ANALISIS VEGETASI TUMBUHAN ASING INVASIF DI CAGAR ALAM LEMBAH HARAU

RAHMI, WAHYUNI (2015) ANALISIS VEGETASI TUMBUHAN ASING INVASIF DI CAGAR ALAM LEMBAH HARAU. Diploma thesis, UPT. Perpustakaan.

[img] Text
201512181203th_skripsi rahmi wahyuni.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (3MB)

Abstract

Hutan tropika terdiri dari dua tingkat yaitu hutan yang tinggi di wilayah panas dan lembab yang tidak mempunyai musim kering yang mencolok dan hutan yang berkembang dalam iklim kering musiman. Hutan tropika membentuk ekosistem ekologi antar benua yang luas sekali dan sangat penting (Ewusi, 1990). Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem adalah sangat tepat, mengingat hutan itu dibentuk atau disusun oleh banyak komponen yang masing-masing komponen tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dipisah-pisahkan, bahkan saling mempengaruhi dan saling bergantung (Indriyanto, 2006). Konservasi merupakan hal yang sangat penting berkaitan dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat melimpah. Berdasarkan data Word Bank Development Report, New York, AS, bahwa hutan Indonesia dari aspek keanekaragaman hayatinya menempati urutan ke 2 setelah hutan Amazon Brazil. Apabila dilihat dari aspek lokasinya maka kondisi kepulauan yang ada di Indonesia sangat rentan terhadap proses perusakan (Sudarmono, 2005). Hutan merupakan gudang plasma nutfah (sumber genetik) dari berbagai jenis tumbuhan (flora) dan binatang (fauna). Jika hutan rusak, dapat dipastikan akan terjadi erosi plasma nutfah yang akan berakibat punahnya berbagai kehidupan yang tadinya ada di hutan serta menurunnya keanekaragaman hayati. Perlu diperhatikan keanekaragaman hayati merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat (Indriyanto, 2006). Hutan konservasi adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya (Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, 2002). Untuk mengoptimalkan fungsi 2 kawasan konservasi perlu adanya upaya pengelolaan kawasan yang optimal dan terarah. Provinsi Sumatera Barat mempunyai beberapa daerah yang dinyatakan sebagai sebagai kawasan Cagar Alam, salah satunya adalah Cagar Alam Lembah Harau (CALH). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 pasal 1 cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Kawasan cagar alam Lembah Harau merupakan salah satu kawasan yang berpotensi sebagai kawasan konservasi dan juga sebagai salah satu kawasan yang dijadikan kunjungan wisata bagi masyarakat. Kawasan ini ditetapkan sebagai salah satu kawasan cagar alam. Berdasarkan G.B. No. 15 Stbl No. 24 tanggal 10 Januari 1993 dengan luas : 270,5 ha (Dephut, 2002). Secara geografis CALH terletak antara 100°41’2,3999”BT - 100°39’ 25,1999”BT dan 0°5’14,6907”LS - 0°6’50,3424”LS dengan luas 284,74 ha serta memiliki ketinggian 400 – 850 mdpl. Curah hujan 2. 673,50 mm (tahunan), temperatur minimum 0° - 17° C maksimum 25° - 33° C dan tipe iklim A (S & F) (BKSDA, 2012). Berdasarkan keputusan Mentri Pertanian No. 478/Kpts/Um/8/1979, seluas 27,5 ha dari kawasan Cagar Alam Lembah Harau dialih fungsikan menjadi taman wisata alam (TWSA) (BKSDA, 2012). Dibukanya tempat-tempat wisata dalam kawasan konservasi suatu saat dikhawatirkan akan terjadi degradasi keanekaragaman hayati spesies asli dan bukan tidak mungkin tempatnya akan digantikan oleh jenis-jenis baru (alien spesies). Invasi dari alien spesies telah berdampak pada biaya ekonomi dan lingkungan di banyak Negara ( Caley, Richard and Barker, 2008). Ancaman spesies asing invasif terhadap keanekaragaman hayati merupakan ancaman terbesar kedua setelah kerusakan habitat (IUCN 2009). Spesies asing invasif atau dikenal juga dengan invasif alien spesies (IAS), menurut CBD (2008) 3 merupakan tumbuhan, hewan dan organisme lain yang tidak merupakan organisme asli suatu ekosistem dan dapat menyebabkan kerugian ekonomi atau lingkungan serta merugikan kesehatan manusia. Ciri-ciri tumbuhan invasif antara lain mampu tumbuh dengan cepat, reproduksinya cepat, seringkali mampu bereproduksi secara