WIRMAN, HADI (2013) KEDUDUKAN HUKUMKOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PERKARA SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA DI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. Diploma thesis, Universitas Andalas.
Text
28.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (532kB) |
Abstract
Latar BelakangMasalah Potensi sengketa pelaksanaan kewenangan antar-lembaga negara bisa saja terjadi. Salah satu penyebabnya adalah ketidakjelasan peraturan perundangundangan terkait fungsi, tugas, wewenang suatu lembaga. Ketidakjelasan itu berakibat timbulnya pelbagai penafsiran oleh lembaga negara dalam menjalankan kewenangan tersebut.1 Selain itu, potensi sengketa juga dapat muncul dari hubungan kelembagaan yang saling mengontrol dan mengimbangi (checks and balances). Permasalahan itu semakin marak jika dihubungkan dengan pelaksanaan kewenangan lembaga negara yang diatur dalam konstitusi.2 Diskursus ketatanegaraan mengenai sengketa kewenangan lembaga negara terkait dengan keberadaan komisi negara sebagai lembaga negara pendukung (auxilary organ) menarik ditelaah.3 Lukman Hakim berpendapat, terbukanya kemungkinan sengketa antar lembaga negara karena banyaknya jumlah lembaga atau badan independen (independent self regulatory body) di Indonesia. 1 Lukman Hakim, Sengketa Kewenangan Kelembagaan Negara dan Penataannya Dalam Kerangaka Sistem Hukum Nasional, Dimuat dalam Jurnal Yustisia, Tahun XXI, Agustus 2010, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, hlm.3 2 Luthfi Widagdo Eddyono, Sengketa Kewenangan Lembagaan Negara oleh Mahkamah Konstitusi, Dimuat dalam Jurnal Konstitusi, Volume 7, 3 juni 2010, diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, hlm.6 3 Ibid., hlm.17 3 Pembentukan lembaga independen merupakan gagasan demokratisasi baru yang memengaruhi hukum tata negara paska reformasi. Pembentukan lembaga negara independen seringkali tidak hanya berdasarkan ketentuan UUD, tetapi juga melalui produk perundang-undangan di bawah UUD. Umumnya, lembaga-lembaga berupa komisi-komisi negara atau lembaga negara pembantu (state auxiliary agencies) yang dibentuk melalui undang-undang ataupun peraturan lainnya.4 Diantara sengketa yang menjadi perdebatan ilmiah adalah sengketa Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Sengketa tersebut berkaitan dengan kewenangan penyidikan kasus korupsi driving simulator (alat simulasi mengemudi). Sengketa dua institusi itu menimbulkan problematika ketatanegaraan terkait dualisme kewenangan penyidikan.. Kasus driving simulator bermula ketika KPK melakukan penggeledahan di Kantor Korlantas Polri yang berujung terjadinya ketegangan antara KPK dengan aparat kepolisian yang menghalangi tim KPK yang hendak membawa barang sitaan terkait dugaan korupsi alat simulasi mengemudi Polri.5 Sejak ditetapkannya tersangka dalam kasus tersebut oleh KPK, Polri menyatakan bahwa Polri lah yang berwenang terhadap penyidikan kasus tersebut dan dalam waktu bersamaan Polri 4 Lukman Hakim, op.cit., hlm.3 5 Penanganan kasus ini bermula sejak penyidik KPK menggeledah Kantor Korlantas Polri di Jalan MT Haryono. Saat itu, aparat pengatur lalu lintas menghalangi tim KPK yang ingin membawa barang sitaan. Tiga pimpinan KPK pun turun tangan untuk menyelesaikan masalah itu. KPK pun akhirnya menetapkan mantan Kakorlantas Polri Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka kasus senilai Rp180 miliar. Lihat Kasus Simulator SIM, KPK Tunggu Hasil Tim Kecil, 2012, dalam harian Media Indonesia, 24 Oktober, Jakarta, hlm.2 4 juga telah menetapakan beberapa tersangka dalam kasus korupsi simulator Surat Izin Mengemudi (SIM),6 sehingga terjadinya sengketa kewenangan dalam penyidikan antara KPK dengan Polri yang mengakibatkan terhalangnya proses penyidikan terhadap kasus tersebut. Perkembangan kasus ini bergulir semakin meluas yang mengakibatkan kekacauaan. Pertikaian tersebut menyebabkan masyarakat mengecam institusi Polri yang menyerang KPK. Akibat kemarahan masyarakat, memaksa presiden untuk dapat menyelesaikan permasalahan antara