EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KARAKTER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU PELAJAR SEKOLAH MENENGAH DI KAB. TANAH DATAR

Arein, Novia Fatmarini (2014) EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KARAKTER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU PELAJAR SEKOLAH MENENGAH DI KAB. TANAH DATAR. Masters thesis, Universitas Andalas.

[img]
Preview
Text (Tesis Fulltext)
13082016 arein n f.pdf - Published Version

Download (4MB) | Preview

Abstract

Penelitian ini berawal dari asumsi bahwa pendidikan karakter berkaitan dengan nilai-nilai bangsa dan Negara, karena keberadaan bangsa salahsatunya dipengaruhi oleh faktor dominannya karakter bangsa tersebut. Hubungan antara aspek karakter dengan kemajuan bangsa pernah diungkapkan oleh Lickona bahwa ada sepuluh tanda yang menunjukan sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda tersebut adalah: (1) meningkatnya kekerasan dikalangan remaja, (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh peer group yang kuat dalam tindak kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri seperti narkoba, minuman keras, seks bebas, (5) semakin kaburnya pedoman moral yang baik dan buruk, (6) menurunnya etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, (8) rendahnya rasa tanggungjawab individu dan warga negara, (9) membudayanya ketidakjujuran, (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian diantara sesama. Jika dicermati, sepuluh tanda tersebut sudah ada di Indonesia. Selain dikalangan pelajar, perilaku tidak jujur dikalangan birokrat juga terjadi. Misalnya dari kasus, Gayus Tambunan, Angelina Sondakh, Andi Malaranggeng dan pelaku korupsi lainnya. Friedman (dalam Megawangi, 2004:15), pernah menyatakan bahwa negara yang mempunyai daya saing tinggi adalah negara yang menjunjung tinggi azas transparansi, bebas korupsi kolusi dan nepotisme (KKN), dan ketaatan pada sistem hukum yang berjalan baik. Sementara bangsa yang terpuruk adalah bangsa yang manusia-manusianya tidak berkarakter, yang dapat dilihat dari ketidakjujuran, cerminan birokrasi yang penuh dengan parkatek KKN, dan sebagainya. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah perlu membina dan membangun bangsa dan menanamkan nilai-nilai positif, agar bangsa Indonesia mampu bersaing dengan negara lain. Salah satu cara mengatasi masalah tersebut adalah melalui dunia pendidikan, karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Sejalan dengan itu, Durkheim (1961:12-14) pernah mengungkapkan bahwa masyarakat harus mempunyai sebuah tujuan ideal kearah mana harus dicapai. Sebuah masyarakat harus mempunyai beberapa kemuliaan untuk diraih, sebuah kontribusi orisinal untuk kemanusiaan. Ketika perilaku manusia tidak mempunyai landasan moral tempat berpijak, perilaku itu akan berbalik melawan dirinya. Ketika kekuatan-kekuatan moral masyarakat masih tidak bekerja, ketika kekuatan moral tersebut tidak pernah dilibatkan dalam segenap usaha untuk mencapainya, mereka akan melenceng dari kaidah moral dan kekuatan-kekuatan itu akan dipakai di jalan yang penuh kegelapan dan berbahaya. Dengan demikian karakter perlu dibangun melalui pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah (Nusarastriya, 2010: 51). Namun penelitian ini lebih fokus pada pendidikan karakter disekolah, karena sebagaimana yang disebutkan Durkheim dalam Abdullah dan Vandeer Leeden, (1986: 151) bahwa sekolah memiliki andil yang sangat besar dalam perkembangan moral anak, karena sekolah merupakan satu titik terpenting bagi perkembangan moral anak sebab sekolah menyajikan pendidikan moral yang bersifat rasional. Jika ditelaah dari awal, di Indonesia telah ada beberapa mata pelajaran yang tercatat oleh kurikulum yang diarahkan untuk pembinaan karakter anak didik, antara lain adalah pendidikan Agama (kebenaran yang bersumber dari wahyu bertujuan membangun manusia religius), Pendidikan Moral Pancasila (bertujuan membangun karakter bangsa yang mampu mengatasi diri melalui kebebasan dan daya penalaran), Civic (mata pelajaran khusus tentang kewarganegaraan yang bertujuan untuk mendidik menjadi warga negara yang tahu hak dan kewajibannya terhadap negara. Namun nyatanya tidak jaminan membentuk manusia yang benar-benar berkarakter, karena pada kenyataannya, sampai hari inipun praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tetap membudaya, konflik (antar etnis, agama, politisi, remaja,) terus terjadi, kriminalitaspun terus meningkat, etos kerja menurun, ketidakjujuran, tidak bertanggung jawab, rendahnya disiplin, rendahnya komitmen kepada nilai-nilai kebaikan terus mewarnai kehidupan, yangmana kesemua itu merupakan cerminan dari perilaku individu-individu yang tidak berkarakter, sehingga berdampak negatif terhadap pengelolaan negara, korporasi, sistem hukum, yang akhirnya akan menurunkan daya saing Indonesia dan seterusnya membuat Indonesia terpuruk secara sosial, ekonomi dan budaya, Ditambah lagi dengan munculnya degradasi moral di kalangan pelajar yang sudah sangat memperihatinkan, seperti banyaknya video porno, perilaku seks bebas, aborsi, dan hamil diluar nikah, belum lagi kabar tentang pembunuhan dan maraknya candu narkotika dan miras di kalangan pelajar, kurang menghormati orang tua, guru, kurang mentaati norma-norma atau aturan yang berlaku di sekolah, tidak jujur dalam ujian, dan tidak