EKHO, PRATAMA (2015) PELAKSANAAN KEWENANGAN MEMUTUS PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH OLEH MAHKAMAH AGUNG DAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text
289.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (984kB) |
Abstract
Menurut peraturan perundang-undangan, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi ketika diberi kewenangan memutus perselisihan hasil pemilihan kepala daerah hanya sebatas mengadili soal perselisihan perhitungan suara pilkada. Namun dalam praktiknya, baik Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi kerap tidak hanya mengadili mengenai perselisihan hasil pilkada, melainkan juga mengadili soal pelanggaran yang terjadi selama proses pilkada. Tindakan MA dan MK ini kontroversial baik dilihat dari sisi legal-formal maupun dari akibat yang ditimbulkan dari putusan itu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan kewenangan Mahkamah Agung ketika diberi kewenangan memutus sengketa pilkada dan bagaimanakah pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi ketika diberi wewenang memutus sengketa pilkada. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji dan meneliti materi hukum, yaitu peraturan perundang-undangan, putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa baik Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi dalam mengadili sengketa pilkada kerap mengadili hal-hal di luar kewenangannya, seperti mengadili soal pelanggaran pilkada yang sebenarnya penanganan atas hal itu adalah wewenang instansi lain. Mahkamah Konstitusi melakukan itu dengan argumen menegakkan keadilan substantif serta mengawal konstitusi. Namun tindakan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi telah menimbulkan kontroversi dan permasalahan, baik dari sisi yuridis maupun dari sisi sosial-kemasyarakatan. Setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, diharapkan dapat menertibkan kewenangan lembaga peradilan dalam menangani sengketa pilkada, karena telah dibedakan dengan tegas antara mekanisme penanganan pelanggaran pilkada dengan mekanisme penanganan sengketa hasil pilkada. Namun untuk menghindari terulangnya kejadian pengadilan sengketa hasil pilkada turut mengadili pelanggaran pilkada, maka Mahkamah Konstitusi sebagai institusi yang diberi kewenangan memutus sengketa pilkada perlu merumuskan secara cermat hukum acara pilkada dalam peraturan Mahkamah Konstitusi agar batasan-batasan kewenangan hakim dalam menangani sengketa pilkada dapat dipertegas hanya sebatas perselisihan hasil suara saja.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum |
Depositing User: | Ms Ikmal Fitriyani Alfiah |
Date Deposited: | 26 Feb 2016 03:53 |
Last Modified: | 26 Feb 2016 03:53 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/2012 |
Actions (login required)
View Item |