula diperinci lebih lanjut ke dalam : a. Tindak pidana militer biasa (military crime) yaitu, perbuatan seseorang militer yang bertentangn dengan kaidah – kaidah hukum militer yang diberi sanksi pidana, misalnya melakukan desersi atau melarikan diri seperti yang diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Militer (KHUPM). b. Tindak pidana perang (war crime) yaitu, perbuatan seseorang militer yang bertentangan dengan kaidah – kaidah sebagai yang terdapat dalam konvensi – konvensi Internasional yang antara lain seperti yang telah disebutkan di atas. Selain dari itu seorang militer dapat pula melakukan pelanggaran hukum yang digolongkan dalam pelanggaran disiplin. Pelanggaran disiplin tidak termasuk kategori tindak pidana karena tidak menyangkut kepentingn umum yang 17 luas, tetapi perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan militer atau kepentingasn masyarakat militer itu sendiri. Untuk mengurani terjadinya tindak pidana seperti diuraikan di atas maka setiap militer semenjak ia dinyatakan diterima masuk militer seharusnya sudah tahu benar akan kewajiban – kewajiban hukumnya yang pokok atau yang esensial. Penghukuman yang dapat diberikan kepada anggota TNI yang melakukan tindak pidana tidak hanya dengan pemotongan gaji, pengurangan makanan, penempatan ke dalam disiplin militer kelas dua, dan melakukan korve. Penghukuman yang dijatuhkan kepada anggota TNI tidak hanya sekedar pemberian sanksi oleh komandan saja, melainkan juga dapat diselesaikan di Pengadilan Militer 1-03 Padang, seperti Pengadilan Militer 1-03 Padang yang ada di wilayah Kodim 0312 Padang. Hal ini dapat dilihat dari contoh kasus dengan Putusan Nomor : 86 - K / PMI- 03 / AD / IX / 2012 yang memutus perkara pidana yang dilakukan oleh BAMBANG SUSETIYO, Pangkat Serda / NRP 31930616721172 /, Jabatan : Babinsa Ramil 03, Kesatuan Kodim-0303/Bkls. Dengan Tuntutan Pidana Oditur Militer yang diajukan kepada Majelis Hakim yang pada pokoknya Oditur Militer berpendapat bahwa Terdakwa telah terbukti secara syah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana berupa memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika golongan I bukan tanaman sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 112 ayat (1) Undang – Undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Sehingga dalam putusan mengadili : 18 1. Terdakwa BAMBANG SUSETIYO, Serda NRP 31930616721172, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: “Tanpa hak dan melawan hukum memiliki Narkotika Golongan-I bukan tanaman”. 2. Memidana Terdakwa oleh karena itu dengan :Pidana Penjara Selama :10 (sepuluh) bulan, menetapkan lama waktu Terdakwa berada dalam penahanan sementara dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; Pidana Denda sebesar Rp.1000.000,-(satu juta rupiah) subsidair pidana penjara pengganti selama 1 (satu) bulan.7 Contoh lainnya dapat juga dilihat dari Putusan Nomor : K-14 / PM I-03 / AD / I / 2014 yang memutus perkara pidana yang dilakukan oleh TRI JOKO PURWANTO, Pangkat Serka / 21010081061180, Jabatan Dansatbak B Ton 2, Kesatuan Den Arhanud Rudal 004 Dam I/BB. Tuntutan Pidana Oditur Militer yang diajukan kepada Majelis Hakim yang pada pokoknya Oditur Militer berpendapat bahwa Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pada Dakwaan Alternatif kedua : ” Dengan sengaja memberi bantuan tanpa izin usaha melakukan penyimpanan BBM “ sebagaiman diatur dan diancam pidana Pasal 53 huruf c UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Jo Pasal 56 ke-1 KUHP dan dengan hal – hal yang memberatkan karena perbuatan terdakwa dapat merusak nama baik TNI dimata masyarakat. Sehingga Memidana Terdakwa oleh karena itu dengan : 7 http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilandilmil-1-03-padang, diakses 25/8/2014, 5: 24 PM 19 1. Pidana : Penjara selama 3 (tiga) bulan, menetapkan selama waktu Terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. 