CINDIMETA, CLAUDIA (2013) FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI DESA SIKAKAPWILAYAH KERJA PUSKESMAS SIKAKAP KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI TAHUN 2013. Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text
141.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (424kB) |
Abstract
Latar Belakang MDGs (Millenium Development Goals) atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Tujuan Pembangunan Millenium, adalah sebuah paradigma pembangunan global, dideklarasikan Konperasi Tingkat Tinggi Millenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000. Deklarasi ini merupakan kesepakatan anggota PBB mengenai sebuah paket arah pembangunan global yang dirumuskan dalam beberapa tujuan yaitu : 1) Menanggulani Kemiskinan dan Kelaparan, 2) Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua, 3) Mendorong Kesetaraan Gender, dan Pemberdayaan Perempuan, 4) Menurunkan Angka Kematian Anak, 5) Meningkatkan Kesehatan Ibu, 6) Memeramgi HIV/AIDs, malaria, dan Penyakit Menular Lainnya, 7) Memastikan Kelestarian Lingkungan hidup, dan 8) Membangun Kemitraan Global untuk Pembangungan. Dalam Tujuan, Target dan Indikator Millenium Development Goals (MDGs) Indonesia Tahun 1990-2015, disebutkan bahwa tujuan agenda yang keenam dari MDG’s yaitu memerangi HIV dan AIDS, Malaria dan penyakit menular lainnya. Diharapkan pada tahun 2015 jumlah kasus Malaria harus diturunkan mencapai 50 %. Sedangkan dalam Global Malaria Program (GMP) dan Roll Back Malaria (RBM) mempunyai tujuan yang sama yaitu pada tahun 2010 : 80 % penduduk terlindungi dari kasus Malaria dan 80 % dari kasus harus didiagnosis dan 3 mendapat pengobatan dengan Artemisinin based Combination Therapy (ACT), yaitu jenis obat anti Malaria baru yang saat ini digunakan di Program Pengendalian Malaria. World health Organization (WHO) mendefisikan malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasite malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles spp) betina. Malaria adalah penyakit yang mengancam keselamatan jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi (DepKes RI, 2008). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit diantaranya faktor cuaca, vektor, reservoir, geografis, dan faktor perilaku (Budiman Candra, 2007). Secara Epidemiologi, penyakit malaria timbul akibat adanya tiga faktor penting, yaitu faktor Host (penjamu), faktor Agent (penyebab), dan faktor Environtment (lingkungan). Ketiga faktor tersebut berinteraksi secara dinamis dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Menurut teori Hendrik L. Blum (1974), ada empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia, yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan faktor genetik atau keturunan. Malaria ditemukan hampir diseluruh bagian dunia, terutama di negaranegara yang beriklim tropis dan subtropis. Penduduk yang terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari jumlah penduduk dunia. Setiap tahun, kasusnya berjumlah sekitar 300-500 juta kasus dan mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian, terutama di negara-negara benua Afrika. Penyakit malaria ditemukan 4 tersebar diseluruh kepulauan di Indonesia. Malaria menyerang penduduk yang tinggal didaerah endemis atau orang-orang yang berpergian ke daerah yang angka penularannya tinggi. Kematian karena malaria menduduki peringkat kelima penyakit parastitic setelah infeksi pneumokokal saluran nafas bawah, diare dan HIV/AIDS. Berdasarkan data WHO tahun 2010, terdapat 544.470 kasus malaria positif di Indonesia. Pada tahun 2009 terdapat 1.100.000 kasus malaria klinis, dan tahun lalu meningkat lagi menjadi 1.800.000 kasus malaria klinis (Sedyaningsih, E.R., 2011). Penyakit malaria masih ditemukan diseluruh provinsi di Indonesia. Data dari DepKes RI menyatakan bahwa di Indonesia sampai tahun 2009 jumlah kasus malaria dilaporkan sebanyak 1.143.024 orang, sekitar 80% kabupaten/kota masih termasuk kategori endemis malaria. Sekitar 45% penduduk bertempat tinggal didaerah