BOARD GOVERNANCE AND FIRM PERFORMANCE : THE CASE OF BANKING INDUSTRY

JAUHARI, AKBAR RUMBAF (2015) BOARD GOVERNANCE AND FIRM PERFORMANCE : THE CASE OF BANKING INDUSTRY. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text
539.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (2MB)

Abstract

Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai lembaga perantara (intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki dana (surplus unit) dengan pihak-pihak yang membutuhkan dana (deficit unit) serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran (Ikatan Akutansi Indonesia, 2007). Bank menjadi tempat bagi perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta, maupun perorangan untuk menyimpan dana. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Perbankan membutuhkan praktik tata kelola perusahaan yang baik (Corporate Governance) untuk menunjang perbankan dalam meningkatkan kinerja serta dibutuhkan untuk menjaga konsistensi dan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan (SE BI No.15/15/DPNP). Tata Kelola Bank yang menerapkan prinsip keterbukaan, akuntanbilitas, pertanggungjawaban, independen, dan adil (PBI No.8/4/2006), akan memberikan manfaat yang baik bagi manajemen perusahaan, pekerja, maupun pihak-pihak terkait lainnya. Perusahaan yang melaksanakan Corporate Governance (CG) akan lebih mudah dikendalikan oleh manajemen dan terciptanya keharmonisan kerja antara manajemen dengan pemerintahan dan lingkungan sosialnya. 2 Penerapan prinsip Corporate Governance (CG) selain untuk meningkatkan daya saing bank, juga memberikan perlindungan kepada masyarakat. Beberapa pengaturan telah dikeluarkan terkait pelaksanaan CG antara lain adalah Peraturan Bank Indonesia No.2/27/PBI/2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang Bank Umum dimana didalamnya diatur kriteria yang wajib diketahui oleh calon Direksi dan Dewan Komisaris, serta batasan transaksi yang diperbolehkan atau dilarang dilakukan oleh pengurus bank. Pengaturan lainnya yang berkaitan dengan kebutuhan peningkatan CG adalah PBI No. 5/8/2003 tentang penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum yang ditindaklanjuti dengan penerbitan SE BI No.5/21/DPNP tanggal 29 September 2003. PBI tersebut mewajibkan bank untuk menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan yang terkait dengan penerapan manajemen risiko. Corporate Governance telah menjadi perhatian yang serius di Indonesia. Sesuai dengan peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan Corporate Governance (CG) bagi Bank Umum, merupakan wujud keseriusan Bank Indonesia dalam masalah pelaksanaan Corporate Governance. Peraturan terbaru Bank Indonesia terkait pengaturan CG adalah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/15/DPNP tanggal 29 April 2013 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance (CG) Bagi Bank Umum. Latar belakang dilakukannya penyempurnaan Surat Edaran tersebut adalah terbitnya ketentuan mengenai Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum berdasarkan Risiko (Risk Based Bank Rating/RBBR) yang menetapkan Corporate Governance (CG) sebagai salah satu 3 faktor dalam penilaian tingkat kesehatan Bank Umum, sehingga perlu dilakukan harmonisasi dengan ketentuan mengenai CG yang telah ada sebelumnya. Penerapan konsep Corporate Governance tidak terlepas dari mekanisme Corporate Governance. Mekanisme inilah yang berperan sebagai alat kendali untuk memastikan para manajemen tingkat atas perusahaan dalam membuat keputusan stratejik yang bijaksana yang bisa memenuhi kepentingan dan keinginan semua pemegang saham serta dapat menghasilkan keuntungan yang maksimum dan menciptakan nilai perusahaan (Chairil, 2011). Mekanisme ini secara umum terbagi dua, yaitu internal dan eksternal (Sheilfer and Vishny,1997). Wolf (1999) menjelaskan bahwa mekanisme internal Governance terdiri dari Ownership Structure, Board, Cross Shareholdings, Creditor, Internal Monitoring, dan Employess. Sedangkan mekanisme eksternal terdiri dari Market for