2. Pidana Denda sebesar Rp. 2.000.000,- (Dua Juta Rupiah.), Subsidair kurungan pengganti selama 2 (Dua) bulan.8 Secara teoritis salah satu tujuan penjatuhan pidana adalah untuk membuat jera dan mencegah masyarakat melakukan tindak pidana. Terkait dengan putusan – putusan pemidanaan yang dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Militer 1-03 Padang, penulis ingin melihat bagaimana pengaruh putusan – putusan tersebut terhadap efek jera dari tindak pidana yang dilakukan oleh aparat TNI yang ada di wilayah hukum Pengadilan Militer 1-03 Padang. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis tertarik menulis tentang : “PUTUSAN PEMIDANAAN OLEH HAKIM PENGADILAN MILITER TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA ( TNI ) “ (Studi Kasus di Pengadilan Militer 1-03 Padang) B. RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan permasalahan yang teridentifikasi adalash sebagai berikut : 1. Apa sajakah jenis – jenis pemidanaan yang dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Militer 1-03 Padang terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI? 8 http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilandilmil-1-03-padang, diakses 25/8/2014, 6:00 PM 20 2. Bagaimanakah dampak putusan pemidanaan oleh Hakim Pengadilan Militer 1-03 Padang terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI di wilayah hukum Pengadilan Militer 1-03 Padang ? C. TUJUAN PENELITIAN Berkaitan dengan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bentuk – bentuk pemidanaan yang dapat diberikan oleh hakim Pengadilan Militer 1-03 Padang terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI. 2 . Untuk mengetahui seberapa jauh dampak putusan Pengadilan Militer 1-03 Padang terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI tersebut menimbulkan efek jera terhadap pelaku tindak pidana. D. MANFAAT PENELITIAN Dengan melaksanakan penelitian ini, diharapkan ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh antara lain: 1. Manfaat Teoritis a. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum terutama hukum pidana militer. b. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam penulisan karya illmiah,yang merupakan sarana untuk memaparkan dan memantapkan ilmu pengetahuan yang penulis diterima pada waktu kuliah. 21 c. Untuk memperluas ilmu pengetahuan dibidang hukum, khususnya dalam kasus – kasus tindak pidana yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) akhir – akhir ini. 2. Manfaat Praktis a. Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat digunakan bagi semua pihak, baik pihak pemerintah, masyarakat umum dan pihak-pihak yang bekerja di bidang hukum, khususnya bagi Pengadilan Militer 1-03 Padang dalam melaksanakan tugas. b. Diharapkan Dapat dijadikan bahan referensi oleh pembaca baik dosen, mahasiswa, dan atau masyarakat umum sebagai tambahan literatur, terutama literatur dalam kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI. E. KERANGKA TEORITIS DAN KONSEPTUAL 1. Kerangka Teoritis Pijakan teoritis yang berupa pengacuan kepada teori–teori atau pendapat–pendapat para ahli dan sarjana hukum dalam wujud doktrinal berkaitan dengan dampak putusan pemidanaan oleh hakim Pengadilan Militer terhadap efek jera dari tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI yang menjadi ulasan dalam poin ini. Ada 2 teori yang menjadi landasan teoritis yang penulis gunakan yang meliputi : a. Teori Penegakan Hukum Penegakan hukum pada hakikatnya mengandung supremasi nilai substansial, yaitu keadilan9. Hukum dibuat untuk dilaksanakan. Hukum tidak 9Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta : Genta Publishing , 2009, hlm. ix 22 dapat lagi disebut sebagai hukum, apabila hukum tidak pernah dilaksanakan. Oleh karena itu, hukum dapat disebut konsisten dengan pengertian hukum sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan10. Pelaksanaan hukum itulah yang kemudian disebut dengan penegakan hukum. Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan hukum adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum11. Penegakan hukum itu sendiri membutuhkan instrumen- instrumen yang melaksanakan fungsi dan wewenang penegakan hukum yang dalam Sistem Peradilan Pidana Militer yang terdiri dari : Hakim Militer, Penyidik (Oditur Militer, Ankum ( Atasan yang berhak Menghukum ), Polisi Militer (PM) dan Penyidik Pembantu (Provos) yang terdiri dari TNI AD, TNI AU, dan TNI AL. Penegakan hukum sangat rentan terpengaruh, sebagaimana dijelaskan Soerjono Soekanto ada beberapa faktor yang mempunyai pengaruh terhadap penegakan hukum, meliputi12: 1) Faktor hukumnya sendiri yang dibatasi undang- undangnya saja. Undang-undang yang dimaksud adalah undang-undang dalam arti materil, berarti peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. 2) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 10Ibid, hlm. 1 11Ibid, hlm. 24 12Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : Rajawali Pers, 2008, hlm.8 23 4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan. 5) Faktor kebudayaaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Dari pemaparan diatas dapat ditarik suatu simpulan bahwa esensi dari penegakan hukum adalah tercapainya nilai-nilai keadilan sebagai tujuan dari aturan hukum itu sendiri. Namun sebagaimana dinyatakan oleh Taverne, bahwa sebaik-baiknya suatu hukum apabila aparatur penegaknya buruk akan buruk pulalah hukum tersebut tapi seburuk-buruknya suatu hukum apabila penegaknya baik maka baik pulalah hukum itu. Artinya dalam penegakan hukum mentalitas, profesionalitas, dan integritas penegak hukum menjadi kunci penegakan hukum itu sendiri. b. Teori Pemidanaan Para ahli telah mendebatkan tentang dasar pembenaran dan tujuan dari suatu pemidanaan, yang kemudian melahirkan berbagai teori tentang pemidanaan. Ada yang melihat pemidanaan itu semata – mata sebagai pemidanaan saja, dan ada pula yang telah mengaitkannya dengan tujuan – tujuan yang ingin dicapai dengan pemidanaan tersebut. Dalam kaitannya dengan dasar pembenaran dari pemidanaan, di dalam kepustakaan hukum pidana pada umumnya dikemukakan adanya berbagai teori tentang pemidanaan. Secara umum teori – teori dimaksud dapat dikelompokkan dan dibedakan atas tiga teori utama yaitu :13 13 Mahrus Ali, Dasar – dasar Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika,2012, hlm187 24 1) Teori Retributive (yang dikenal pula dengan sebutan teori absolute, atau teori pembalasan), Menurut pandangan pada penganut teori retributive, pidana haruslah disesuaikan dengan tindak pidana yang dilakukan, karena itu tujuan pemidanaan menurut mereka adalah memberikan penderitaan yang setimpal dengan tindak pidana yang telah dilakukan. 2) Teori Utilitarian ( disebut juga teori relative, atau teori tujuan atau doeltheorie) Menurut pandangan dari penganut teori ini pemidanaan itu harus dilihat dari segi manfaatnya. Artinya pemidanaan jangan semata – mata dilihat hanya sebagai pembalasan belaka seperti teori retributive, melainkan harus dilihat pula manfaatnya bagi terpidana dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu teori ini melihat dasar pembenaran pemidanaan itu ke depan (forward looking), yakni pada perbaikan para pelanggar hukum (terpidana) di masa yang akan datang.14 3) Teori Integratif (atau dikenal dengan sebutan teori gabungan) Dalam teori gabungan (gabungan antara pembalasan dan prevensi sebagai tujuan pemidanaan), terdapat variasi antara keduanya. Ada yang lebih menitik beratkan pada pembalasan dan ada pula yang lebih menitik beratkan pada keseimbangan antara pembalasan dan tujuan prevensi.15 2. Kerangka Konseptual 14 Ibid, hlm 190 15 Ibid, hlm 191 25 Untuk lebih terarahnya penulisan proposal ini, disamping adanya kerangka teoritis juga diperlukan kerangka konseptual yang merumuskan defenisi – defenisi dari peristilahan yang digunakan sehubungan dengan judul yang diangkat yaitu: a. Pemidanaan Pemidanaan dapat diartikan sebagai penjatuhan pidana oleh hakim yang merupakan konkritisasi atau realisasi dari ketentuan pidana dalam undang – undang yang merupakan sesuatau yang abstrak.16 Menurut Prof. Sudarto pemidanaan itu dalah sinonim dengan perkataan penghukuman. Penghukuman itu berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atas memutuskan tentang hukumnya (berechten). Menetapkan hukum untuk suatu peristiwa tidak hanya menyangkut bidang hukum pidana saj, tetapi juga hukum perdata. Karena tulisan ini berkisar pada hukum pidana, istilah tersebut harus disempitan artinya, yakni penghukuman dalam perkara pidana, yang kerap kali sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. 