PENGARUH TERAPI INDIVIDU GENERALIS TERHADAP KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI KLIEN DENGAN GANGGUAN JIWA DI RUANG MELATI RSJ. PROF. HB. SA’ANIN PADANG

RAHMIYATI, RAHMIYATI (2013) PENGARUH TERAPI INDIVIDU GENERALIS TERHADAP KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI KLIEN DENGAN GANGGUAN JIWA DI RUANG MELATI RSJ. PROF. HB. SA’ANIN PADANG. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text
117.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (273kB)

Abstract

Latar BelakangMasalah Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional (Videbeck, 2008). Seseorang dikatakan sehat jiwa apabila terpenuhi kriteria memiliki perilaku positif, tumbuh kembang dan aktualisasi diri, memiliki integritas diri, memiliki otonomi, memiliki persepsi sesuai realita yang ada serta mampu beradaptasi dengan lingkungannya sehingga mampu melaksanakan peran sosial dengan baik (Stuart & Laraia, 2005). Bila seseorang tidak mencapai keadaan tersebut maka bisa dikatakan mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan (Mardjono, 1992 dalam Hawari, 2006). Meskipun gangguan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Setyonegoro, 1981 dalam Hawari, 2006). Seseorang yang 3 menderita gangguan jiwa akan mengalami ketidakmampuan dalam berfungsi secara optimal dalam kehidupannya (Hawari, 2006). Menurut Videbeck (2008), mengatakan bahwa kriteria umum gangguan jiwa meliputi ; ketidakpuasan dengan karakteristik, kemampuan, dan prestasi diri, hubungan yang tidak efektif atau tidak memuaskan, tidak puas hidup di dunia, koping yang tidak efektif terhadap peristiwa, tidak terjadi pertumbuhan kepribadian, dan terdapat perilaku yang tidak diharapkan. Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Dirjen Binkesmas) Depertemen Kesehatan dan World Health Organization (WHO) tahun 2010 memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia. Bahkan berdasarkan data studi World Bank dibeberapa negara menunjukkan 8,1% dari Global Burden Disease menderita gangguan jiwa. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2010, menyatakan bahwa hampir 2,5 juta penduduk di Indonesia mengalami gangguan jiwa. Dalam hal ini, Azrul Azwar mengatakan bahwa angka itu menunjukkan jumlah penderita gangguan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas, depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia (Yosep, 2009). Salah satu dampak dari gangguan jiwa adalah klien dapat mengalami defisit perawatan diri yang signifikan, tidak memperhatikan kebutuhan kebersihan dan berhias biasa terjadi terutama selama episode psikotik. Klien 4 dapat menjadi sangat preokupasi dengan ide-ide waham atau halusinasi (Videbeck, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jukarnain (2011) di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2010, sebanyak 7.897 orang klien yang mengalami gangguan jiwa sebesar 2.257 orang (65%) klien yang perawatan dirinya kurang. Defisit perawatan diri tampak dari ketidakmampuan melakukan kebersihan diri dan berdandan/berhias secara mandiri. Ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang sederhana dan kemunduran yang terjadi disebabkan karena mengalami kelemahan kemampuan atau penurunan kemauan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri (Direja, 2011). Dari data yang diperoleh pada bulan Oktober 2012 dari RSJ Prof. HB. Sa'anin Padang, menunjukkan bahwa dari 164 orang pasien yang dirawat, 94 orang (57,3%) diantaranya adalah klien dengan masalah perawatan diri kurang. Keterbatasan perawatan diri biasanya diakibatkan karena stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami harga diri rendah) sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat dirinya sendiri dalam hal menjaga kebersihan diri dan berdandan. Bila tidak dilakukan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan klien bisa mengalami masalah risiko tinggi isolasi sosial (Direja, 2011). Perawatan diri sendiri dibutuhkan oleh setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Ketika perawatan diri tidak dapat dipertahankan, akan 5 terjadi kesakitan atau kematian (Potter & Perry, 2005). Jika diketahui klien mulai kehilangan kemampuan, motivasi dan dorongan dalam melakukan perawatan diri, perawat berperan membantu dan mendorong minat klien untuk mengerjakan suatu aktivitas termasuk di dalamnya melibatkan klien pada suatu aktivitas perawatan diri yang ada di ruangan/bangsal (Susana, 2011). Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antar perawat dengan klien, keluarga dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Proses keperawatan yaitu terlaksananya asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi optimal. Salah satu terapi modalitas yang dapat dilakukan oleh keperawatan jiwa adalah memberikan terapi individu. Terapi individu merupakan salah satu bentuk terapi yang dilakukan secara individu oleh perawat kepada klien secara tatap muka perawat–klien dengan cara yang terstruktur dan durasi waktu tertentu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Videbeck (2008), klien gangguan jiwa dengan masalah defisit perawatan diri didorong dan diarahkan untuk menjadi lebih mandiri sesegera mungkin dengan berbagai pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan kemandirian klien. Pendekatan terapi individu yang sering digunakan adalah pendekatan strategi pelaksanaan komunikasi. Penelitian yang dilakukan oleh Surilesmana (2011) di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, mengenai kemampuan perawatan diri pada 6 klien defisit perawatan diri yang diberikan strategi pelaksanaan komunikasi defisit perawatan diri, didapatkan hasil bahwa ada perbedaan kemampuan perawatan diri pre dan post strategi pelaksanaan komunikasi defisit perawatan diri. Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang merupakan rumah sakit tipe A yang ada di kota padang dan merupakan salah satu Rumah Sakit Jiwa terbesar yang ada di Sumatera Barat. Rumah sakit ini mempunyai 8 ruangan; 1 ruang UGD/PICU, 1 ruangan NAPZA dan 6 ruangan diantaranya dengan pengembangan model praktek keperawatan profesional (MPKP) yaitu : ruang Anggrek, Flamboyan, Cendrawasih, Melati, Gelatik, dan Merpati. Survey awal yang peneliti lakukan pada bulan Oktober 2012 didapatkan data jumlah pasien rawat inap sebanyak 164 orang, dengan rincian sebagai berikut ; ruang Cendrawasih dari 41 orang yang dirawat 26 orang (63,4%) yang perawatan dirinya kurang, ruang Gelatik dari 40 orang yang dirawat 24 orang (60%) yang perawatan dirinya kurang, ruang Merpati dari 41 orang yang dirawat 24 orang (58,6%) yang perawatan dirinya kurang, ruang Melati dari 26 orang yang dirawat 14 orang (53,8%) yang perawatan dirinya kurang, ruang Flamboyan dari 12 orang yang dirawat 5 orang (41,7%) yang perawatan dirinya kurang, dan ruang Anggrek dari 4 orang yang dirawat 1 orang (25%) yang perawatan dirinya kurang. Ruang Melati merupakan salah satu ruang rawat yang ada di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang. Klien yang dirawat rata-rata dengan masalah defisit perawatan diri. Hasil pengamatan yang peneliti lakukan pada 10 orang klien 7 yang telah diberikan strategi pelaksanaan komunikasi masih tampak rambut klien yang kotor dan kusam, gigi kotor, badan klien bau, kuku yang panjang dan kotor, tidak mengganti pakaian, rambut kusut. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2012 dengan kepala ruangan Melati, masalah defisit perawatan diri yang dialami oleh klien tersebut sangat menonjol dikarenakan kurangnya motivasi dan keinginan serta ketidakmampuan klien dalam melaksanakan aktivitas dan memanfaatkan sarana yang ada. Pelaksanaan strategi pelaksanaan komunikasi kebersihan diri pada klien sudah diterapkan di ruangan. SP komunikasi ini dilakukan pada shift pagi dan shift sore yang dilaksanakan oleh perawat pelaksana dan mahasiswa/i yang sedang menjalani praktik klinik di ruangan. Namun, dalam pelaksanaan SP komunikasi ini masih belum efektif karena tidak dilakukan secara berkesinambungan serta kurang maksimalnya pengevaluasian yang dilakukan pada klien setelah diberikan intervensi melalui strategi pelaksanaan komunikasi. Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh terapi individu generalis terhadap kemampuan perawatan diri klien dengan gangguan jiwa di ruang melati RSJ. Prof. HB. Saanin Padang Tahun 2013.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: R Medicine > R Medicine (General)
R Medicine > RT Nursing
Divisions: Fakultas Keperawatan
Depositing User: Ms Ikmal Fitriyani Alfiah
Date Deposited: 26 Feb 2016 02:42
Last Modified: 26 Feb 2016 02:42
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/1949

Actions (login required)

View Item View Item