disiplin, banyaknya terjadi tawuran antar pelajar, dan perilaku pelajar yang tidak menghormati nilai-nilai kemanusiaan (Megawangi, 2004:80 ). Sementara menurut Rachman dalam Winarno (2010: 79), hal diatas merupakan krisis ahlak yang disebabkan oleh tidak efektifnya pendidikan nilai atau pendidikan moral dalam arti luas (di rumah, di sekolah, di luar rumah dan di luar sekolah). Salah satu penyebab utama tidak efektifnya pendidikan nilai tersebut karena sistem pendidikan di Indonesia belum mempunyai kurikulum pendidikan karakter, yang ada hanya pelajaran tentang pengetahuan karakter berumpun atau berkelompok. Sementara dalam menentukan sampelnya, peneliti menggunakan teknik incidental sampling, yaitu teknik teknik penarikan sampel atas dasar kebetulan, maksudnya adalah siapa saja yang ditemui dan masuk dalam kategori populasi, dapat di interviu sebagai sampel atau responden, karena individu-individu yang jadi sampel dalam penelitian ini sukar ditemui karena alasan sibuk, tidak mau diganggu, dan lainnya. (Bungin, 2004: 116). Kriteria populasi yang ditentukan adalah sekolah yang paling lama menerapkan pendidikan karakter yaitu telah berjalan minimal 2 tahun atau empat (4) semester. Sekolah tersebut adalah SMP N 1 Rambatan, SMP N 1 Batusangkar, SMP N 2 Batusangkar, SMP N 2 Sei. Tarab, SMA N 1 Salimpaung, SMA N 1 Batusangkar dan SMA N 1 Sungayang. Oleh karena jumlah populasi dalam penelitian ini diketahui, yaitu jumlah guru dari masing-masing sekolah adalah 35 orang, 44 orang, 44 orang, 23 orang, 35 orang, 65 orang dan 50 orang, dengan totalnya adalah 296 orang, oleh karena itu, teknik yang digunakan dalam menentukan besaran sampel ini adalah teknik Solvin, dengan perkiraan tingkat kesalahan 5%. Untuk mengumpulkan data, penelit menggunakan kuesioner dengan jumlah responden 170 orang yang terdiri dari 84 orang responden guru SMP, 86 orang guru SMA. Dalam mengumpulkan data di sekolah tersebut, maka jumlah total guru SMP 84 peneliti bagi empat (4), karena SMP terdiri dari 4 sekolah yaitu SMP N 1 Batusangkar, SMP N 2 Batusangkar, SMP N 1 Rambatan, SMP 2 Sei. Tarab, maka di dapatlah responden masing-masing sekolah 21 orang responden. Sedangkan untuk responden SMA yang berjumlah 86 orang tiga (3) karena terdiri dari tiga SMA yaitu SMA N 1 Batusangkar, SMA N 1 Salimpaung dan SMA N 1 Sungayang. Maka jumlah masing-masing responden untuk setiap sekolah itu adalah 28 orang. Karena masih tersisa 2 responden lagi maka peneliti mengacak dua yang tersisa untuk dimasukkan ke responden diantara tiga SMA Negeri yang jadi sampel ini. Setelah diacak, maka yang terpilih adalah satu untuk responden SMA 1 Salimpaung dan satu lagi untuk responden SMA N 1 Sungayang. Jadi total responden SMA 1 Salimpaung 29 orang, SMA N 1 Sungayang 29 orang dan SMA N 1 Batusangkar 28 orang. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan yaitu metode survai. Menurut Singarimbun (1989:3), penelitian survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data pokok, karena hasil dari kuesioner tersebut berbentuk angka-angka, tabel-tabel, analisis statistik dan uraian-uraian serta kesimpulan dari hasil penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, karena itu analisis data yang dilakukan menggunakan teknik statistik, yaitu data berupa angka yang dapat diolah atau dianalisis dengan menggunakan teknik perhitungan statistik (Siregar, 2010:209). Untuk mengukur efektivitas pendidikan karakter tersebut, ada pengkategorian yang peneliti gunakan, sebagaimana yang juga digunakan oleh guru-guru sekolah menengah dalam melihat capaian kompetensi dari tujuan yang termaktub dalam RPP yaitu:  Belum Terlihat (BT); apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator  Mulai Terlihat (MT); apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator  Mulai berkembang (MK); apabila peserta didik sudah memperlihatkan tanda-tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten  Mulai membudaya (MB); apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten Dengan demikian masing-masing kategori diberi skala nilai 1, 2, 3, dan 4 dengan skala ratingnya adalah sebagai berikut:  Untuk kategori BT (Belum Terlihat) intervalnya 0 – 0,99  Untuk kategori MT (Mulai Terlihat) intervalnya 1 – 1,99  Untuk kategori MK (Mulai Berkembang) intervalnya 2 – 2,99  Untuk kategori MB (Mulai Membudaya) intervalnya 3 – 3,99 Setelah melakukan penelitian, maka diketahui bahwa pendidikan karakter efektif terhadap perilaku pelajar di sekolah menengah di Kabupaten Tanah Datar. Sementara untuk melihat perbedaan efektivitas pendidikan karakter di sekolah menengah di Kabupaten Tanah Datar, diketahui bahwa tidak ada perbedaan efektivitas pendidikan karakter di sekolah menengah pertama dan menengah atas di Kabupaten Tanah Datar yang di tunjukan oleh hasil uji cgi square, yangmana chi square hitung lebih kecil dari chi square tabel maka Ho diterima, yaitu tidak ada perbedaan efektivitas pendidikan karakter disekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas di Kabupaten Tanah Datar.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: H Social Sciences > HM Sociology
Divisions: Pascasarjana (S2)
Depositing User: Hj. Meiriza Paramita
Date Deposited: 13 Aug 2016 04:34
Last Modified: 17 Oct 2021 07:25
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/14799

Actions (login required)

View Item View Item