17 b. Putusan Pemidanaan Putusan Pemidanaan (veroordeling) adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim apabila terdakwa terbukyi bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya sesuai ketentuan Pasal 193 ayat 1 KUHAP. 16 Andi hamzah dalam Diktat Penitensier oleh Elwi Danil dan Nelwitis Op.cit, hlm 15 17 PAF.Lmintang dan TheoLamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Cetakan Kedua, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hlm 35 26 c. Pengadilan Militer Pengadilan Militer menurut Pasal 40 Undang – undang RI Nomor 31 Tahun 1997 adalah pengadilan yang bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana dan sengketa Tata Usaha Militer. Sebagaimana juga ditentukan yakni : a) Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah b) Mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b dan huruf c yang terdakwanya “termasuk tingkat kepangkatan” Kapten ke bawah; dan c) Mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili oleh Pengadilan Militer. d. Tindak pidana Menurut Prof. Moeljatno,S.H adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar tersebut.18 e. Tentara Nasional Indonesia (TNI) TNI menurut Pasal 7 dan Pasal 21 Undang-undang Nomor.34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia adalah Tentara Nasional Indonesia. Sedangkan Tentara adalah warga negara yang dipersiapkan dan dipersenjatai untuk tugas – tugas pertahanan negara guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman bersenjata. TNI yang dimaksud disini adalah Tentara Nasional Angkatan Darat (TNI – AD) F. METODE PENELITIAN 18 Sojan Sastrawidjaja,S.H, Hukum Pidana (asas hukum pidana sampai dengan alas an peniadaan pidana, Bandung : ARMICO, Cetakan pertama Oktober 1996, hlm 114 27 1. Pendekatan Masalah Berdasarkan permasalahan yang diajukan, peneliti menggunakan metode Yuridis Sosiologis yaitu pendekatan penelitian yang menekankan pada aspek hukum (peraturan perundang-undangan) berkenaan dengan pokok masalah yang akan dibahas, dikaitkan dengan kenyataan di lapangan atau mempelajari tentang hukum positif suatu objek penelitian dan melihat praktek yang terjadi di lapangan.19 Selain itu, penelitian yang nantinya akan dilakukan oleh penulis akan bersifat deskriptif analitis, dimana penelitian ini nantinya akan dapat memberikan gambaran secara jelas dan tepat perihal dampak putusan pemidanaan oleh hakim Pengadilan Militer 1- 03 Padang terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia ( TNI ). 2. Lokasi Penelitian Penelitian yang akan penulis lakukan memilih lokasi di Pengadilan Militer 1- 03 Padang sehubungan dengan dampak putusan pemidanaan oleh hakim Pengadilan Militer 1-03 Padang terhadap tindak pidana dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI ). 3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1) Data Primer 19 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 167 28 Data primer adalah data yang belum diolah dan diperoleh secara langsung dari sumber yang dikumpulkan di lapangan.20 Dalam hal ini penulis dapat memperoleh data primer dengan melakukan teknik wawancara dengan Ketua Pengadilan Militer 1-03 Padang dan anggota TNI yang berada di wilayah hukum Pengadilan Militer 1-03 Padang. 