vegetatif, memiliki kemampuan menyebar tinggi, toleransi yang besar terhadap kondisi lingkungan dan umumnya berasosiasi dengan manusia (Yuliana et al. 2012). Saat ini telah tercatat sedikitnya 1936 spesies tumbuhan asing di Indonesia, seluruhnya termasuk ke dalam 187 famili (Tjitrosoedirdjo, 2005). Sebagian di antaranya telah berkembang menjadi invasif dan menimbulkan dampak negatif pada beberapa ekosistem di Indonesia. Spesies tumbuhan asing invasif dilaporkan telah menjadi permasalahan ekologi di beberapa kawasan konservasi di Indonesia, seperti Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran, Passiflora suberosa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Chromolaena odorata di Taman Nasional Ujung Kulon, Lantana camara di Taman Nasional Meru Betiri, Merremia peltata di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan Eichhornia crassipes di Taman Nasional Wasur (BLK, 2010). Beberapa penelitian yang sama telah dilakukan diantaranya: Abywijaya (2014), menemukan sepuluh spesies asing invasif (termasuk kedalam tujuh famili) di Cagar Alam Pulau Sempu Jawa Timur, diantaranya Pistia stratoites, Ageratum mexicanum, Vernonia cinerea, Cyperus rotundus, Passiflora foetida, Centotheca lappacea, Eleusine indica, Imperata cylindrica, Hedyotis corymbosa, dan Lantana camara. Seluruh spesies tumbuhan asing invasif di dalam petak contoh memiliki pola sebaran mengelompok. Selain itu juga dilakukan oleh Hidayat (2012), pada kawasan Cagar Alam Kamojang, ditemukan tiga belas spesies invasif yang termasuk kedalam delapan famili yaitu, Ageratum conyzoides (Asteraceae), Rubus moluccanus (Rosaceae), 4 Clidemia hirta (Melastomaceae), Cynodon dactylon (Poaceae), Panicum repens (Poaceae), Mimosa pudica (Fabaceae), Mimosa pigra (Fabaceae), Austroeupatorium inulifolium (Asteraceae), Passiflora edulis (Passifloraceae), Lantana camara (Verbenaceae), Mikania micrantha (Asteraceae), Piper aduncum (Piperaceae) dan Ageratina riparia (Asteraceae). Dengan Pola penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif cenderung mengelompok kecuali spesies A. inulifolium yang menyebar secara merata di Cagar Alam Kamojang. Kawasan CALH merupakan salah satu kawasan yang rentan akan masuknya spesies asing invasif hal ini dikarenakan kawasan ini termasuk salah satu kawasan yang dimanfaatkan sebagai objek wisata dimana dikunjungi oleh berbagai kalangan masyarakat baik masyarakat lokal, luar daerah bahkan masyarakat dari luar negeri sekalipun. Selain itu, juga dimanfaatkan sebagai lokasi perkemahan dalam berbagai kegiatan, praktek umum (PU) dan Praktek Kerja Lapangan (PKL). Menurut BKSDA (2012) data pengunjung dari tahun 1998 sampai dengan 2002 tercatat antara 32.325-43.622 orang. Dilihat dari banyaknya pengunjung dan aktivitas yang dilakukan sangat memungkinkan masuknya spesies asing invasif di kawasan tersebut. Penelitian sebelumnya ditempat yang sama dilakukan oleh Zainis (2009) mengenai Jenis-jenis tumbuhan Invasif di Kawasan Cagar Alam Lembah Harau di temukan beberapa tumbuhan invasif diantaranya Mikania michranta, Clidemia hirta, Mimosa invisa, Melastoma malabathricum, Rhodomirtus tomentosa, Imperata cylindrica. Penelitian ini dilakukan hanya untuk mengetahui jenis-jenis spesies tumbuhan asing invasif sedangkan penelitian mengenai keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif di CALH sampai saat ini belum ada laporannya, mengingat hal tersebut penelitian mengenai Analisis Vegetasi Tumbuhan Asing Invasif Di Kawasan Cagar Alam Lembah Harau perlu dilakukan untuk membantu dalam upaya pengelolaan kawasan konservasi yang lebih efektif dan efisien.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: Q Science > Q Science (General)
Q Science > QK Botany
S Agriculture > SB Plant culture
Divisions: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam > Biologi
Depositing User: Ms Randa Erdianti
Date Deposited: 12 Feb 2016 07:41
Last Modified: 12 Feb 2016 07:41
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/1526

Actions (login required)

View Item View Item