Yulia, Sandri (2015) Kajian Anatomi Kayu Dan Dendrokronologi Pada Tiga Ekotipe Pinus merkusii Jungh. et de Vriese Sumatera. Masters thesis, UPT. Perpustakaan.
Text
201512141042th_thesis yulia sandri_1320422008.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (973kB) |
Abstract
Perubahan iklim global merupakan salah satu isu lingkungan penting yang marak dibicarakan saat ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang sensitif dan rawan terhadap perubahan iklim. Beberapa studi di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan curah hujan di bagian utara Indonesia serta penurunan curah hujan di bagian selatan dan diperkirakan akan terus berlanjut di masa depan. Selain itu, musim hujan menjadi lebih lambat hingga 20 hari pada tahun 1991- 2003 dibandingkan tahun 1960-1990 di area Sumatera dan Jawa. Dengan demikian, diperkirakan bahwa perubahan iklim menyebabkan musim kemarau lebih panjang sedangkan musim hujan menjadi lebih lebat, sehingga terjadi variasi yang sangat signifikan akibat perubahan ini (Wingqvist dan Dahlberg, 2008). Hubungan pertumbuhan pohon dengan iklim merupakan informasi yang sangat berharga. Salah satu cara untuk mendapatkan informasi dari gambaran tersebut adalah dengan pengamatan lingkar tumbuh menggunakan teknik dendrokronologi. Didaerah subtropis telah banyak dilakukan studi dendrokronologi pada berbagai jenis pohon hutan, namun akhir-akhir ini mulai intensif dan semakin potensial dilakukan di daerah tropis. iii Pinus merupakan genus yang cenderung diteliti di daerah subtropis. Spesies dari genus ini terdistribusi sangat luas dan hidup dengan kisaran ketinggian yang bervariasi (Grissino, 1993). Pinus merkusii merupakan satusatunya jenis konifer yang dapat tumbuh secara alami di daerah tropis yang daerah persebarannya luas di Asia Tenggara termasuk Indonesia (Cooling, 1968). Menurut USDA (2010), individu dari suatu spesies yang memiliki ciri-ciri berupa distribusi geografi yang luas dan bervariasi dalam karakteristik seperti kebiasaan pertumbuhan, tinggi tanaman tidak didistribusikan secara acak sepanjang rentang spesies tetapi dikelompokkan ke dalam wilayah ekologi (ekoregion). Di daerah Sumatera, tegakan pinus alam ditemukan di tiga daerah dengan geografis yang berbeda, yaitu di Kerinci, Tapanuli, Aceh. Selain itu, ketiga tipe Pinus merkusii ini memiliki karakteristik morfologi, fisiologi dan anatomi yang cukup berbeda. Berdasarkan perbedaan distribusi dan beberapa karakteristik yang dimiliki, maka P. merkusii di Sumatera dibagi menjadi tiga ekotipe yang berbeda, yaitu ekotipe Kerinci, Tapanuli dan Aceh. Oleh karena itu, dilakukan kajian anatomi kayu dan dendrokronologi Pinus merkusii ekotipe Kerinci, Tapanuli dan Aceh sebagai indikator iklim di pulau Sumatera. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui karakteristik anatomi kayu P. merkusii ekotipe Kerinci, Tapanuli dan Aceh dan (2) mengetahui sensitivitas P. merkusii ekotipe Kerinci, Tapanuli dan Aceh berdasarkan lingkar tumbuh terhadap curah hujan. Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi yaitu Resort Bukit Tapan, Taman Nasional Kerinci Seblat Provinsi Jambi; Cagar Alam Dolok Sibualbuali, Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara; dan Resort Sangir, Taman iv Nasional Gunung Leuser Provinsi Aceh pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Juni 2015. Penelitian ini menggunakan metode survey langsung ke habitat pada P. merkusii ekotipe Kerinci, Tapanuli, dan Aceh. Kemudian dilakukan analisa lebar lingkaran tumbuh dan kaitannya dengan iklim. Nilai korelasi antara indeks lebar lingkar tumbuh dengan curah hujan yang didapatkan, digunakan untuk melihat tingkat sensitivitas pertumbuhan pohon terhadap iklim. Selanjutnya koleksi sampel kayu dilakukan dengan teknik bor. Pembuatan preparat dilakukan dengan menggunakan metoda maserasi (Sass, 1958) dan sayatan pada bidang transversal, radial dan tangensial. Hasil dari penelitian ini, pada sayatan transversal ekotipe Kerinci dan Tapanuli memperlihatkan adanya batas earlywood dan latewood sehingga memperlihatkan lingkar tumbuh, sedangkan pada ekotipe Aceh tidak tampak lingkar tumbuh. Ekotipe Tapanuli memiliki diameter trakeid paling besar dibandingkan ekotipe Kerinci dan Aceh. Pada sayatan radial ekotipe Kerinci, Tapanuli dan Aceh memiliki komposisi jari-jari empulur homoseluler, struktur jari-jari empulur uniseriate dengan jumlah deret sel berturut-turut yaitu 4 – 11, 3 – 11 dan 6 – 21. Ekotipe Tapanuli memiliki serat yang paling panjang dan diameter serat paling besar dibandingkan ekotipe Kerinci dan Aceh. Selanjutnya, ketebalan dinding sel ekotipe Kerinci dan Tapanuli berkorelasi negatif dengan curah hujan. Nilai korelasi berturut-turut yaitu rKerinci = - 0.077, r tabel = 0.306, N = 30 dan rTapanuli = - 0.250, r tabel = 0.497, N = 10, sedangkan pada ekotipe Aceh tidak menunjukkan adanya hubungan antara ketebalan dinding sel dengan curah hujan. v Berdasarkan lingkar tumbuh, ekotipe Tapanuli lebih sensitif dalam merespon curah hujan dibandingkan ekotipe Kerinci. Ekotipe Tapanuli memiliki nilai r = 0.536, r tabel = 0.497, dimana N = 10. Selanjutnya ekotipe Kerinci memiliki nilai r = 0.400, r tabel = 0.306, dimana N = 30. Sedangkan ekotipe Aceh baik yang dikolesi di Aceh maupun di Kerinci tidak menunjukkan sensitivitas terhadap perubahan curah hujan.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | Q Science > Q Science (General) Q Science > QK Botany S Agriculture > SB Plant culture |
Divisions: | Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam > Biologi |
Depositing User: | Ms Randa Erdianti |
Date Deposited: | 12 Feb 2016 01:25 |
Last Modified: | 12 Feb 2016 01:25 |
URI: | http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/1470 |
Actions (login required)
View Item |