PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA CUBADAK AIR KOTA PARIAMAN

PATRIAL, HABIBUL HENDRI (2015) PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA CUBADAK AIR KOTA PARIAMAN. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text
528.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (647kB)

Abstract

Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini didukung dengan adanya pemerintahan daerah yang menjalankan roda pemerintahan di daerah sebagaimana tertuang dalam BAB VI Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UU 1945) setelah amandemen mengenai Pemerintahan Daerah. Tertuang dalam Pasal 18 ayat (5) (UU 1945) bahwa “Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat“. Dalam hal ini disimpulkan bahwa pemerintahan daerah diberikan otonomi yang seluas-luasnya, namun ada beberapa urusan yang masih ditangani oleh pemerintah pusat. Ketentuan otonomi daerah lebih khususnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (UU No.32 Tahun 2004). Pemerintahan Daerah menurut Pasal 1 ayat (2) UU No.32 Tahun 2004 merupakan “Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah dareah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimanana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia”. Dijelaskan juga dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah 2 (UU No.23 Tahun 2014) bahwa Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam artian bahwa pemerintahan daerah merupakan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh gubernur, bupati, walikota, dan perangkat daerah bersama DPRD berdasarkan asas dan prinsip otonomi daerah. Yang diperkuat oleh Pasal 5 ayat (4) UU No.23 Tahun 2014 bahwa Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di Daerah dilaksanakan berdasarkan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah terdapat beberapa urusan yang didelegasi oleh pemerintah kepada pemerintah daerah. Urusan ini kemudian dibagi menjadi 2 bagian, yaitu urusan wajib dan urusan pilihan. Dalam Pasal 14 ayat (1) UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa terdapat 16 urusan wajib pemerintah daerah.Diantaranya terdapat perencanaan dan pengendaliaan pembangunan, penyediaan sarana dan prasanaran umum yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Selain itu, menurut Pasal 14 ayat (2) UU No.32 Tahun 2004 juga terdapat urusan pilihan pemerintah daerah,1 yaitu urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan 1Papin Syarifin, 2006, Pemerintahan Daerah di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, hlm 50 ; 3 kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.Kewenangan dan urusan wajib yang telah diterima pendelegasian oleh pemerintah daerah, dapat didelegasi kembali oleh pemerintah desa sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (3) UU No.32 Tahun 2004. Pendelegasian tersebut mengenal 2 asas dalam peaksanaannya.Asas tersebut berupa asas tugas pembentuan (medebewind) dan asas delegasi otonomi.2 Asas tugas pembantuan (medebewind) adalah pemberian tugas dari pemerintah kepada kabupaten/kota dan atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melakukan tugas tertentu (Pasal 1 ayat (9) UU No.32 Tahun 2004). Medebewind dalam bahasa belanda lebih dikenal dengan “zelfbestuur”, yang berarti pembantu penyelenggara dari pemerintah pusat atau daerah yang tingkatnya lebih atas dari alat-alat perlengkapan daerah yang lebih bawah.3 Yang mana tugas pembantuan bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dalam penyelenggaraan pembangunan dan pelayanan umum kepada masyarakat, serta memperlancar pelaksanaan tugas dan penyelesaiaan masalah serta membantu pembangunan daerah dan desa. Masalah otonomi daerah merupakan hal yang hidup dan berkembang sepanjang masa sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Otonomi daerah diberikan kepada masing-masing daerah agar daerah lebih mandiri dalam mejalankan pemerintahannya. Asas yang paling berpengaruh 2Safri Nugraha , dkk, 2007, Hukum Administrasi Negara, CLGS FHUI, Jakarta, hlm, 227 ; 3Koesoemahatmadja, 1979, Pengantar Kearah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, Percetakan Ekonomi, Bandung, hlm 21 ; 4 dalam otonomi daerah adalah asas desentralisasi, yaitu penyerahan kewenangan dari pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah untuk mengurusi urusan rumahtangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi rakyatnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai perwujudan dari cita desentralisasi tersebut di atas, maka langkahlangkah penting sudah dilakukan oleh pemerintah. Lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah membuktikan bahwa keinginan untuk mewujudkan cita-cita ini terus berlanjut. Namun, kenyataan membuktikan bahwa cita tersebut masih jauh dalam realisasinya. Otonomi daerah masih lebih sebagai harapan ketimbang sebagai kenyataan yang telah terjadi. Salah satu wujud dari otonomi daerah adalah dengan adanya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah menurut Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara (UU No.17 Tahun 2003) adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Tujuan dari anggaran tersebut agar daerah dapat menggunakan anggaran tersebut untuk membiayai keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah. Menurut Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun lalu. Senada dengan itu, Pasal 4 UU No.17 Tahun 5 2003 menjelaskan bahwa Tahun anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Pemerintahan Daerah berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hakhak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”. Dapat dikatakan bahwa secara historis negara Indonesia berasal dari tingkat kesatuan terkecil, mulai dari keluarga, rukun tetangga, rukun warga, desa, kota/kabupaten, provinsi, hingga menjadi sebuah negara yang berdaulat. Desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.4 Desa merupakan cikal bakal terbentuknya bangsa dan penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. kelangsungan kehidupan masyarakat desa akan tercapai apabila sistem desa dalam mengelola keuangan desa untuk kemakmuran masyarakat dikelola dengan baik oleh pemerintah desanya. Hal ini dapat diwujudkan dengan pembentukan otonomi desa sebagai perwujudan demokrasi ditingkat desa. 4 HAW. Widjaya, 2003, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli Bulat dan Utuh,PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm 3; 6 Otonomi desa merupakan otonomi yang berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang dihasilkan berbagai interaksi antarindividu dalam masyarakat atau merupakan hasil cipta, rasa dan karsa masyarakat yang akan menimbulkan keanekaragaman baik dari penataan desa, potensi desa, tata kehidupan masyarakat , susunan pemerintahan maupun tatanan pemerintahan yang sangat dipengaruhi oleh keanekaragaman asal-usul dan adat istiadat masyarakatnya. Untuk menjalankan otonomi desa, desa perlu persetujuan dari daerah untuk menjalankan otonomi agar tercapainya kemajuan desa yang berdampakpada kemajuan daerah. Seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 (PP No.58 Tahun 2005) Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pada Pasal 1 ayat (3) diyatakan bahwa “Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati dan/atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah”. Yang dimaksud dengan perangkat daerah adalah jajaran dibawah pemerintah daerah bupati dan/atau walikota. Yang berarti desa merupakan bagian dari pemerintah daerah yang hierarki dengan pemerintahan yang berada diatasnya. Serta akan memberikan nilai positif bagi kabupaten atau kota apabila desa bisa berkembang dengan baik. Pemerintahan Desa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 (PP No.72 Tahun 2005) Tentang Desa,diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah. Di Sumatera Barat, ketentuan itu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Sumatera Barat Nomor 2 tahun 2007 (Perda No.2 Tahun 2007) Tentang Pokok Pokok Pemerintahan Nagari, yang mana Pemerintahan Nagari merupakan 7 penyelenggara urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Nagari dan Badan Permusyawaratan Nagari berdasarkan asal usul Nagari diwilayah Propinsi Sumetera Barat yang berada dalam Sistim Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 (Permendagri No.113 Tahun 2014) Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, disebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada ayat (2) dijelaskan bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang berarti dari penjabaran tentang pengertian desa, pemerintah memberikan otonomi kepada desa untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri. Untuk menjalankan otonominya, desa harus bisa mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia. Karena untuk menjalankan otonomi desa, desa