KPK dengan Polri yang berujung pada pernyataan presiden untuk memerintahkan kepada Polri melakukan penyerahan kasus simulator SIM kepada KPK.7 Penyerahan kasus tersebut baru dapat dilaksanakan meskipun dengan waktu tenggat yang cukup lama.8 KPK secara hukum telah diatur kewenangannya dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebagai lembaga super body, selain dapat melakukan penyidikan, juga dapat melakukan 6 Penyidik KPK menggeledah kantor Korlantas Polri. Penggeledahan tersebut terkait kasus dugaan penggelapan dana pengadaan barang simulator pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) oleh institusi penegak hukum itu. Tanggal 3 Agustus 2012, Bareskrim Polri pun melakukan penahanan terhadap empat orang yang terlibat kasus tersebut, di antaranya Brigjen Didik Purnomo, AKBP Teddy Rusmawan, Kompol Legimo dan Budi Susanto. Ibid. Lihat juga, Siapa Yang Berhak Tangani Kasus Simulator SIM, 2012, dalam harian Kompas, 6 Agustus 2012, Jakarta, hlm.3 7 Pada tanggal 8 oktober Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya memerintahkan kasus dugaan korupsi simulator SIM ditangani KPK. Lihat, Presiden Serahkan ke KPK, 2012, dalam harian Kompas, 9 Oktober, Jakarta, hlm.1. lihat pula, Polri Segera Serahkan Kasus Simulator, 2012, dalam harian Media Indonesia, 10 Oktober, Jakarta, hlm.2 8 Sekitar 15 orang dari tim Badan Reserse Kriminal Mabes Polri mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/10) akan menyerahkan berkas kasus simulator SIM kepada KPK. Lihat, KPK Terima Berkas Simulator Dari POLRI, 2012, dalam harian Media Indonesia, 31 oktober, Jakarta, hlm.2 5 penuntutan serta mengambil alih kasus yang sedang ditangani instansi penegak hukum lain, khususnya dalam tindak pidana korupsi. Namun disisi lain Polri juga memiliki kewenangan dalam hal melakukan penyidikan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Sehingga ini menjadi suatu kontroversial dalam sejarah perkembangan hukum negara Indonesia. Meskipun Presiden telah memerintahkan penanganan kasus kepada KPK, namun menjadi suatu perdebatan, dikarenakan Presiden bukanlah lembaga kekuasaan kehakiman yang putusannya final dan mengikat dan disamping itu bagi KPK tidak tertutup kemungkinan sengketa antara KPK dengan Polri akan terulang kembali, bahkan antara KPK dengan lembaga lainnya. Maka menyangkut sengketa kewenangan dalam hal melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, sangat menarik mengkaji lembaga mana yang dapat menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga negara, khususnya dalam sengketa kewenangan KPK dengan Polri dalam kasus Driving simulator Polri. Menurut UUD 1945, satu-satunya lembaga yang dapat menyelesaikan permasalan KPK adalah Mahkamah Konstitusi (MK). Keberadaan MK sebenarnya merupakan hasil dari amandemen UUD 1945 dalam perubahan Ketiga. Para pembentuk konstitusi amandemen (the second framers of constitution) menginginkan dibentuknya sebuah lembaga pemegang kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung (MA).9 9 Feri Amsari, Perubahan UUD 1945: Perubahan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia Melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm.160 6 Dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 dinyatakan, bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Diantara kewenangan MK tersebut, ada yang menjadi suatu perdebatan, yaitu kewenangan MK dalam memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Hal itu karena pada saat pasal tersebut dibentuk tidak pernah diterangkan secara eksplisit lembaga-lembaga negara mana saja yang bisa bersengketa di MK dalam sengketa kewenangan lembaga negara. Sehingga memberikan ruang kepada lembagalembaga lain yang tidak disebutkan secara eksplisit kewenangannya dalam UUD 1945, diantaranya KPK.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum |
Depositing User: | Ms Lyse Nofriadi |
Date Deposited: | 18 Feb 2016 07:51 |
Last Modified: | 18 Feb 2016 07:51 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/1650 |
Actions (login required)
View Item |