yang beresiko tertular malaria. Jumlah ini mungkin lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya karena lokasi yang endemis malaria adalah desa-desa yang terpencil dengan sarana transportasi yang sulit dan akses pelayanan kesehatan yang rendah. Beberapa macam ukuran yang dapat digunakan untuk menggambarkan besarnya masalah malaria (endemisitas) pada suatu daerah yang sering digunakan di Indonesia adalah; Annual Malaria Incidence (AMI) dan Annual Parasite Incidence (API). Annual Malaria Incidence (AMI) adalah angka kesakitan malaria (malaria berdasarkan gejala klinis) per 1000 penduduk dalam 1 tahun yang dinyatakan dalam permil (‰), dimana yang dimaksud dengan jumlah penderita 5 malaria klinis adalah jumlah kasus malaria klinis yang ditemukan melalui kegiatan ACD dan PCD di suatu wilayah (Kecematan, Kabupaten, Provinsi) selama 1tahun. Yang dimaksud jumlah penduduk adalah jumlah penduduk (seluruh kelompok umur) yang tinggal di wilayah tersebut pada pertengahan tahun (bulan juni). Kegunaan AMI adalah untuk mengetahui insiden malaria klinis pada satu daerah tertentu selama satu tahun. Annual Parasite Incidence (API) adalah angka kesakitan (berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium) per 1000 penduduk dalam 1 tahun dinyatakan dalam permil (‰), dimana yang dimaksud dengan jumlah penderita malaria positif adalah jumlah kasus malaria yang dikonfirmasi positif melalui pemeriksaan mikroskopik (Sedian Darah Malaria) maupun tes diagnostic cepat / Rapid Diagnostic Test (RDT) yang ditemukan melalui kegiatan ACD dan PCD di suatu wilayah (Kecamatan, Kabupaten, Provinsi) selama 1 tahun. Yang dimaksud dengan jumlah penduduk adalah jumlah penduduk (seluruh kelompok umur) yang tinggal di wilayah tersebut pada pertengahan tahun (bulan juni). Kegunaan API adalah untuk mengetahui insiden penyakit malaria pada satu daerah tertentu selama satu tahun. Berdasarkan Annual Parasite Incidence (API), dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian timur masuk dalam stratifikasi tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi. Annual Parasite Incidence (API) dari tahun 2008-2009 menurun dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000 penduduk. Bila dilihat per provinsi dari 6 tahun 2008-2009 provinsi dengan Annual Parasite Incidence (API) tertinggi adalah Papua Barat, NTT, dan Papua terdapat 12 provinsi yang diatas angka Annual Parasite Incidence (API) nasional. Dari tahun 2006-2009 kejadian luar biasa (KLB) selalu terjadi di pulau Kalimantan walaupun kabupaten/kota yang terjangkit berbeda-beda tiap tahun. Pada tahun 2009, KLB dilaporkan terjadi di pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten), Kalimantan (Kalimantan Selatan), Sulawesi (Sulawesi Barat), NAD dan Sumatera (Sumatera Barat dan Lampung) dengan total penderita adalah 1.869 orang dan meninggal sebanyak 11 orang. Menurut DinKes Provinsi Sumbar (2012) selama dekade terakhir, dunia telah membuat kemajuan besar dalam perang melawan malaria. Sejak tahun 2000, angka kematian malaria telah turun lebih dari 25% dan 50 dari 99 Negara dengan transmisi berlangsung sekarang di jalur untuk memenuhi target yang Majelis Dunia 2015 Kesehatan mengurangi tingkat insiden oleh lebih dari 75%. Menurut Padang Ekspress (2012), di Sumbar untuk malaria terjadinya peningkatan penemuan kasus malaria yang terkonfirmasi. Jika tahun 2011 saat indikator yang digunakan Annual Malaria Incidence (AMI), kasus malaria sebesar 0,19. Dengan parameter Annual Parasite Incidence (API), kasus malaria yang secara klinis harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan parasitik melalui darah tepi, meningkat menjadi 0,29. Kepulauan Mentawai terletak 100 mil di lepas pantai Sumatera Barat. 