harus bisa melihat keunggulan daerahnya serta kemandirian dari masyarakatnya. Salah satu hal yang harus diperhatikan desa adalah mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa 8 yang selanjutnya disingkat dengan APBDes. Karena dalam hal menjalankan otonomi desa, desa harus memiliki anggaran agar target yang ingin dicapai dapat terlaksana, yang mana tujuan dari otonomi tercantum dalamPasal 2 ayat (3) UU No.32 Tahun 2004 bahwa; “Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.” Berdasarkan ketentuan tersebut, disebutkan adanya 3 (tiga) tujuan otonomi daerah, yakni; meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Peningkatan kesejahteraan masyarakat diharapkan dapat dipercepat perwujudannyamelalui peningkatan pelayanan di daerah dan pemberdayaanmasyarakat atau adanya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah. Sementara upayapeningkatan daya saing diharapkan dapat dilaksanakan denganmemperhatikan keistimewaan atau kekhususan serta potensi daerahdan keanekaragaman yang dimiliki oleh daerah dalam bingkai NegaraKesatuan Republik Indonesia.5 Meskipun dengan jelas diterangkan pada Pasal 2 ayat (3) UU No.32 Tahun 2004 mengenai tujuan otonomi daerah, namun dalam pelaksanaannya masih jauh dari apa yang dicita-citakan otonomi tersebut. Dalam studi kasus di Desa Cubadak Air Kota Pariaman, penulis menemukan hasil penelitian bahwa otonomi desa yang terealisasi dalam APBDes tahun 2014 kurang menunjukan tujuan dari 5http://otonomidaerah.com/tujuan-otonomi-daerah/ hari senin, 30 Oktober 2014, jam 20.30 wib. 9 otonomi desa itu sendiri. APBDes Cubadak Air tahun 2014 hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan di wilayah pemerintahan saja, sedangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terlihat secara nyata, pemerintah desa belum bisa berbuat banyak karena upaya untuk itu masih terkendala anggaran desa yang sangat terbatas. Pada tahun 2014, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang baru tentang Desa. Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (UU No.6 Tahun 2014), porsi pemerintah desa menjadi semakin kuat, karena tidak lagi diatur dengan UU N0.32 Tahun 2004, tetapi diatur dengan Undang-Undang tersendiri. Kehadiran Undang-Undang tersebut merupakan penguatan status desa sebagai pemerintah masyarakat, dab juga menjadikan desa sebagai basis untuk memajukan masyarakat desa. Karena dengan kehadiran UU No.6 Tahun 2014, pemerintah desa akan memperoleh alokasi dana desa yang bersumber dari APBN yang besarnya 10% dari APBN pada tahun anggaran. Berdasarkan simulasi, jumlah APBN dibagi dengan jumlah desa diseluruh Indonesia, setiap desa merata mendapatkan alokasi dana desa dari APBN sekitar 850 juta. Bila ditambah dengan alokasi dana desa (ADD), bagi hasil pajak dan retribusi daerah serta bantuan keuangan, maka setiap desa diperkirakan akan mengelola APBDes 1,2 milyar. Persoalan yang akan dihadapi oleh pemerintahan desa adalah bagaimana mengelola dana sebesar itu secara efektif, efesien dan akuntabel, sehingga kemajuan masyarakat desa yang diharapkan dengan kehadiran UU No.6 Tahun 2014 dapat diwujudkan. 10 Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uangn maupun barang yang dapat dijadikan milik desa berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Ruang lingkup pengelolaan keuangan desa terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, seharusnya bisa menjamin peraturan desa tentang APBDes berjalan dengan baik.Namun pelaksanaan dari pengelolaan tersebut masih menjadi kendala yang merusak tujuan dari APBDes. Dari kenyataan dilapangan, penulis menemukan beberapa anggaran desa yang penggunaannya kurang tepat dalam APBDes yang telah ada.Anggaran yang seharusnya diperuntukkan untuk kebutuhan A, dialihkan untuk kebutuhan yang lebih mendesak yang sebenarnya tidak ada dalam anggaran. Ini menunjukkan bahwa pemerintahandesa belum bisa untuk mengelola APBDes dengan baik sesuai kebutuhan desa. Dari penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk membahasnya dalam sebuah penelitian yang berjudul: PENGELOLAANKEUANGAN DESA BERDASARKAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA DI DESA CUBADAK AIR KOTA PARIAMAN.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Ms Lyse Nofriadi
Date Deposited: 26 Feb 2016 04:46
Last Modified: 26 Feb 2016 04:46
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2105

Actions (login required)

View Item View Item