DESENTRALISASI URUSAN KELUARGA BERENCANA (KB) DI SUMATERA BARAT

FIRDAUS, FIRDAUS (2015) DESENTRALISASI URUSAN KELUARGA BERENCANA (KB) DI SUMATERA BARAT. Masters thesis, Universitas Andalas.

[img] Text (Tesis Fulltext)
201511190949th_thesis final.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (797kB)

Abstract

Indonesia mengalami ledakan penduduk pertama kali pada tahun 60-70-an. Generasi yang lahir pada masa tersebut diperkirakan akan melahirkan ledakan penduduk kedua pada tahun 2010-2011 ini. Sementara Indeks Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2009 tercatat berada pada peringkat ke 108 dari 188 negara di dunia. Akan tetapi, selama desentralisasi penanganan kependudukan tidak berjalan baik dan mengakibatkan naiknya laju pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk (LPP) di Indonesia cukup tinggi dan berada pada posisi keempat dunia. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi berimplikasi terhadap peningkatan angka kemiskinan, penurunan derajat kesehatan, penurunan akses pendidikan, terbatasnya kesempatan masuk ke lapangan kerja, dan memperburuk kerusakan lingkungan . Di Provinsi Sumatera Barat, pada periode awal otonomi daerah LPP per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000-2010 sebesar 1,34 persen, mengalami kecendrungan peningkatan dari sepuluh tahun sebelumnya yaitu tahun 1990–2000 sebesar 0,61 persen. Pelayanan keluarga berencana pada era sebelum otonomi daerah dilaksanakan secara sentralisasi, kemudian pada era otonomi daerah diserahkan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota. Penelitian ini mendeskripsikan bentuk dan pola hubungan kelembagaan pelaksana urusan KB di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, dasar pembentukan suatu bentuk kelembagaan di Kabupaten Tanah Datar serta implikasinya terhadap upaya pengendalian penduduk. Penelitian ini menggunakan Teori Formasi Negara. Teori ini menekankan pentingnya kehadiran negara dalam mengatur laju pertumbuhan penduduk melalui program KB. Teori ini menjelaskan negara menjalankan fungsi-fungsinya serta perluasan jangkauannya terhadap masyarakat sipil dalam urusan KB di Sumatera Barat. Kemudian, digunakan Teori institusi pelaksana. Teori ini menekankan pentingnya mempelajari kemampuan institusi/kelembagaan pelaksana (internal birokrasi) dalam otonomi daerah yang dapat membuahkan hasil yang diinginkan apabila institusi pelaksana dan aktor-aktor pelaksana baik pada tingkat provinsi, kabupaten/kota dan desa telah mengembangkan kemampuan untuk dapat melaksanakan otonomi daerah secara efektif. Penelitian ini mempelajari bentuk keorganisasian institusi pelaksana kb. Bentuk keorganisasian tersebut mempengaruhi kemampuan institusi pelaksana urusan kb mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan teknik pemilihan informan secara sengaja (purposive sampling). Hasil penelitian adalah; pertama bentuk kelembagaan KB pada tingkat kabupaten/kota terpengaruh oleh peraturan perundang-undangan nasional, walaupun desentralisasi sudah berlaku untuk urusan KB. UU nomor 22 tahun 1999 tidak menyatakan dengan tegas bentuk kelembagaan dan penggabungan urusan KB, akibatnya bentuk kelembagaan dan penggabungan urusan pada tinggkat kabupaten/kota beragam. UU nomor 32 tahun 2004 yang disusul dengan lahirnya PP nomor 38 dan 41 tahun 2007, sudah sangat jelas menetapkan bentuk kelembagaan KB yaitu, Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB baik ditingkat provinsi dan kabupaten/kota lebih seragam; kedua Pemerintah Kabupaten Tanah Datar selain menggabungkan pelaksanaan urusan KB dengan pelaksanaan urusan Pemberdayaan Perempuan, juga menggabungkannya dengan dua urusan lainnya yaitu Pengentasan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat. Walaupun penggabungan urusan ini didasarkan pada Perda Kabupaten Tanah Datar No.8 tahun 2008 yang diubah menjadi Perda No.10 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal dan Lembaga Teknis Daerah, harus puladisesuaikan dengan PP nomor 41 tahun 2007 dan mengikuti peraturan pemerintah pusat tentang pembatasan jumlah SKPD berdasarkan pertimbangan Jumlah penduduk, Luas wilayah dan Jumlah Anggaran; ketiga persoalan bentuk institusi KB mengakibatkan melemahnya kehadiran negara di bidang KB dalam kurun waktu lebih dari sepuluh tahun terakhir dan ini mengakibatkan kemampuan institusi pelaksana urusan KB tidak optimal pada era desentralisasi ini. Terutama yang terjadi adalah berkurangnya jumlah PLKB di kabupaten/kota yang mengakibatkan pelayanan KB di tengah masyarakat berkurang. Dampak nyatanya terlihat dengan tidak turunnya Angka Kelahiran Total (TFR) dan masih tingginya angka unmet need sehingga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan penduduk yang kembali meningkat.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: L Education > L Education (General)
Divisions: Pascasarjana (Tesis)
Depositing User: mrs Rahmadeli rahmadeli
Date Deposited: 19 Jun 2016 07:42
Last Modified: 19 Jun 2016 07:42
URI: http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/11090

Actions (login required)

View Item View Item