70.000 orang tinggal disana tersebar di 203 dusun yang terdapat diantara pesisir dan hutan-hutan yang sangat terisolasi. Isolasi ini memberikan kontribusi yang 7 sangat signifikan terhadap kesehatan yang buruk dan pelayanan kesehatan yang buruk. Kejadian malaria sangat hiperendemik di Kepulauan Mentawai ini. Di seluruh Mentawai 50% dari semua keluarga kehilangan setidaknya satu anak untuk malaria, campak, tetanus dan diare. Dari data Dinkes Kepulauan Mentawai Kejadian Luar Biasa (KLB) selalu terjadi di Kepulauan Mentawai dengan jumlah 225 kasus pada bulan desember tahun 2012. Secara geografis Kabupaten Kepulauan Mentawai terletak pada 0.55 -3.21° LS dan 90.35°-11.32° BT dengan luas wilayah 5.749,89 Km. Kondisi alam memiliki topografi berupa rawa-rawa, daratan, berbukit-bukit dan hutan. Tinggi dari permukaan laut 0-400 M dan memiliki pantai yang memanjang dari sepanjang 758 KM. Keadaan alam tersebut sangat mendukung untuk tempat hidup nyamuk anopheles sebagai vektor anopheles. Malaria masih menjadi masalah kesehatan yang menonjol di Kepulauan Mentawai. Dimana dari data yang didapat dari dinas kesehatan setempat penyakit malaria ini tersebar merata hampir di seluruh pulau-pulau yang terdapat di Mentawai. Hal ini membuat Kepulauan Mentawai menjadi daerah endemik malaria, dimana setiap bulannya selalu terjadi kasus malaria klinis yang tercatat di berbagai puskesmas di setiap kecamatan di Kepulauan Mentawai. Dari Annual Parasite Incidence (API) Kabupaten Kepulauan Mentawai cenderung fluktuatif. tahun 2009 sebesar 2,35% menurun pada tahun 2010 menjadi 1,38% namun mengalami kenaikan pada tahun 2011 menjadi 2,26%. Kabupaten Kepulauan Mentawai dikelompokkan menjadi Moderate Case Incidence (MCI). 8 Menurut data dari dinas kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai, malaria di Sikakap sendiri mengalami peningkatan pada tahun 2012 yaitu sebesar 905 kasus klinis. Kecamatan Sikakap memiliki luas daerah 278,45 dan berada 2 M diatas permukaan laut dengan Ibu Kota Kecamatan Taikako berpenduduk sebesar 9531 jiwa. Kecamatan Sikakap terdiri dari 3 desa yaitu; Desa Taikako, Desa Sikakap dan Desa Matobek. Berbagai upaya pencegahan dan pemantauan dalam menanggulangi masalah malaria ini, maka pada penelitian ini peneliti akan meneliti faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di Desa Sikakap wilayah kerja Puskesmas Sikakap dari berbagai aspek yaitu : usia, riwayat malaria sebelumnya, kebiasaan di luar rumah pada malam hari, penggunaan kelambu, penggunaan kawat kasa, dan pekerjaan. Menurut Riskesdas (2010) berdasarkan period prevalence, prevalens paling tinggi terkena malaria adalah pada kelompok umur >15 tahun (10,8%), nomor dua paling tinggi pada kelompok umur 1-4tahun (10,7%) dan paling rendah tetap pada umur <1tahun (8,2%). Untuk Orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk imunitas sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria. Contohnya penduduk asli daerah endemik akan lebih tahan dibandingkan transmigran yang datang dari daerah non endemis (DepKes RI, 1993). Babba (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kebiasaan keluar rumah pada malam hari berpeluang terkena malaria 5,54 kali dibandingkan dengan orang yang tidak keluar rumah pada malam hari. Penelitian yang dilakukan oleh Babba, dkk (2007) orang yang tidur tanpa menggunakan kelmabu akan beresiko terkena malaria 2,28 kali dibandingkan dengan orang yang tidur dengan menggunakan 9 kelambu. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Supriyadi, dkk (2005-2006) di Kecamatan Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar menemukan bahwa responden yang tidak menggunakan kawat kasa nyamuk beresiko menderita malaria 2,3 kali dibandingkan dengan mereka yang menggunakan kawat kasa. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di Desa Sikakap wilayah kerja Puskesmas Sikakap Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun 2013.”
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | R Medicine > R Medicine (General) R Medicine > RT Nursing |
Divisions: | Fakultas Keperawatan |
Depositing User: | Ms Ikmal Fitriyani Alfiah |
Date Deposited: | 26 Feb 2016 04:34 |
Last Modified: | 26 Feb 2016 04:34 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2082 |
Actions (login required)
View Item |