2) Data Sekunder Data sekunder adalah data yang sudah terolah dan didapatkan dari data kepustakaan (library research).21 Data sekunder bertujuan untuk mendapatkan: a) Bahan hukum primer Bahan hukum primer yaitu semua bahan hukum yang mengikat dan berkaitan langsung dengan objek penelitian yang dilakukan dengan cara memperhatikan dan mempelajari Undang-undang dan peraturan tertulis lainnya yang menjadi dasar penulisan skripsi ini. Bahan hukum primer yang digunakan antara lain: 1) Undang – Undang Dasar 1945 2) Staatsblad 1934 Nomor 167 jo UU Nomor 39 tahun 1947 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara (KUHPT) 3) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. 20 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1983, hlm. 85 21 Ibid., hlm 85 29 4) Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer 5) Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Prajurit Tentara Nasional Indonesia b) Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yaitu berupa bahan hukum yang membantu dalam memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti buku-buku, jurnal-jurnal, data dari internet yang berkaitan dengan penelitian yang penulis buat, dan dapat dipertanggungjawabkan.22 c) Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier yaitu berupa bahan hukum yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier ini berupa kamus hukum, kamus bahasa indonesia, ensiklopedia, dan sebagainya.23 b. Sumber Data Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:24 1) Penelitian kepustakaan ( library research ) Pengumpulan bahan hukum dalam penulisan ini dilakukan melalui serangkaian aktifitas pengumpulan bahan – bahan yang dapat membantu terselenggaranya penulisan, terutama dengan 22 Amiruddin dan Zainal Asikin, Op.cit., hlm. 30 23 Ibid., 24 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm 115 30 melakukan penelitian kepustakaan. Penulis melakukan analisis terhadap dokumen – dokemen kepustakaan yang merupakan bahan hukum primer, kemudian dikelompokan dan diidentifikasi sesuai dengan topik yang dibahas. Tujuan dan kegunaan penelitian kepustakaan pada dasarnya adalah menunjukan jalan pemecahan permasalahan penulisan. 2) Studi lapangan ( field research ) Dalam penulisan lapangan ini, penulis akan melakukan penelitian di Pengadilan Militer 1-03 Padang. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Studi Dokumen Studi dokumen merupakan cara mengumpulkan, mempelajari dan menganalisis teori-teori dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dan mendukung penelitian yang akan dilakukan antara lain HAPMIL, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Tentara (KUHPT), buku-buku dan bahan yang berkaitan dengan penelitian. b. Wawancara Wawancara merupakan proses pengumpulan data dengan cara tanya jawab antara dua orang atau lebih yang berhadapan secara fisik.25 Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara 25 Ibid., hlm. 82 31 semistruktur dengan membuat rancangan pertanyaan dan adakalanya pertanyaan-pertanyaan akan muncul secara spontan pada saat wawancara berlangsung dengan ketua Pengadilan Militer 1-03 Padang atau yang mewakili dalam Dampak Putusan Pemidanaan oleh Hakim Pengadilan Militer 1-03 Padang terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI. 5. Teknik Pengolahan Data Semua data yang diperoleh dilapangan akan diolah dengan cara editing, yaitu data yang diperoleh di edit terlebih dahulu guna mengetahui apakah data yang diperoleh sudah cukup baik dan lengkap untuk mendukung pemecahan masalah yang dirumuskan. 6. Analisis Data Analisis data sebagai proses setelah dilakukannya pengolahan data. Setelah didapatkan data-data yang diperlukan, maka penulis melakukan analisis secara kualitatif yakni menghubungkan permasalahan yang dikemukakan dengan teori yang relevan sehingga diperoleh data yang tersusun secara sistematis dalam bentuk kalimat sebagai gambaran dari apa yang telah diteliti dan telah dibahas untuk mendapatkan kesimpulan.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Ms Randa Erdianti
Date Deposited: 29 Feb 2016 03:07
Last Modified: 29 Feb 2016 03:07
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2182

Actions (login required)

View Item View Item