Corporate Control, Debt Market, Product Market, Executive Market, Regulatory Role of the State, National Culture Dan Business Practice. Dapat dilihat bahwa salah satu bagian dari mekanisme internal adalah Board. Indri (2010) menjelaskan bahwa Dewan Komisaris (Supervisory Board) bertugas memberi saran, melakukan monitoring dan memastikan perusahaan dapat bersaing dengan kompetitor lainnya. Pengukuran atas board biasanya dapat berupa ukuran dewan (board size), tingkat indepedensi (board independence), dualitas CEO (CEO-duality), tingkat keterwakilan perempuan (female representation). Selain itu pengukuran atas Dewan Komisaris juga dapat berupa Board Meeting Frequency, Gender Diversity, Educational Qualification (Bathula, 2008). 4 OECD Principles of Corporate Governance A Boardroom Perspective (2008) menjelaskan bahwa Board Structure memiliki sistem yang berbeda-beda penerapannya di Negara-negara di dunia. Pada sistem pertama yaitu sistem di Negara-negara commonwealth seperti Amerika dan Inggris menganut Unitary Board System atau biasa dikenal dengan One Tier Board System. Pada sistem pertama ini yaitu One Tier-Board System, perusahaan hanya memiliki satu dewan yaitu Dewan Komisaris. Pada sistem kedua, yaitu sistem di Negara Eropa dan bekas jajahannya menganut The Continental European Model atau biasa dikenal dengan Two Tier Board System. Pada sistem kedua ini yaitu Two-Tier Board System perusahaan memiliki dua dewan, yaitu Management Board (Direksi) yang memiliki tugas mengelola perusahaan dan Supervisory Board (Dewan Komisaris) yang memiliki tugas melakukan pengawasan terhadap tugas yang dilakukan oleh direksi (Lukviarman, 2004). Jika dilihat dari kedua sistem yang ada, Indonesia menganut sistem yang kedua yaitu Two-Tier Board System karena Indonesia merupakan salah satu negara bekas jajahan Eropa yaitu Belanda, dimana setiap perusahaan memiliki dua dewan didalam struktur organisasinya (Lukviarman, 2004). Namun didalam pelaksanaannya, penerapan Two-Tier Board System di Indonesia berbeda atau memiliki keunikan tersendiri dengan negara-negara lain khususnya Eropa (Lukviarman. 2004). Jika di negara lain yang menganut Two-Tier Board System ini dewan komisaris dipilih dan bertanggung jawab dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan selanjutnya, dewan komisarislah yang memilih 5 direksi (management board). Sedangkan di Indonesia menurut UU PT Tahun 2007, Direksi (Management Board) dan dewan komisaris (Supervisory Board) dipilih dan bertanggung jawab kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Selanjutnya, dewan komisaris ini yang mengawasi direksi (Rose dalam Huang, 2010). Perbedaan inilah yang menjadi alasan perlunya penelitian mengenai Board Governance Characteristics khususnya karakteristik dewan komisaris di Indonesia. Pada penelitian ini penulis fokus pada Board Governance terutama pada karakteristik Dewan Komisaris yaitu board size, board independence, audit committee size, dan audit committee independence Pengukuran kinerja perusahaan dilakukan dengan menggunakan rasio ROA (Return on Asset) dan NIM (Net Interest Margin). Perusahaan yang dijadikan objek penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam industri perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2011-2013. Penulis menggunakan perusahaan perbankan sebagai objek penelitian dikarenakan sektor industri perbankan memiliki peran sentral dalam perekonomian sekaligus berperan sebagai pengawas terlaksananya Corporate Governance. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai penerapan Corporate Governance terutama Board Governance di Indonesia dan pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: H Social Sciences > HD Industries. Land use. Labor > HD28 Management. Industrial Management
Divisions: Fakultas Ekonomi > Manajemen
Depositing User: Ms Lyse Nofriadi
Date Deposited: 26 Feb 2016 05:07
Last Modified: 26 Feb 2016 05:07
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2137

Actions (login required)

View Item View Item