PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERKOSAAN ( Studi kasus di Polda Sumbar )

RESTU, DEWI SARTIKA (2015) PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERKOSAAN ( Studi kasus di Polda Sumbar ). Diploma thesis, UPT. Perpustakaan.

[img] Text
201512150840th_skripsi ok.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (848kB)

Abstract

Kepentingan ekonomi, tuntutan biologis, status dan harga diri terkadang mendorong seseorang untuk melakukan penyimpangan untuk memenuhi ambisinya. Akibatnya timbul tindak pidana yang akhirnya menjadi masalah bagi dirinya sendiri maupun orang lain yang ada disekitarnya. Tindak pidana yang timbul karna perbuatannya merupakan bentuk pengingkaran terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat seperti Norma agama, Norma kesusilaan, Norma Hukum, Norma Kesopanan. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dari tahun ketahun di lingkungan masyarakat adalah tindak pidana perkosaan. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan tindak pidana yang cukup mendapat perhatian di kalangan masyarakat. Tindak pidana perkosaan ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, yang relatif lebih maju kebudayaan dan kesadaran atau pengetahuan hukumnya. Melainkan juga terjadi di pelosok-pelosok atau pedesaan yang relatif masih memegang nilai tradisi adat istiadat setempat, terutama pada kalangan masyarakat ekonominya lemah. Salah satu penyebab dari tindak pidana perkosaan karena kondisi diri dari pelaku (kelainan seks) yang ingin melakukan tindakan kekerasan (seks) terhadap wanita dan adanya 2 kesempatan untuk melakukan tindak pidana perkosaan, misalnya wanita tidak berpakaian sopan sehingga menimbulkan niat jahat dari pelaku. Perkosaan adalah segala bentuk pemaksaan hubungan badan yang dilakukan dengan kekerasan, tanpa adanya persetujuan yang nyata dari salah satu pihak yang terlibat atau perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan seorang pria terhadap seorang wanita yang bukan istrinya atau tanpa persetujuannya, dilakukan ketika wanita tersebut dalam keadaan ketakutan atau di bawah kondisi ancaman lainnya. Tindak pidana perkosaan adalah kasus yang dapat membawa pengaruh bagi korban dan menimbulkan rasa ketakutan bagi masyarakat. Tindak pidana perkosaan merupakan suatu persoalan yang sangat serius dalam kehidupan bermasyarakat, karena selain menjadi beban berat baik fisik maupun psikis oleh korban. Menurut pasal 285 KUHP, menyatakan : “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”1 Unsur unsur Pasal 285 KUHP tersebut: 1. Barangsiapa; 2. Dengan Kekerasan atau ancaman kekerasan; 3. Memaksa seorang wanita; 4. Bersetubuh dengan dia; 1 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politea, Bogor 1981, hal. 210 3 5. Di luar pernikahan. Perkosaan merupakan tindakan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan termasuk menyetubuhi seorang wanita di luar perkawinan. Kekerasan (geweld) merupakan salah satu cara memaksa dalam Pasal 285 KUHP disamping cara memaksa lainnya yaitu dengan menggunakan ancaman kekerasan. Undang-undang tidak menjelaskan tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan “kekerasan”, hanya dalam Pasal 89 KUHP yang merumuskan tentang perluasan arti dari kekerasan. Disebutkan : “Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.” Perkosaan tidak hanya menghilangkan keperawanan seorang perempuan, namun telah memberi dampak besar bagi korban antara lain : a. Pengucilan terhadap masyarakat. b. Hilangnya rasa percaya diri korban dikarenakan kesucian sebagai salah satu identitas diri perempuan telah hilang. c. Hilangnya hak dalam mengenyam pendidikan. Dampak psikologis bagi korban sangat besar, korban depresi dan juga bisa berakhir dengan bunuh diri akibat beban mental yang dialami. Korban tindak pidana merupakan pihak yang sangat menderita dan di rugikan dalam suatu peristiwa pidana. Begitu juga dengan korban pemerkosaan yang menderita akibat tindak pidana yang dialaminya. Oleh sebab itu perlu kiranya diketahui sejauh mana korban telah memperoleh 4 perlindungan hukum sebagaimana yang dihapkan.2 Untuk mengetahui tindak pidana perkosaan benar-benar terjadi, perlu dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap penyidikan perkara tersebut. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana selanjutnya disebut dengan KUHAP, Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur di dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dalam pelaksanaan penyidikan seorang penyidik harus dapat mengumpulkan bukti-bukti yang cukup diantaranya dapat berupa alat bukti serta barang bukti. Karena dengan alat bukti tersebut dapat dijadikan sebagai bukti permulaan yang cukup dalam melakukan tahap penyidikan. Dalam hal penyidikan sering terjadi hambatan dalam penerapan Pasal 285 KUHP, meskipun rumusan pasal tersebut tidak begitu sulit dipahami tetapi penerapannya bukan hal yang mudah. Selain karena wanita korban perkosaan pada umumnya sangat malu sehingga enggan melaporkannya. Sering terjadi pelaporan perkosaan dilakukan setelah wanita 2Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Prassindo, Jakarta 1993, hal. 63. 5 tersebut hamil atau bahkan ada yang melaporkan setelah beberapakali mengalami perkosaan.3 Kecepatan pelaporan kejadian akan sangat mempengaruhi keberhasilan penyidikan dan penuntutan karena dengan demikian pembuktian tidak begitu rumit apalagi jika wanita korban perkosaan tersebut melaporkan sebelum membersihkan diri/badan, dengan demikian semua alat bukti akan memungkinkan untuk memperolehnya baik dengan visum et refertum maupun dengan hasil laboratorium misalnya: sidik jari, sperma, atau rambut kemaluan yang bersangkutan sehingga selain saksi korban maka bukti lain telah ada.4 Seperti hal yang terjadi pada salah satu dugaan kasus perkosaan di Kenagarian Guguak, Kabupaten 50 Kota,yang kasusnya sedang ditangani oleh Polda Sumatera Barat terhadap sepuluh pemuda yang diduga melakukan pemerkosaan, kekerasan seksual, penculikan dan penyekapan terhadap siswi MTs berinisial NPD (14). Akibat kejadian tersebut, korban harus mengalami tekanan jiwa dan bathin hingga sempat menjalani perawatan di RSJ HB Saanin Kota Padang. “Kita tengah berkoordinasi dengan seluruh pihak seperti Badan Perlindungan hukum, LPA Sumbar, LBH Padang, Nurani Perempuan dan lainnya. Ini harus diusut tuntas,” tegas Kabid Humas Polda Sumbar, AKBP Syamsi di Padang, Jumat (18/3). 3 Leden Merpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, Jakarta, Sinar Grafika, 1996, hal 56. 4Ibid 6 Sebelumnya, seorang anak di bawah umur berinisial NPD (14) yang masih duduk di bangku kelas tiga madrasah tsanawiyah itu diculik selama empat hari dan diperkosa oleh sepuluh orang pemuda di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Menurut sejumlah sumber, kejadian itu bermula saat NPD hendak pergi mengikuti pelajaran tambahan menjelang Ujian Nasional 2014. Dalam perjalanan, ia didekati seorang pria berkendaraan sepeda motor yang menawari mengantarkan. Korban pun berkali-kali menolak ajakan pria yang tak dikenalnya itu, tapi si pria itu memaksanya untuk naik ke sepeda motor. NPD pun langsung dibawa ke sebuah kost-an di kawasan Guguak. Didalam kost-an itulah korban menjadi korban kebringasan 10 lelaki tersebut hingga empat hari. Penderitaan NPD, berakhir pada Sabtu (22/3) saat dia ditemukan polisi di lokasi penyekapan. Tapi, karena mengalami siksaan korban pun jatuh sakit dan mengalami gangguan kejiwaan hingga masuk RSJ.5 Kasus yang penulis uraikan diatas merupakan salah satu dari banyaknya kasus perkosaan yang terjadi di Sumatera Barat. Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari berbagai sumber pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2010 jumlah kasus perkosaan berjumlah 4845, dari jumlah tersebut terdapat 64 kasus yang terjadi di wilayah Sumatera Barat, pada tahun 2011 terdapat 99 kasus yang tersebar di 19 kota/ kabupaten, pada tahun 2012 terdapat 21 kasus, 7 kasus diantaranya telah dilaporkan kepada 5http://www.aktual.co/hukum/004803polda-sumbar-buru-10-pemuda-terdugapemerkosaan- dan-penyekapan-siswa-mts 7 pihak kepolisian dan sampai ke pengadilan agama.6 Pada tahun 2013 berdasarkan data dari Indonesian Police Watch terdapat 1047 kasus perkosaan sedangkan tahun 2014 terdapat 34 kasus yang ditangani oleh Polres Sumbar dan 27 kasus ditangani Polda Sumbar.7 Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan dibuat dalam karya tulis dengan mengangkat judul “PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERKOSAAN (Studi kasus Polda Sumbar)”

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Ms Randa Erdianti
Date Deposited: 11 Feb 2016 06:56
Last Modified: 11 Feb 2016 06:56
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/1438

Actions (login required)

View Item View Item