PROSEDUR PEMBUATAN DAN PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KPP PRATAMA SOLOK

Odik Sofi, Ramadhan (2015) PROSEDUR PEMBUATAN DAN PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KPP PRATAMA SOLOK. Diploma thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (Universitas Andalas)
201502171247th_tugas akhir odik sofi ramadhan bp 1100522021fix.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)

Abstract

Dalam rangka mewujudkan kemandirian pembiayaan pembangunan negara sebagai upaya untuk melaksanakan kegiatan pembangunan nasional maka penerimaan negara yang berasal dari dalam negeri sangatlah penting. Pembangunan nasional merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang meliputi seluruh lapisan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional dalam rangka mensejahterakan rakyat. Dengan demikian untuk dapat merealisasikan tujuan nasional tersebut seluruh pembiayaan yang berkaitan dengan pembangunan nasional perlu diperhatikan. Peningkatan penerimaan dan pembiayaan negara tersebut dapat diupayakan melalui peningkatan disiplin anggaran, mengurangi subsidi dan pinjaman luar negeri, peningkatan penerimaan pajak, serta penghematan pengeluaran. Sektor pajak dalam hal ini memiliki peran yang sangat penting dalam APBN ( Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Adapun sumber-sumber penerimaan negara tersebut dapat berasal dari pajak, bea dan cukai, retribusi dan sumbangan, keuntungan dari perusahaan negara, dan lain sebagainya. Rakyat Indonesia tentu tidak bisa bergantung selamanya dengan sumber daya alam yang ada seperti tambang minyak dan gas karena sumber daya alam yang ada saat ini mulai menipis. Sehingga, pemerintah perlu mencari solusi dengan melakukan pembenahan peraturan dan perangkat perpajakan yang ada. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan memberlakukan peraturan-peraturan yang bersifat khusus, diantaranya adalah pengenaan pajak penghasilan (PPh). Inilah keterkaitan pembangunan nasional dengan penerimaan negara dari sektor pajak sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 Pasal 23 A yang berbunyi “ pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang “. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunkan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No. 28 Tahun 2007). Pemungutan pajak mengurangi kekayaan individu tetapi sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian dikembalikan kepada masyarakat melalui pengeluaran-pengeluaran rutin pembangunan yang akhirnya kembali lagi kepada masyarakat yang bermanfaat bagi rakyat, baik yang membayar pajak atapun tidak. Dalam hal peningkatan pembiayaan negara melalui pajak yang dimaksud adalah pajak penghasilan (PPh) karena hasil dari pemungutan pajak penghasilan tersebut dapat meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak penghasilan merupakan pajak langsung yang pemungutannya langsung kepada wajib pajak (WP), dan pemungutannya dilakukan secara periodik yaitu sekali setahun dengan terhutangnya pada akhir tahun. Untuk menciptakan suatu pelayanan yang terstruktur didalam aktivitas pemungutan pajak, setiap wajib pajak harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP). Nomor pokok wajib pajak tersebut memiliki fungsi sebagai identitas diri wajib pajak dan juga untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran dan pengawasan administrasi perpajakan. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perlu dicantumkan didalam dokumen perpajakan seperti Surat Setoran Pajak (SSP), faktur pajak, dan Surat Pemberitahuan (SPT). Namun pada kenyataannya masih ada beberapa orang yang telah berpenghasilan tetapi belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP), sehingga kesadaran untuk membayar pajak belum sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat. Seiring dengan berkembangnya era modernisasi pada masa ini membuat perubahan perundang-undangan perpajakan menjadi lebih terstruktur dan transparan, memberikan kemudahan bagi masyrakat didalam melaksanakan kewajiban mereka dalam pembayaran pajak. Kemudahaan tersebut dapat kita rasakan dengan diterapkannya sistem penghitungan sendiri (Self Assessment System). Wajib pajak diberikan kepercayaan dalam menghitung besarnya pajak yang harus dibayar dan memperhitungkan selisih antara pajak yang harus dibayar dengan kredit pajak. Apabila masih ada pajak yang kurang bayar, maka wajib pajak harus melunasinya terlebih dahulu sebelum dilakukan penghapusan NPWP. Membayar dan melaporkan sendiri kewajibannya atas pajak yang terhutang tersebut kita kenal dengan istilah Self 4 Assessment System. Dengan diterapkannya sistem tersebut diharapkan aktivitas administrasi perpajakan dapat dilaksanakan secara teratur dan terkontrol. Wajib pajak perlu pembinaan dan pengawasan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai lembaga yang terlibat langsung dalam memberikan petunjuk dan juga sanksi terhadap wajib pajak. Kesadaran masyarakat dalam melaksanakan kewajibannya dalam pelunasan pajak masih dirasa minim pada saat ini. Tanggung jawab atas kewajiban dalam pelaksanaan pemungutan pajak tumbuh dari kesadaran diri sendiri. Masyarakat masih belum menyadari dan melaksanakan sepenuhnya kepercayaan yang telah diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) salah satunya dalam hal pembuatan dan penghapusan nomor pokok wajib pajak (NPWP), walaupun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah melakukan sosialisasi dan penyuluhan bagi masyarakat. Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan besarnya peranan penerimaan negara dari sektor pajak ini adalah tugas kita bersama. Berbagai program yang telah diaplikasikan kepada masyarakat untuk memberikan edukasi/pemahaman perpajakan terus berjalan dan kontinyu dilakukan setiap tahunnya. Kegiatan tersebut mulai dari periklanan baik media massa maupun media elektonik. Dari berbagai sosialisasi dan kegiatan-kegiatan penyuluhan yang telah dilakukan oleh pemerintah khususnya oleh badan yang terkait yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP), masih banyak hal-hal yang masih belum dipahami oleh masyarakat mengenai masalah perpajakan salah satunya yaitu bagaimana caranya mendapatkan NPWP, apa saja penyebab NPWP tersebut harus dihapus, dan apa saja keuntungan yang kita peroleh jika memiliki NPWP. Apabila Wajib Pajak lalai atau dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka akan dikenakan sanksi administrasi 20% hingga 100% dari tarif normal atau 4 kali dari pajak terhutangnya, dan sanksi pidana berupa pidana kurungan selama-lamanya 6 tahun, sehingga hal tersebut dapat merugikan Wajib Pajak itu sendiri. Dalam pelaksanaannya, pembuatan dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sangat rawan terhadap konflik. Mengapa demikian? Ini disebabkan karena minimnya pengetahuan masyarakat atau Wajib Pajak mengenai masalah perpajakan, sehingga diperlukan system yang baik agar dapat mengoptimalkan prosedur tersebut. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk membuat sebuah laporan melalui kegiatan magang dan menuangkannya dalam Tugas Akhir dengan judul “Prosedur Pembuatan dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Solok”.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: H Social Sciences > HF Commerce > HF5601 Accounting
Divisions: Fakultas Ekonomi > D3 Akuntansi
Depositing User: Mr Iswadi S Nupin
Date Deposited: 03 Aug 2016 03:54
Last Modified: 03 Aug 2016 03:54
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/13985

Actions (login required)

View Item View Item